Berita Madura
Keakraban Pertemuan Gus Miftah dengan Lora Se-Madura, Ungkap Alasan Kocak Kenapa Jarang ke Madura
Gus Miftah bersama para lora (kyai muda) se Madura Raya tersaji di tengah Selat Madura, Sabtu (5/11/2022). Gus Miftah berdakwah sambil berlayar
Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Aqwamit Torik
TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN – Suasana keakraban penuh rasa saling hormat antara Miftah Maulana Habiburrahman atau yang dikenal dengan Gus Miftah bersama para lora (kyai muda) se Madura Raya tersaji di tengah Selat Madura, Sabtu (5/11/2022).
Gus Miftah berdakwah sambil berlayar, mengapung bersama sebuah kapal penumpang.
Gelak tawa memecah gemuruh suara deru mesin dan hempasan angin kencang dermaga Pelabuhan Kamal, Kabupaten Bangkalan.
Sambutan hangat dari Pengasuh Ponpes Syaikhona Kholil, RKH Nasih Aschal (Ra Nasih), Ketua PCNU Bangkalan, KH Makki Nasir (Ra Makki), dan para lora itu tergambar begitu Gus Miftah menginjakkan kaki di geladak kapal feri, sekitar pukul 14.00 WIB.
Bahkan, Ra Makki yang duduk di kursi berdekatan dengan Gus Miftah, tidak banyak menyampaikan kalimat pembuka dalam kesempatan bertajuk, ‘Arabet Lampa Bersama Gus Miftah’ itu. Rasa saling menghormati tersirat dari mukadimah singkat Ra Makki.
Baca juga: Saat Gus Miftah Disambut Lora se Madura Raya di Tengah Laut, Tegaskan Madura Paling NKRI
Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunMadura.com
“Ingin motivasinya dan sebagainya. Agar kami semua mampu menjangkau segala elemen masyarakat, mewakili tidak hanya yang sarungan bahkan ada yang tidak berpakaian. Dan (kami) sudah tidak mampu untuk mendalami hal itu. Kalau kami ini hanya menyelam sambil minum air, hanya itu yang bisa saya sampaikan,” ungkap Ra Makki disambut gelak tawa Gus Miftah dan para lora.
Gus Miftah memang dikenal dengan metode dakwah bil hikmah (berdakwah dengan cara bijaksana), mau’idza hasanah (menasehati), dan al mujadalah (diskusi).
Dalam menyampaikan pesan dakwahnya, pimpinan Ponpes Ora Aji di Sleman, Jawa Tengah itu lebih memilih kalimat yang mudah dipahami dan diimbangi dengan humor.
Di hadapan para lora se Madura Raya, Gus Miftah menegaskan bahwa kehadiran dirinya dalam kesempatan dakwah berbalut silaturahmi bersama para lora se Madura itu bukanlah datang sebagai seorang teman, namun sebagai seorang sahabat.
Baca juga: Laporkan Seleb NM ke Polda Jatim, Lora Madura Gerah Kelakuan Sang Artis, Ini Tuntutannya
“Sahabat itu seperti mata dan tangan. Mata menangis, tangan mengusap. Tangan terluka, mata menangis. Bahasanya mungkin, bersedih dengan orang yang tepat lebih baik daripada berbahagia dengan orang yang salah,” terang Gus Miftah.
Gus Miftah juga mengocok perut para lora beserta sejumlah nyai yang turut hadir dalam kesempatan tersebut.
Termasuk adik Ra Nasih, RKH Karror Abdullah Aschal (Ra Karror) yang juga turut hadir bersama isteri.
“Video Ra Karror (duduk di pelaminan bersama dua isteri) saya posting. Yang senang minta ampun, yang sewot isteri saya. Itulah alasan kenapa saya jarang ke Madura. Walaupun saya sama Ra Nasih punya prinsip, nikah itu ibadah dan ibadah paling baik dilakukan secara sembunyi-sembunyi,” pungkasnya.
Bagi Ra Nasih, metode berdakwah Gus Miftah sebagai seorang da’i cenderung bisa diterima oleh semua kalangan karena memiliki metodologi dakwah yang dibutuhkan masyarakat saat ini. Termasuk masyarakat Madura.
“Gus Miftah memberikan motivasi dan inspirasi. Sekaligus memberikan kiat-kiat seperti apa kira-kira yang harus kami lakukan di Madura,” singkat Ra Nasih .
Baca juga: Pengancam Mahfud MD Divonis 16 Bulan Penjara, Lebih Ringan karena Lora Mastur Telah Dimaafkan
Disambut di Tengah Laut
Gelaran silaturahmi, pengajian, maupun dakwah di tempat mewah ataupun di atas pegunungan menjadi hal wajar. Namun ketika semua itu digelar di tengah laut, dari atas kapal di Selat Madura tentu menjadi hal menarik.
Seperti yang dilakukan Miftah Maulana Habiburrahman atau yang dikenal dengan Gus Miftah bersama sejumlah kiai dan lora (kiai muda), Sabtu (5/11/2022).
Bertemakan ‘Menjaga dan Merawat Kebhinekaan’, kehadiran Gus Miftah tidak lain untuk mengakomodir aspirasi Para Lora dan Gus Madura Raya serta Forum Bindereh (Ustad) Nusantara (Forbiru).
Pasalnya, belakangan ini muncul framing atau manipulasi informasi bahwa warga Madura tidak nasionalis dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Gus Miftah mengungkapkan, kesempatan silaturahmi bersama para lora yang ada di Madura sebagai bentuk jawaban framing yang kurang menarik di luar sana.
Menurutnya, bahwa ternyata Madura juga merupakan suatu daerah yang sangat dinamis, terbuka tanpa harus melupakan warisan para leluhur.
“Sangat-sangat dinamis, tentunya ini akan membawa berita baik untuk Bangsa Indonesia. Bahwa kalau ada orang kemudian bilang, ah orang Madura itu diragukan NKRI nya. Itu salah, (warga) Madura sangat Merah Putih,” tegas Gus Miftah.
Ia menjelaskan, kehadirannya juga memberikan motivasi, kiat-kiat, dan informasi kepada para lora atau kiai muda agar mampu tetap eksis di era media sosial tanpa harus menghilangkan kultur pesantren.
“Ini menarik. Pertemuan di tengah laut di atas kapal, ya saya baru ini,” pungkas pimpinan Pondok Pesantren (ponpes) Ora Aji di Sleman, Jawa Tengah itu.
Pengasuh Ponpes Syaikhona Kholil, RKH Nasih Aschal (Ra Nasih) mengungkapkan, tujuan kegiatan bersama Gus Miftah untuk merespon keresahan bersama atas persoalan terorisme dan radikalisme yang terjadi di Madura akhir-akhir ini.
“Madura dianggap sudah mulai muncul (radikalisme dan terorisme). Kami semua prihatin dengan adanya kasus-kasus yang membuat Madura tercitrakan kurang bagus. Hasil dari diskusi, kami menyimpulkan bahwa sebenarnya Madura masih kondusif, Madura ini masih aman, Madura masih memegang prinsip leluhurnya,” ungkap Ra Nasih.
Ia menegaskan, hingga saat ini warga Madura masih memegang teguh dan mentaati filosofi ‘Buppak (orang tua), Guruh (guru), dan Ratoh (ratu).
Namun persoalan framing-framing yang membuat seolah-olah Madura ada masalah besar.
Karena itu, lanjut Ra Nasih, para kiai dan lora se Madura akan kembali membangun persepsi bahwa Madura tidak seperti framing yang diletupkan.
Dengan cara mengoptimalkan potensi SDM kiai dan lora melalui dakwah agar lebih menyentuh ke semua lini.
“Hari ini tercerahkan, betapa selama ini kita masih bergerak di wilayah yang sama. Sehingga ke depan akan lebih merangkul para pemuda, merangkul semua elemen masyarakat sebagai sasaran dakwah. Sehingga nantinya Madura bukanlah wilayah yang mengkhawatirkan,” tegasnya.
Disinggung kepada memilih Gus Miftah? Ra Nasih menilai Gus Mifta sebagai seorang da'i yang cenderung bisa diterima oleh semua kalangan dan memiliki metodologi dakwah yang dibutuhkan masyarakat saat ini. Termasuk masyarakat Madura.
“Gus Miftah memberikan motivasi dan inspirasi. Sekaligus memberikan kiat-kiat seperti apa kira-kira yang harus kami lakukan di Madura,” pungkas Ra Nasih.
Sementara Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Pamekasan, Maltuful Anam menilai Gus Miftah merupakan salah satu tokoh mubaligh yang inovatif dan berani keluar dari ide-ide mainstream dalam dakwah.
“Tokoh entertain, tokoh kyai yang bisa diterima kalangan muda Islam terutama Islam yang moderat bahkan kalangan di luar Islam pun sangat menyukai dan mengagumi. Beliau membuat metode-metode baru yang kemudian bisa diterima di semua kalangan.
Ra Anam bertolak dari Kabupaten Pamekasan bersama puluhan lora muda dengan menggunakan empat unit mobil.
Ia menilai, religi dan digital di era android seperti saat ini sudah tidak bisa dipisahkan. Masyarakat perlahan mulai meninggalkan televisi dan berpindah ke YouTube, Tiktok, dan medsos lain.
“Sampai anak-anak pun pegang itu semua. Oleh karena itu, untuk mengenalkan Islam, mengenalkan internalisasi ajaran-ajaran Islam terutama Islam yang moderat, tentunya kita harus menguasai yang namanya digitalisasi. Apalagi sekarang di era 5.0. Gus Miftah bisa menguasai semua itu,” pungkasnya.