Bangga Madura

Mengulas Sejarah Pamekasan, Dikenal sebagai Pamelingan, Negara Boneka Belanda pada Tahun 1948

Wilayah Pamekasan sebelumnya dikenal sebagai Pamellengan atau Pamelingan, dengan rajanya Ki Wonorono, keturunan dari Raja Majapahit Wikramawardhana.

Editor: Ficca Ayu
pamekasankab.go.id
Wilayah Pamekasan sebelumnya dikenal sebagai Pamellengan atau Pamelingan. 

Masa pergerakan nasional mencatat peran putra Pamekasan, Mohammad Tabrani (1904-1984), seorang jurnalis dan tokoh Jong Java. Mohammad Tabrani menjadi Ketua Kongres Pemuda I pada tahun 1926 di Batavia. Dalam kongres tersebut Tabrani mengusulkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, sedangkan Mohammad Yamin mengusulkan Bahasa Melayu.

Baca juga: Menguak Peninggalan Sejarah Candi Burung di Proppo, Dikenal Kota Pemerintahan Tertua di Pamekasan

Pada masa pendudukan Jepang diberlakukan tindakan keras dan kejam terhadap rakyat. Di antara korbannya adalah Bupati Pamekasan R. Ario Abdul Aziz (1934-1942), pendiri satu-satunya MULO di Madura (1941, sekarang SMP 1 Pamekasan), yang dibunuh karena menentang romusha. Bupati Pamekasan lalu dijabat oleh R. Zainal Fattah (1942-1950), penulis buku "Sedjarah Tjaranja Pemerintahan di Daerah-Daerah di Kepulauan Madura dengan Hubungannja" (1951) salah satu rujukan mengenai sejarah Madura. Jalur kereta api Pamekasan-Kalianget dibongkar oleh Jepang untuk digunakan sebagai bahan pembuatan peralatan perang. Jepang melatih opsir-opsir Pembela Tanah Air (PETA) dari pemuda Madura yang kemudian ditempatkan di daidan-daidan (batalion) di Madura. Pada tahun 1944 Daidan Pamekasan dikomandani oleh Daidanco K.H. Amin Jakfar (l. 1905).

Setelah proklamasi kemerdekaan Belanda berusaha berkuasa kembali dengan melancarkan agresi militer. Kiai H. Amin Jakfar menjadi pimpinan Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) wilayah Madura, salah satu badan perjuangan yang melakukan perlawanan kepada Belanda selain Tentara Nasional Indonesia (TNI) Resimen Jokotole, laskar Sabilillah, laskar Hizbullah, dan lainnya. Belanda berhasil memasuki Kota Pamekasan pada 6 Agustus 1947, setelah mendarat di Camplong dan Branta Pesisir pada 4 Agustus 1947. Pemerintahan Karesidenan Madura diungsikan ke Pegantenan. Bupati Pamekasan R. Zainal Fattah ditunjuk sebagai wakil residen karena Residen R.A.A. Cakraningrat sakit. Dalam aksinya Belanda dibantu oleh Barisan Tjakra Madoera yaitu pasukan KNIL yang dibentuk kembali.

Pada tanggal 16 Agustus 1947 pagi, bertepatan dengan 29 Ramadhan 1366 H, terjadi pertempuran di depan Masjid Jamik dalam serangan umum ke markas Belanda di lokasi Pos Kesehatan Kodim saat ini. Belanda sempat terdesak keluar Kota Pamekasan tetapi kemudian mendapat bantuan dari pasukan mereka di Sampang. Puluhan pejuang yang gugur dalam pertempuran ini dikuburkan massal oleh Belanda di area tersebut, sebelum dipindah ke Taman Makam Pahlawan Panglegur pada tahun 1972. Peristiwa ini menjadi latar belakang penamaan Masjid Jamik Asy Syuhada’ pada tahun 1980.

Para pejuang terus melakukan serangan terhadap gerak maju Belanda dengan amunisi yang terbatas. Pada akhir 1947 setelah seluruh Madura dikuasai oleh Belanda, Resimen Jokotole hijrah ke Jawa dengan menembus blokade Belanda. Sebagian pejuang yang gugur dalam perang kemerdekaan diabadikan namanya menjadi nama jalan di Pamekasan. Di antaranya Sersan Mesrul yang gugur di Klampar, Letnan Maksum yang gugur di Waru, dan K.H. Amin Jakfar yang gugur di Jombang pada Desember 1948. Monumen Arek Lancor didirikan pada tahun 1985 untuk mengenang perjuangan rakyat Pamekasan.

Pada tahun 1948 Belanda membentuk Negara Madura sebagai negara boneka beribukota di Pamekasan. Negara Madura mendapat penolakan dari rakyat dan dibubarkan pada tahun 1950. Setelah bergabung kembali dengan Republik Indonesia, Karesidenan Madura diserahterimakan kepada pejabat baru R. Soenarto Hadiwidjojo (l. 1905), yang juga menjadi Residen Madura terakhir (1950-1963). Di antara kebijakan putra Pamekasan ini selama menjabat yaitu menggalakkan reboisasi dengan penanaman pohon buah untuk meningkatkan penghasilan rakyat, mendirikan Yayasan Dharma Siswa yang membangun stadion di tengah Kota Pamekasan (tempat karapan sapi tahunan piala presiden) dan kompleks olahraga Nyalaran, mendirikan puluhan sekolah di Madura di antaranya SMA pertama di Madura (sekarang SMA 1 Pamekasan), juga memberikan beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa Madura. Kabupaten Pamekasan menjadi bagian dari Provinsi Jawa Timur berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950.

Baca Berita Madura lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved