Sejarah
Tunggul Ametung Terima Karma dari Mertua Usai Bawa Lari Ken Dedes, Keris Ken Arok Penuhi Sumpah
Kisah Ken Dedes dan Ken Arok diceritakan sebagai awal mula berdirinya Kerajaan Singasari. Lalu, bagaimana dengan kisah Ken Dedes dan Tunggul Ametung?
TRIBUNMADURA.COM - Kisah cinta Ken Dedes dengan Tunggul Ametung ternyata berselimut sumpah serapah.
Sebab, Tunggul Ametung saat itu membawa kabur Ken Dedes dari tangan sang calon mertua.
Hingga akhirnya sumpah serapah sang mertua seakan membawa Ken Arok untuk memenuhi sumpah.
Ken Arok tiba dan menghunuskan keris ke Tunggul Ametung layaknya sumpah sudah terbalaskan.
Diketahui, melalui keturunannya, Ken Dedes menyandang predikat sebagai ibu para raja Singhasari dan Majapahit.
Ken Dedes digambarkan sebagai wanita cantik yang diperebutkan oleh Ken Arok dan Tunggul Ametung.
Baca juga: Hidupnya Tak Diharapkan, Ken Arok Justru Menjelma Menjadi Raja Singasari Berkat Keris Mpu Gandring
Sebelum dinikahi Ken Arok yang lantas menjadi penguasa Kerajaan Singasari, Ken Dedes merupakan istri Tunggul Ametung Penguasa Tumapel.
Kisah Ken Dedes dan Ken Arok diceritakan sebagai awal mula berdirinya Kerajaan Singasari.
Lalu, bagaimana dengan kisah Ken Dedes dan Tunggul Ametung?
Tunggul Ametung pada akhirnya tewas di tangan Ken Arok yang ingin memiliki Ken Dedes dan menjadi penguasa Tumapel.
Ia ditusuk oleh Ken Arok menggunakan keris yang membawa kutukan Mpu Gandring, bahwa kelak keris tersebut akan merenggut nyawa tujuh keturunan Ken Arok, termasuk Ken Arok sendiri.
Rupanya, kutukan juga mewarnai kisah Tunggul Ametung yang memperistri Ken Dedes, bagaimana kisahnya?
R. Pitono dalam buku Pararaton terbitan 1965 menyebut Ken Dedes adalah anak perempuan dari Empu Purwa, pendeta Buddha aliran Mahayana.
Sedangkan Babad Pasek yang telah diterjemahkan I Gusti Bagus Sugriwa (1976) menyebut ayah Ken Dedes adalah Empu Purwanatha, dan Mpu Purwa adalah saudara laki-lakinya.
Mpu Purwanatha awalnya tinggal di Daha, ibu kota Kerajaan Kediri, tapi karena perilaku Raja Kediri, Kertajaya (1194 - 1222 M) yang kejam dan tidak menghormati kaum brahmana, Mpu Purwanatha dan brahmana lainnya pindah.