Berita Surabaya

Mulai Bersuara Pihak yang Merasa Janggal dengan Putusan Hakim non aktif Itong saat Pimpin Sidang

Mereka mulai bersuara bahwa perkara yang pernah dipegang oleh Itong dan Hamdan itu ada kejanggalan dalam putusan perkara

Editor: Samsul Arifin
Pexels
Ilustrasi palu peradilan - Mulai bermunculan pihak yang dirugikan atas kejanggalan Kepemimpinan hakim non aktif Itong dan Panitera Moh Hamdan 

Ronald menyampaikan jika sebelum lahirnya UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria (UUPA), Letter C/Girik/Petok D diakui sebagai bukti yang sah atas tanah. Namun, setelah UUPA terbit, sertifikat merupakan bukti kepemilikan yang lebih kuat.

"Status Petok D tidak ubahnya seperti Girik/Letter C yang dianggap sebagai bukti pembayaran pajak saja, namun bukan bukti kepemilikan," kata Ronald.

Terkait Mulya Hadi dkk mengajukan bukti Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah atau sporadik (diketahui Lurah Lontar tanggal 5 Desember 2016), Ronald menegaskan bahwa kliennya sudah menguasai sejak dari dulu.

“Padahal sejak dulu tanah itu dikuasai yayasan dan bahkan disewakan buat penitipan peralatan berat oleh Wijaya Karya sampai 2021. Kita kritisi surat keterangan dari lurah tersebut," ujarnya.

Sementara itu, perihal tertangkapmya Itong oleh KPK dalam kasus suap perkara lain, Ronald mengatakan tetap saja pihak yayasan tetap dirugikan.

"Putusan perkaranya yang merugikan yayasan sudah dibacakan. Hakim ketua tersebut terlibat kasus korupsi, meski hal itu bukan 100 persen bukti yang relevan,” katanya.

Terpisah, Humas PN Surabaya dikonfirmaso terkait tidak adanya panggilan relaas terhadap pihak tergugat mengatakan harus melakukan pengecekan.

"Mesti ngecek relaas panggilan yang ada dalam berkas," ucapnya.

Sementara itu, Mulyadi pengacara Itong yang mendampingi kasus suap menegaskan tidak bisa berkomentar. Sebab, perkara dengan CHHS tidak masuk dalam perkara yang sedang dia tangani saat ini.

"Saya tidak bisa komentar. Sebab tidak masuk dalam perkara yang sedang saya tangani. Memang ada tiga kasus yang dirangkai jaksa KPK. Kalau itu (perkara) tidak masuk," tegasnya.

Sedangkan Yohanes Dipa, kuasa hukum Mulya Hadi ketika dikonfirmasi terkait PK yang diajukan oleh pihak CHHS telah lewat masa tenggang.

"Bukti-bukti yang dianggap sebagai novum oleh Pemohon PK juga sudah pernah diajukan oleh Turut Termohon PK sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai Novum," tandasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved