Perempuan Madura
Imamatul Khair 'Wanita Terkas' Madura, Kuliah S2 di Amerika dengan Fulbright: Balibis Mole Ka Rabana
Imamatul Khair, perempuan Madura yang berhasil melanjutkan studi di Amerika Serikat. Iim menceritakan awal perjalanannya mengikuti seleksi Fulbright.
TRIBUNMADURA.COM - Imamatul Khair, perempuan asli Madura dengan berjuta minat dalam bidang kepenulisan, literasi dan pemberdayaan pemuda ini berhasil mewujudkan mimpinya untuk melanjutkan studi di luar negeri.
Iim sapaan akrabnya, ingin berkuliah Master di luar negeri karena ia ingin kembali ke tanah kelahirannya, Madura, dengan kondisi ilmu yang lebih baik.
Tekadnya yang kuat untuk bisa berkuliah di luar negeri dimulai dengan mendaftar beasiswa MOE Taiwan Scholarship, beasiswa yang tidak ia pikirkan sama sekali.
Namun, Iim harus melepas beasiswa ini demi beasiswa lain yang lebih ia prioritaskan.
Dikarenakan situasi pandemi mengubah banyak hal dalam urusan imigrasi dan kampus, keberangkatan Iim yang semula Juli ditunda menjadi September.
Hanya saja, pada bulan Juli, ia dihadapkan dengan dua pilihan yang begitu berat. Iim dipanggil untuk wawancara beasiswa Fulbright di Kantor AMINEF Jakarta.
Kebingungan sempat melandanya. Fulbright belum mengumumkan peserta yang lulus. Ia sempat membuat pihak NCTU dan beasiswa MoE Taiwan menunggu-nunggu.
Tepat pada 7 September 2020, perempuan Madura ini melayangkan surat pengunduran diri kepada MoE Taiwan Scholarship.
Baca juga: Anaknya Diberi Beasiswa Kuliah ke China, M. Sito Minta Baddrut Tamam Nyalon Bupati Pamekasan Lagi
Mimpi Iim Jadi Fulbright Grantee
Imamatul Khair mendaftar beasiswa Fulbright sekitar bulan Januari 2020.
Fulbright Scholarships adalah program yang ditawarkan oleh pemerintah Amerika Serikat untuk warga negara Indonesia.
Beasiswa ini rutin diadakan setiap tahunnya dalam dua jenis, yaitu Fulbright Master’s Degree Scholarship dan Fulbright Doctoral Degree Scholarship, dengan beasiswa penuh.
Iim menceritakan awal perjalanannya mengikuti seleksi Fulbright.
Dengan mengantongi berbagai pengalaman dalam bidang kepenulisan, pendidikan, dan kerja profesional di salah satu perguruan tinggi negeri, ia akhirnya dipanggil untuk wawancara.
"Dari perjalanan mendapatkan beasiswa Fulbright ini, saya semakin percaya bahwa di setiap seribu langkah yang kita lakukan, pasti ada satu pintu untuk kita," ungkapnya.
Iim pun sempat belum mendapat kepastian dari Fulbright. Namun, tak sampai satu minggu kemudian, notifikasi email berhasil meluruhkan semua benteng ketakutannya.
"Alhamdulillah, saya diterima sebagai alternate candidate," tulisnya di website dikutip TribunMadura.com, Rabu (21/6/2023).
Hampir satu tahun menunggu kepastian, akhirnya, AMINEF kembali mengirimkan notifikasi bahwa statusnya sudah berubah menjadi principal candidate.
Itu artinya ia memang benar terpilih menjadi penerima beasiswa Fulbright.
Pilihan pertamanya sebetulnya adalah University of Georgia, namun karena pertimbangan tertentu, ia memantapkan pilihan untuk berkuliah di UMass Amherst untuk dua tahun program Master di Amerika.
Ia melanjutkan studi di University of Massachusetts Amherst, Massachusetts United States dengan memilih fokus kajian dan jurusan pada bidang bilingualism, English as second language, dan multicultural education.

Baca juga: Perempuan Madura, Dwi Ratih Ramadhany Kegemaran Menulis Bermula dari Cerita Nenek Sewaktu akan Tidur
Bangga Jadi Orang Madura dan Indonesia
Iim lahir dan dibesarkan di sebuah desa di Kabupaten Sumenep, Madura. Semua orang menjulukinya wanita terkas. Ia mungkin berbeda dari wanita Madura kebanyakan.
Kata dari Bahasa Madura ini mencirikan semua yang ada dalam dirinya seperti mandiri, bebas berekspresi, berani, nyeni, dan suka mengembara.
Selama berkuliah di Amerika, lulusan S1 Sastra Inggris Universitas Airlangga itu bangga membawa identitasnya sebagai orang Madura dan Indonesia.
