Hikmah Ramadan

Hari Raya, Antara Tradisi dan Tuntunan Syariat

Cara beragama Umat Islam di Indonesia sudah memiliki tradisi dan berjalan bertahun-tahun tanpa ada yang mempermasalahkan.

Editor: Taufiq Rochman
Istimewa
KH Makruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim 

Kebahagian dan kesenangan ini memang sudah dijalankan oleh umat Islam sejak generasi awal bersama Nabi, boleh mengisi kegiatan hari-hari bahagia dengan cara-cara yang tidak dilarang dalam agama. Istri Baginda Nabi, Aisyah menceritakan: “Nabi mendatangi saya bersama 2 wanita yang menyanyi.

Lalu Nabi tiduran di lantai dan memalingkan wajahnya. Abu bakar datang memarahi para penyanyi. Nabi bersabda: “Biarkan mereka” (HR Al-Bukhari)

Hadis ini menganjur-kan melapangkan keluarga di hari raya dengan banyak hal yang dapat membaha-giakan hati setelah menjalani beratnya beribadah. Dan menampakkan kesenangan di hari raya adalah syiar agama (Fath Al Bari, 3/371)

Puasa Syawal dan Ketupat

Di dalam syariat kita ada anjuran puasa lanjutan setelah, yakni puasa sunah 6 hari di bulan Syawal.

Saat saya kecil di kampung, keesokan setelah hari raya atau Syawal kedua acara unjung-unjung masih berlanjut, namun sesepuh dan tokoh agama masih berpuasa dan tetap berada dalam suasana keakraban.

Suguhan minuman dari sirup yang beraneka ragam tetap disediakan oleh tuan rumah, dan mereka memahami jika tamunya tidak minum karena sedang puasa sunah ini.

Hadis tersebut: "Barangsiapa berpuasa , kemudian dilanjutkan dengan enam hari pada bulan Syawal, maka seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR Muslim).

Bahkan kesempatan puasa ini digunakan sebagai qadha’ atau membayar hutang puasa jika selama Ramadan ada yang batal karena sakit, musafir atau sedang berhalangan bagi wanita.

Ijtihad ulama kita memang membolehkan menggabung niat beberapa puasa sunnah seperti puasa Arafah dan puasa Senin/Kamis, sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Kurdi.

Bahkan menurut Imam Al-Barizi puasa sunnah seperti hari ‘Asyura, jika diniati puasa lain seperti qadha Ramadan tanpa meniatkan pauasa Asyura’ tetap mendapatkan pahala keduanya.

Adapun puasa 6 hari bulan syawal jika digabung dengan qadha ramadhan, maka menurut imam Romli mendapatkan pahala keduanya.

Lebih lanjut Imam Nawawi menjelaskan “Puasa 6 hari Syawal tidak harus berurutan, boleh dipisah atau diakhirkan dari Syawal” (Syarah Muslim, 8/56)

Setelah selesai puasa 6 hari ada tradisi hari raya ketupat. Bolehkan ada istilah hari raya? Dan bukankah Nabi hanya mengakui 2 hari raya dan tidak mengakui selain Idul Fitri dan Idul Adha? Nabi bersabda: "Sungguh bagi setiap kaum memiliki hari raya. Dan ini adalah hari raya kita" (HR Bukhari dan Muslim)

Mufti Al-Azhar juga menjawabnya: “Tidak ada dalil yang melarang untuk menampakkan rasa bahagia di selain 2 hari raya tersebut.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved