Berita Jawa Timur
Cegah Kekerasan di Pondok Pesantren, PWNU Jatim Bentuk Pos Koordinasi dengan 40 Pesantren
Launching Posko Pesantren Ramah Anak akan dilakukan PWNU Jawa Timur dalam waktu dekat.
Penulis: Yusron Naufal Putra | Editor: Samsul Arifin
TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - PWNU Jawa Timur membentuk Pos Koordinasi di 40 pesantren dengan melibatkan pihak terkait.
Posko ini dibentuk sebagai upaya antisipasi dan pencegahan kekerasan di lingkungan pesantren.
Selain itu, melalui program itu pula diharapkan memberi tambahan jaminan bagi wali santri akan keberadaan putra-putrinya di ponpes.
Launching Posko Pesantren Ramah Anak akan dilakukan PWNU Jawa Timur dalam waktu dekat.
Wakil Ketua PWNU Jatim KH Abdussalam Shohib menyatakan pihaknya prihatin jika ada kasus kekerasan di Pesantren. Sehingga, dukungan penuh diberikan sebagai upaya konkret agar masalah kekerasan dan perundungan anak tidak terjadi di pondok pesantren di masa mendatang.
"Kita semua tentu prihatin peristiwa itu merupakan semacam peringatan kepada semuanya, terlebih kepada NU yang banyak pesantrennya," kata Gus Salam kepada wartawan, Rabu (21/9/2021).
Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar Jombang itu menyadari, kini pengasuh pondok pesantren memerlukan suatu cara yang sungguh-sungguh bisa diandalkan untuk mengelola santri yang tinggal di pesantren.
Apalagi, dengan jumlah santri yang mencapai belasan ribu. "Bisa dibayangkan bagaimana mengelola dan mengawasi sekian banyak santri, ini tentu bukan hal yang mudah. Tentu, pesantren telah membuat skema, manajemen dan lain sebagainya," ungkapnya.
Menurut Gus Salam, para kiai dan ulama pesantren di PWNU Jawa Timur, khususnya pengasuh pondok pesantren, berharap, di masa mendatang, pesantren bisa lebih dikelola dengan baik sehingga peristiwa yang memprihatinkan bisa dicegah agar tidak terulang lagi.
Baca juga: Program Beasiswa Pendidikan Bupati Pamekasan Dipuji Ketua PWNU Jatim: Harus Dukung Ra Baddrut
Informasi lengkap dan menarik PWNU Jawa Timur lainnya di Googlenews TribunMadura.com
Kasus kekerasan di lembaga pendidikan agama dan keagamaan tidak bisa dibenarkan. Sehingga, dibutuhkan regulasi sebagai langkah mitigasi dan antisipasi.
"Kekerasan dalam bentuk apapun dan di manapun tidak dibenarkan. Norma agama dan peraturan perundang-undangan jelas melarangnya," ungkapnya