"Pada saat di Amerika, yang paling ditunjukkan ke orang-orang bahwa aku adalah orang Indonesia adalah lewat hijab. Indonesia adalah negara dengan mayoritas Muslim. Identitas multilingualisme yang tidak dimiliki orang Amerika inilah yang aku tunjukkan, lalu juga lewat berbicara beberapa bahasa," jelasnya.
Identitas Indonesia menurutnya juga berkaitan dengan budaya. Iim pun mengenalkan batik ketika berkuliah di sana.
"Aku ada projek Batik Arts di sana, melakukan workshop tentang batik yang sudah dimodifikasi dengan pendekatan bilingual. Aku bangga menjadi orang Indonesia dengan segala macam budaya yang ada, termasuk nilai-nilai ketimuran yang dimiliki," imbuhnya.
Kebanggaannya sebagai orang Madura juga ia tunjukkan selama berkuliah di Amerika Serikat.
"Identitas sebagai Madura wajib ditunjukkan. Orang Madura itu gigih dan participating, aspirative menyumbangkan ide-ide untuk pengembangan. Mereka bisa melihat orang Madura dan Indonesia bukan hanya identitas religius, tapi juga memiliki etos kerja yang baik.
Baca juga: Keramatnya Bujuk Ponjuk di Sumenep, Dua Makam Bersejarah Wisata Religi Jujugan Masyarakat Madura
Balibis Mole Ka Rabana
Balibis mole ka rabana, pepatah Madura yang berarti burung belibis kembali ke sarangnya. Anggap saja diaspora Indonesia seperti burung belibis yang pergi bertandang ke berbagai kota di Amerika Serikat.
Di suatu waktu, burung belibis akan mencari tempat untuk saling berkumpul bersama kerabatnya yang lain. Sebagai orang Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat, ada banyak bucket list yang ingin dilakukan Iim.
Salah satunya mengunjungi belibis lain untuk bertukar sapa dan cerita. Daerah bagian Arizona menjadi tujuannya. Arizona bukan satu-satunya daerah padang pasir di Amerika Serikat. Ia pergi ke Arizona bersama teman-teman Fulbrighter lainnya.
Tips dan Trik hingga Suka dan Duka

Kepada TribunMadura.com, Iim juga menceritakan suka dan dukanya berkuliah di luar negeri.
"Dukanya banyak. Kuliah di luar negeri mengasyikkan, melihat gedung-gedung bertingkat bersejarah pasti ada, ada excitement seperti itu, tapi tidak bisa berkumpul dengan keluarga, mencari alternatifnya dengan membentuk komunitas di sana," tuturnya.
Hal yang disukainya dengan universitas di Amerika yakni karena universitas di sana terbuka dengan partisipasi mahasiswa di mana sangat mengapresiasi dan memberikan ruang untuk berbicara. Ilmu pengetahuannya tidak hanya dari dosen dan profesor, namun juga dari mahasiswa.
Banyak sekali bantuan-bantuan kelas untuk meningkatkan kemampuan dari mahasiswa ketika di Amerika.
Namun, menurutnya secara lingkungan sosial tidak seaktif di Indonesia. Kurangnya yakni dalam hal bersosialisasi.
Baca juga: 5000 Santri Pamekasan Dapat Beasiswa Pendidikan, Bupati Pamekasan Klaim Lebih dari Target
Tempat Tinggal dan Makanan Khas di Madura
Iim tinggal di Sumenep, Desa Manding, sekira 8-10 km ke Sumenep, di mana tempat tinggalnya ini dikelilingi sawah-sawah.
Kebanyakan profesi warga Sumenep di sana adalah guru dan pedagang.
Tempat wisata di sana yakni Pantai Selopeng yang perjalanan ke sana sekira 30 menit, di mana ramai sekali ketika Hari Raya Ketupat.
Makanan khasnya antara lain keripik singkong, soto Madura, dan rujak.
Kontribusi untuk Masyarakat Madura
Saat ini, Iim merintis sebuah perusahaan bernama Sastra Lingua Indonesia yang bergerak di bidang penerjemahan, penyuntingan, pelatihan bahasa asing, konsultasi pendidikan, dan pendidikan anak usia dini.
Ia berharap hal-hal ini dapat meningkatakan daya sains dan kolaborasi orang Madura dengan sekitarnya.
Ia merintis agensi layanan bahasa sejak di bangku kuliah. Mulai tahun 2019, perusahan kecil-kecilan ini sudah berjejak digital dan telah menjangkau pengguna dari berbagai instansi.
Layanan yang disediakan meliputi terjemahan, proofreading, managemen sitasi dan daftar pustaka, kepenulisan, dan kursus bahasa. Kami telah menangani lebih dari 200 klien per tahun.
Baca Berita Madura lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.