Budaya Madura
Menguak Peninggalan Sejarah Candi Burung di Proppo, Dikenal Kota Pemerintahan Tertua di Pamekasan
Diceritakan pada pertengahan abad 15, di Parupuh datanglah seorang yang bernama Raden Ario Menak Senoyo asal dari Palembang.
Penulis: Kuswanto Ferdian | Editor: Ficca Ayu
TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Muasal tercetusnya nama Kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan, Madura menyimpan banyak kisah sejarah.
Konon zaman dahulu, Kecamatan Proppo dikenal sebagai Kota Pemerintahan tertua di Pamekasan.
Merujuk pada buku Sejarah Pamekasan dan Panembahan Ronggosukowati yang ditulis Drs Bambang Hartono, diceritakan pada pertengahan abad 15, di Parupuh datanglah seorang yang bernama Raden Ario Menak Senoyo asal dari Palembang.
Dia adalah putra dari Raden Ario Damar dan Hendang Sasmito Puro (Ibunya) asal dari Gunung Ringgit.
Ayah Raden Ario Menak Senoyo di zaman itu juga dikenal dengan panggilan Ario Dilah.
Baca juga: Sejarah Ditemukannya Kesenian Topeng Dalang di Proppo Pamekasan, Ki Pratolo Jadi Perintis Utama
Dahulu kala, Ario Dilah ini mengabdi kepada Ayahnya.
Ia mendapat tugas untuk bertempur melawan Bali.
Setelah menaklukkan Bali, Ario Dilah diangkat jadi Sultan di Palembang.
Tak lama kemudian, Sultan Palembang diberi karunia oleh ayahnya, yaitu putri Cina bernama Dewi Kian yang dalam keadaan hamil.
Dewi Kian ini merupakan selir dari Ayah Ario Dilah.
Di waktu zaman Budha, mengganti selir seorang ayah atau ibu tiri tidak menjadi suatu halangan atau masalah.
Setelah diberi karunia itu, Raden Ario Damar belum berani kumpul tidur dengan Dewi Kian hingga melahirkan.
Dari kehamilannya itu, Dewi Kian melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Patah.
Setelah melahirkan Raden Patah itu, Dewi Kian secara resmi menjadi permaisuri Raden Ario Damar.
Baca juga: Mengulas Sejarah Singkat Tercetusnya Nama Masjid Jami Pamekasan, Menyisakan Peninggalan Wali Songo
Dari perkawinan keduanya, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Hoesin yang kemudian bergelar Adipati Tondo Terung dan Raden Ario Menak Senoyo.
Kemudian setelah beranjak dewasa, Raden Patah anak pertama Dewi Kian berangkat dari Palembang menuju tanah Jawa.
Tidak lama dari keberangkatan Raden Patah ke tanah Jawa itu, Ario Menak Senoyo mengikuti jejak saudaranya berangkat ke tanah Jawa pula dan akhirnya bertempat tinggal di Parupuh yang saat ini masyarakat Pamekasan mengenal dengan sebutan Kecamatan Proppo.
Di Parupuh inilah Ario Menak Senoyo membabat hutan dan membuat lahan pertanian serta beberapa potensi lainnya yang ada sehingga suasana di tempat itu cukup berbeda dari tempat lainnya.
Tidak lama kemudian, Ario Menak Senoyo kawin dengan peri (bangsa Jin) bernama Nyai Peri Tunjung Biru Bulan.
Dari perkawinan itu, mereka dikaruniai putra bernama Ario Timbul.
Setelah dewasa, Ario Timbul kawin dan dikarunai seorang anak bernama Ario Kedut.
Lalu menginjak dewasa, Ario Kedut kawin dengan perempuan dan mempunyai anak bernama Ario Pojok yang kemudian menjadi kamitua (kepala dusun) di Pamadekan Sampang.
Di tempat Parupuh itulah akhirnya Ario Menak Senoyo memerintah.
Bahkan orang tua terdahulu mengatakan bahwa di Kota Parupuh itu sebagai kota pemerintahan tertua di Pamekasan.
Masyarakatnya di zaman tersebut menganut agama Hindu dan Budha.
Hal ini terlihat dengan adanya rencana Ario Kedut yang ingin membangun sebuah candi yang diberi nama 'Candi Gayam'.
Baca juga: Sejarah Berdirinya K-Conk Mania Suporter Madura United, Simak Arti Nama dan Logo Kepala Sapi Merah
Candi ini dibangun tidak ubahnya seperti candi-candi lainnya di Tanah Jawa.
Sedangkan arca-arcanya didatangkan dari luar Madura.
Pengiriman sejumlah arca itu melalui Pantai Talang Siring.
Bahkan suatu ketika, Ario Kedut memesan arca yang besar yang konon diberi nama Arca 'AVALOKIPERVARA dan SAMPUHUT' yang kemudian gagal masuk ke daerah Madura.
Menurut cerita orangtua terdahulu, arca tersebut sengaja ditolak oleh beberapa warga setempat yang pada masa itu sudah menganut agama baru yaitu Islam yang zaman itu pula agama Islam mulai masuk ke Madura bersamaan dengan masuknya ke tanah Jawa melalui para pedagang dari Gujarat (Negara bagian India).
Karena penolakan itu, pembangunan candi pun gagal dilanjutkan.
Kini tempat tersebut pleh warga Pamekasan dikenal dengan sebutan Kampung Candi Burung.
Burung ini merupakan Bahasa Madura yang dalam terjemahan Bahasa Indonesia memiliki arti gagal.
Kampung Candi Burung ini letaknya berada kurang lebih 2 Km dari Desa Jambringin yang dahulu dikenal dengan sebutan Jamburingin yang masuk dalam wilayah Kecamatan Proppo.
Hingga kini sisa-sisa pembangunan Candi Burung itu masih ada.
Sisa-sisa pondasinya tertimbun dalam tanah sekitar 1,5 M.
Sisa-sisa pondasi Candi Burung tersebut ditemukan pada tahun 1987 silam.
Bahkan ada pula orang yang menemukan beberapa arca yang akhirnya dibeli seseorang berketurunan Cina.
Baca Berita Madura lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com
TribunMadura.com
Kecamatan Proppo
Kabupaten Pamekasan
Tribun Madura
Panembahan Ronggosukowati
Raden Ario Damar
Hendang Sasmito Puro
Gunung Ringgit
madura.tribunnews.com
Senjata Celurit Punya Filosofi dan Identitas Orang Madura, Takabuwan Salah Satu Jenis Celurit |
![]() |
---|
Baju Pesaan atau Baju Sakera, Pakaian Adat Khas Madura, Simbol Menghargai Kebebasan |
![]() |
---|
Celurit Simbol Kejantanan Laki-laki, Identitas Orang Madura, Carok Alami Pembengkokan Makna |
![]() |
---|
Mengenal Budaya dan Seni yang Ada di Madura, Ada Karapan Sapi di Sumenep hingga Tari Moang Sangkal |
![]() |
---|
Inilah Baju Pesaan, Pakaian Adat Khas Madura yang Biasa Disebut Baju Sakera, Ada Simbol Filosofis |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.