Mahalnya Harga Pupuk non Subsidi, Petani Ini Membuat Pupuk Organik dari Kotoran Sapi, Begini Caranya

Caranya, kotoran sapi itu diracik dicampur dengan arang sekam, jerami, dedaunan, air secukupnya dan lima sendok makan gula pasir dan EM4

Editor: Samsul Arifin
Tribunnews.com
Ilustrasi sapi 

TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Di tengah terbatasnya kuota pupuk bersubsidi dan mahalnya harga pupuk non-subsidi, berbagai cara tengah dilakukan para petani

Satu diantara cara yang dirasa efektif yakni dengan membuat pupuk alami atau organik.

Seperti yang dilakukan Halid, petani asal Desa Kepuh Teluk, Kecamatan Tambak, Kabupaten Gresik. Ia mengaku membuat pupuk organik, terbuat dari kotoran sapi. Caranya, kotoran sapi itu diracik dicampur dengan arang sekam, jerami, dedaunan, air secukupnya dan lima sendok makan gula pasir dan EM4.

"Pupuk alami ini ternyata bagus juga buat tanaman, dan hasil tanamannya juga bagus," kata Halid, melalui sambungan selulernya, Jumat, 20 Mei 2022.

Halid mengaku untuk belajar secara otodidak membuat pupuk alami sendiri. Hal Ini dilakukanya karena dia menyadari akan keterbatasan pemerintah mencukupi kuota pupuk tersebut.

"Mau tidak mau harus bikin pupuk alami, karena mau beli pupuk non-organik mahal. Meski terkadang kalau ada uang, saya coba beli pupuk cair untuk membedakan hasil tanaman," katanya.

Baca juga: Update Kasus Penyelewengan Kasus Pupuk Bersubsidi, Polres Sampang Kembali Amankan Dua Tersangka Baru

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

Menurutnya, pupuk buatannya mampu membuat kesuburan tanah dalam waktu lama, sehingga tanaman yang ditanam di tanah bisa tumbuh subur dan berbuah lebat. Selain itu, kata dia, pupuk organik juga ramah lingkungan, mampu meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang ada di dalam tanah, dan mampu meningkatkan kemampuan tanah menyerap air.

"Tapi memang kalau dibandingkan dengan pupuk botolan masih kalah, karena yang botolan sudah ada anti hamanya, walaupun organik ya memang gak merusak lingkungan," ujarnya.

Senada juga disampaikan Setyo Budiawan, petani di Desa Sragi, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar. Ia mengaku menggunakan pupuk alami buatan poktan setempat, yakni pupuk biosaka, yang terbuat dari bahan alami dari rumput yang dicampur dengan air lalu dihancurkan.

"Setelah itu bisa langsung digunakan di lahan untuk semua jenis tanaman. Untuk pemilihan rumput harus memakai rumput yang sehat yang tidak tercampur bahan kimia, dan harus diketahui masa pertumbuhan rumput berada di fase vegetatif atau generatif," ujarnya.

Menurut Setyo, pupuk biosaka tidak hanya untuk tanaman padi, juga bisa digunakan untuk tanaman lain seperti, kopi, alpukat, durian, jagung, dan kedelai.

"Saya pakai pupuk ini sejak tahun 2021, dan hasilnya bagus. Cara gunakannya mudah, tinggal di semprot dari mulai nol hari sampai enam kali semprot. ini adalah solusi ketika di saat pupuk kimia semakin mahal dan langka," katanya.

Halid dan Setyo sangat memahami sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi setiap waktu, karena petani selama ini terlalu bergantung dengan pupuk kimia.

Akan tetap, mereka tetap berharap kepada pemerintah untuk melakukan penyempurnaan dan verifikasi data petani pada Sistem e-RDKK, dengan cara integrasi dengan NIK yang dikelola Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil, Kemendagri.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved