Berita Surabaya

Mitos Buaya Putih di Sungai Brantas, Ibu dari Korban Tenggelam Sebut Anaknya Dibawa ke Enceng Gondok

Sumiarti, ibu korban mengaku telah mendapat firasat dua buah hatinya hanyut di sungai ada kaitannya dengan cerita yang santer itu

Penulis: Tony Hermawan | Editor: Samsul Arifin
TribunMadura.com/Tony Hermawan
Tim SAR gabungan mencari keberadaan balita tenggelam di Sungai Brantas wilayah Kedurus. 

TRIBUNMADURA.COM -  Bicara soal angker dan misteri, Kali Brantas menjadi salah satu sungai yang paling banyak menyimpan misteri dan sejarah.

Setiap kali ada kejadian kecelakaan di sungai kerap dikait-kaitkan dengan cerita mistis. Penunggu gaib yang cukup kondang di telinga masyarakat adalah siluman buaya putih.

Termasuk kejadian adik kakak usia balita tenggelam di Sungai Brantas wilayah Kedurus. Sumiarti, ibu korban mengaku telah mendapat firasat dua buah hatinya hanyut di sungai ada kaitannya dengan cerita yang santer itu.

"Saya ketika pingsan seperti melihat anak-anakku ditarik-tarik buaya putih. Mereka dibawa ke enceng gondok," kata Sumiarti.

Ibu usia 43 tahun ini juga menceritakan saat pingsan alam bawah sadarnya seperti melihat kronologi kejadian itu. Semula dua anaknya bermain pasir dekat sungai. Lalu anak bontotnya terpleset.

Baca juga: Tolong Anak Kita Dibawa Buaya Putih, Ibu Balita Tenggelam di Sungai Brantas Pingsan Berulang Kali

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

"Latif itu yang masuk pertama ke sungai. Sinta, kakaknya seperti ingin menolong, tapi malah ikut hanyut," ucap Sumiarti.

Siti Jumrotin seorang psikolog menanggapi firasat tersebut dengan bijak. Ia meyakini buaya putih merupakan mitos yang dipercayai oleh sebagian warga atau masyarakat sekitar.

Kadang - kadang  masyarakat enggan bertanggung jawab atas sebuah kelalaian dalam berperilaku sehari-hari, sehingga membentuk defence mechanisme mengaitkan suatu kejadian dengan hal-hal yang tidak kasat mata atau berbau mistis.

Psikolog berusia 53 tahun ini menilai tragedi ini dipicu kesalahan banyak pihak. Warga yang tinggal di bantaran sungai tidak memasang papan himbauan atau larangan bagi anak anak untuk tidak bermain di dekat aliran Sungai Brantas.

Sehingga anak-anak tidak mengerti akan bahaya bermain di pinggir Sungai Brantas yang arusnya deras dan dalam.

"Sebaiknya pemukiman di pinggir sungai besar terpasang pembatas atau papan himbauan.  Supaya kejadian seperti ini tidak lagi terulang," himbau psikolog yang biasa disapa ibu Rotin ini.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved