Berita Surabaya
Bripda Randy Dipecat Tak Hormat, Tim Advokasi Dorong Pengusutan Pidana Kasus Aborsi Mahasiswi NW
Bripda Randy dikenai sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) dalam kasus aborsi mahasiswi NW (23).
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Tim Advokasi Keadilan untuk NW mengapresiasi Polda Jatim yang menjatuhkan sanksi maksimal berupa pemecatan kepada Bripda Randy, oknum anggota polisi tersangka dugaan kasus aborsi mahasiswi asal Mojokerto, NW (23).
Bripda Randy dikenai sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) karena terbukti melanggar Kode Etik Profesi Polri pada Pasal 7 Ayat 1 huruf b, dan Pasal 11 huruf c, Perkap No 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Polri.
Putusan tersebut dijatuhkan kepada anggota yang sempat bertugas di Samapta Polres Pasuruan itu dalam hasil putusan Sidang Komisi Etik Profesi Polri (KEPP) di Ruang Sidang Bidang Propam Mapolda Jatim, Kamis (27/1/2022).
"Tim Advokasi menegaskan akan memantau tindak lanjut dari putusan tersebut hingga akhirnya benar-benar dilaksanakan," kata Direktur LBH Surabaya, Abdul Wachid Habibullah dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Jumat (28/1/2022).
Terlepas dari hasil proses etik profesi yang telah melahirkan putusan PTDH terhadap tersangka, Wachid mengingatkan Polda Jatim bahwa masih terdapat mekanisme hukum pidana yang harus dijalani oleh tersangka, secara tuntas, adil dan terbuka.

Ia meyakini, aborsi yang dilakukan oleh mahasiswi NW adalah aborsi yang dilakukan tanpa persetujuan korban karena dilakukan atas desakan dan bujuk rayu Bripda Randy dan keluarganya.
"Yang oleh karenanya maka Tim Advokasi mendorong adanya perubahan persangkaan pasal yang awalnya 348 KUHP yakni aborsi dengan persetujuan berubah menjadi 347 KUHP yakni aborsi tanpa persetujuan," jelasnya.
Tak berhenti di situ, Tim Advokasi juga mendorong adanya pendalaman dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Ditreskrimum Polda Jatim.
Hal itu bertujuan untuk menelusuri adanya kemungkinan untuk menjerat pihak-pihak lain yang seharusnya turut bertanggungjawab. Termasuk kemungkinan pertanggungjawaban orangtua Randy, atas tindakan aborsi paksa NW hingga berujung pada kematiannya.
Tim Advokasi memandang, lanjut Wachid, perlunya ada tindak lanjut dan penelusuran atas informasi-informasi penting yang dapat diakses oleh penyidik dari handphone NW, yang saat ini berada ditangan penyidik.
"Sampai saat ini, Tim Advokasi memandang hal ini belum dilakukan, dibuktikan dengan belum adanya pemeriksaan terhadap teman-teman curhat NW yang banyak berkomunikasi dengan NW dan menerima informasi. Termasuk tangkapan layar pembicaraan NW dengan sejumlah pihak, via chat Whatsapp," pungkasnya.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Gatot Repli Handoko mengatakan, Bripda Randy akan menjalani mekanisme hukum tindak pidana umum, yang kasusnya ditangani oleh Ditreskrimum Polda Jatim.
Kasus tindak pidana umum itu tentang kesengajaan menggugurkan kandungan atau mematikan janin, yang terkonstruksi dalam Pasal 348 Jo Pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
"Setelah ini, yang bersangkutan tetap melaksanakan proses pidana umumnya yang ditangani oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jatim," ujarnya pada awak media di Mapolda Jatim, Kamis (27/1/2022).
Seusai diberi sanksi PTDH sesuai hasil sidang KEPP tersebut, Randy akan melanjutkan proses penahanan di Ruang Tahanan Ditreskrimum Polda Jatim.