Berita Bangkalan
Rakyat Mulai Resah dalam Menuangkan Kritik, Ini Kata Rois Syuriah PBNU KH Imam Bukhori Cholil
Keresahan masyarakat tumpah tidak terbendung setelah harga minyak goreng kemasan di Kabupaten Bangkalan terus melambung hingga kini menembus Rp 50ribu
Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Samsul Arifin
TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN – Carut marutnya penanganan masalah minyak goreng memantik beragam respon minor di kalangan masyarakat. Seperti yang tergambar dalam gelar ‘Ngopi’ atau Ngolah Pikiran di Ponpes Ibnu Cholil sekaligus kediaman Rois Syuriah PBNU, KH Imam Buchori Cholil, Jalan Halim Perdana Kusuma, Kota Bangkalan, Senin (21/3/2022) malam.
Keresahan masyarakat tumpah tidak terbendung setelah harga minyak goreng kemasan di Kabupaten Bangkalan terus melambung hingga kini menembus Rp 50 ribu per 2 liter. “Rakyat disuruh bertindak, namun apa?. Hanya masuk kuping kanan dan keluar kuping kiri,” ketus seorang warga dalam sesi tanya jawab.
Diskusi, tukar pendapat, hingga paparan gagasan itu tergelar pada Kunjungan Daerah Pilih (Kundapil) II Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKB Dapil XI Madura, H Syafiuddin. Kundapil yang dikemas dengan obrolan santai bertemakan, ‘Ngopi’ itu digelar dihadiri beberapa kyai, habib, ulama, cendikiawan, tokoh masyarakat, jurnalis, hingga aktivis LSM. Hujan deras memaksa acara dievakuasi ke Aula Yayasan Ibnu Cholil.
“(Penanganan masalah minyak goreng) tidak ada perubahan. Bahkan ada pernyataan bernada guyonan, ‘cabe mahal tanam cabe, minyak goreng mahal silahkan terapkan 5E, e kolop (dikukus), e kellah (digodok), e tonoh (dipanggang) dan lain sebagainya,” pungkas pria asal Kecamatan Geger itu.
Sebelumnya, moderator Dr Muhaimin dalam prolognya menyampaikan, telah terjadi degradasi atau penurunan berdemokrasi dalam merespon berbagai isu-isu terkini yang berhubungan dengan permasalahan kehidupan sosial, politik berbangsa dan bernegara.
Kaum ibu rumah tangga dan masyarakat luas disebut dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Syaichona Moh Cholil Bangkalan itu hanya bisa menjerit ketika dihadapkan pada ‘badai’ berkepanjangan minyak goreng.
“Indikatornya adalah oposisi yang sudah mulai padu, narasi media yang hampir seragam, serta ketakutan masyarakat untuk speak up atau bersuara lantang mengekspresikan berbagai aspirasi terkait kondisi sekarang ini. Indikator-indikator itu lah yang menyebabkan kehidupan berbangsa dan bernegara kita menjadi tidak sehat,” papar Dr Muhaimin.
Baca juga: Pengakuan Penyandang Disabilitas di Bangkalan hanya Dapat 10 persen Bantuan Covid, Sambat ke DPR RI
Gelar ‘Ngopi’ yang digagas Yayasan Ibnu Cholil dan Fraksi PKB DPR RI itu dihadiri beberapa kyai, habib, ulama, cendikiawan, tokoh masyarakat, jurnalis, hingga aktivis LSM. Hujan deras memaksa acara dievakuasi ke Aula Yayasan Ibnu Cholil.
Tuan rumah sekaligus Rois Syuriah, KH Imam Buchori Cholil menilai, telah terjadi ketidak seimbangan atau ketimpangan dalam menanggapi situasi terkini atas kebijakan-kebijakan pemerintah pusat, provinsi, hingga pemerintah kabupaten.
“Sekarang banyak fenomena atas kebijakan pemerintah, mulai dari minyak goreng dan gula juga terancam menjelang Bulan Ramadhan. Rakyat tampaknya sudah mulai putus asa dalam memberikan kritik atau teguran ke pemerintah,” tegas Ra Imam yang juga Anggota DPR RI Fraksi PKB periode 1999-2004 itu.
Ra Imam mengatakan, istilah ‘Ngopi’ sengaja diusung dengan harapan tidak menimbulkan beragam interpretasi bernuansa politik, Apalagi di tengah situasi yang sudah mulai memanas-memanas seperti sekarang ini,
Menurutnya, kondisi demokrasi terkini di Indonesia ini mulai agak kritis meskipun masih di stadium 1 atau 2. Namun, lanjut Ra Imam, kalau tdak segera ditangani dengan memunculkan kesadaran-kesadaran civil society maka demokrasi ke depan akan semakin tergerus dan berkembang ke arah tidak sehat bagi generasi muda di masa mendatang.
“Nah kalau negara kita yang katanya cukup kuat ini, mengurusi minyak goreng saja tidak mampu, apalagi mengurusi orang yang menggoreng. Jadinya kan ruwet, karena itu gampang ‘digoreng’ melalui media-media sosial. Ini lah yang harus kita pikirkan bersama, untuk kita berbangsa dan bernegara,” tegas Ra Imam.
Tidak hanya menyoroti permasalahan nasional terkait ‘badai’ berkepanjangan minyak goreng, Ra Imam juga menaruh perhatian atas semakin meredupnya unsur oposisi sebagai penyeimbang atas kebijakan atau kinerja Pemkab Bangkalan.
Sehingga memunculkan sudut pandang berbeda di kalangan masyarakat, ada yang memandang kondisi di Bangkalan saat ini sudah positif dan kondusif. Tetapi masalahnya, lanjut Ra Imam, status kondusif di Kabupaten Bangkalan tidak dibarengi dengan gerakan ataupun pembangunan di tingkat desa maupun kota.