Kilas Balik
Kisah Karomah Syaikhona Kholil Bangkalan saat Disambati Petani: Kalimat Qoma Zaidun Jadi Penangkal
Inilah kisah karomah Syaikhona Kholil Bangkalan, Madura yang menceritakan tubuh pencuri timun terbujur kaku, tegak berdiri, tidak bisa didudukkan
Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Taufiq Rochman
Laporan Wartawan TribunMadura.com, Ahmad Faisol
TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN – Inilah kisah karomah Syaikhona Kholil Bangkalan, Madura yang menceritakan tubuh pencuri timun terbujur kaku, tegak berdiri, tidak bisa didudukkan usai mencuri di ladang para petani.
Kisah tersebut tertulis dalam sebuah buku berjudul Surat Kepada Anjing Hitam, karya Saifur Rahman.
Mulanya peristiwa tersebut didasari atas keresahan para petani timun yang kerap kali menjadi korban pencurian.
Di mana dalam setiap masa panen, timun selalu dicuri maling.
Kondisi ini kemudian mendorong para petani bersepakat untuk sowan ke Mbah Kholil, dengan harapan mendapatkan solusi.
Saat ditemui para petani, Mbah Kholil sedang mengajarkan Kitab Nahwu Jurmiyah, kitab tentang tata bahasa arab untuk para santri tingkat pemula.
Para petani pun melontarkan bahwa akhir-akhir ini ladang timun para perani selalu menjadi sasaran maling.
“Kami mohon kepada kyai (Mbah Kholil) untuk penangkalnya,” keluh seorang petani.
Keluh kesah atas maraknya kasus pencurian timun itu disampaikan para petani di kala pembahasan Kitab Nahwu Jurmiyah oleh Mbah Kholil sampai pada kalimat Qoma Zaidun yang berasal dari kata Zaid, artinya telah berdiri.
“Karena pengajian ini sampai pada Qoma Zaidun, ya Qoma Zaidun ini saja dipakai sebagai penangkalnya,” ungkap Mbah Kholil.
Berbekal keyakinan dari Mbah Kholil, para petani keesokan harinya kembali beraktifitas di ladang mereka.
Namun setiba di ladang, para petani dibuat kaget dengan keberadaan beberapa sosok pria yang berdiri seperti patung, tidak bisa didudukkan.
Ternyata pria-pria itu adalah pencuri timun yang selama ini meresahkan di kala setiap masa penen.
Upaya para petani membuat tubuh para pencuri timun itu duduk tidak pernah membuahkan hasil.
Kejadian di luar akal manusia itu merebak di khalayak masyarakat.
Para petani kemudian memutuskan kembali ke Mbah Kholil untuk menceritakan peristiwa yang terjadi di ladang-ladang timun mereka.
Setelah berbincang sejenak, Mbah Kholil kemudian membekali para petani dengan segelas air penangkal yang nantinya dipercikkan ke tubuh para pencuri timun.
Hanya sekali percik, tubuh para pencuri timun jatuh, lunglai dengan posisi duduk.
Sejak saat itu, tidak pernah lagi terjadi pencurian timun di ladang-ladang para petani.
Sebagi ungkapan terima kasih, para petani timun berbondong-bondong bersedekah timun ke pesantren dengan diangkut dokar.
Dari peristiwa tersebut bisa dipetik pelajaran bahwa kalimat Qoma Zaidun hanyalah sebaris huruf.
Tidak ada daya dan kekuatan, siapapun bisa mengucapkannya.
Namun si pengucap kailmat itulah yang lebih penting.
Sosok Syakihona Kholil
Mbah Kholil lahir pada 11 Jumadil Akhir 1235 H dan wafat pada 29 Ramadhan 1343 H atau di tahun 1925 Masehi.
Mbah Kholil akrab dikenal sebagai guru dari para ulama Indonesia, seperti KH Hasyim Asy'ari (1871-1947), KH Abdul Wahab Hasbullah (1888-1971), KH Bisri Syamsuri, dan sejumlah besar lainnya di Jawa.
Para murid Mbah Kholil itu menjelma sebagai ulama besar di nusantara.
Bersama Mbah Kholil, mereka berperan penting atas lahirnya Nahdlatul Ulama (NU).
Energi spiritualitasnya hingga saat ini mampu menjadi magnet bagi sebagian besar umat Islam untuk datang berziarah di komplek wisata religi Pesarean Mbah Kholil, Desa Martajasah, Kota Bangkalan.
Selepas berziarah, masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia hingga Malaysia juga berbondong menuju sebuah Bujuk Lagundih yang memiliki kolam air atau yang dikenal dengan sebutan Kolla Al Asror, di Kampung Lagundih, Desa Ujung Piring.
Dari wisata religi, jaraknya tidak lebih dari 1 KM ke arah barat. Lokasi Kolla Al-Asror itu disebut Bujuk Lagundih.
“Mbah Kholil menancapkan tongkatnya dan air kembali muncrat, sampai sekarang debit air tidak pernah surut."
"Sumber mata air itu awalnya ditemukan Kyai Asror, namun tidak terawat hingga tertutupi rawa, ditemukan lagi oleh Mbah Kholil,” ungkap juru rawat Kolla Al Asror, Abdul Jalil (70), warga Kampung Lagundih, Sabtu (11/3/2023).
Kyai Asror, berdasarkan silsilah yang disematkan pada tembok Bujuk Lagundih disebutkan, keturunan ketujuh dari Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah dan Siti Mutmainnah.
Sementara Mbah Kholil merupakan cicit dari Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah.
Ikuti berita seputar Bangkalan
karomah Syaikhona Kholil Bangkalan
Madura
maling timun
Syaikhona Kholil
Tribun Madura
TribunMadura.com
Pemuda Kaffa Ledakkan Diri di Jembatan Junok, Hadang Belanda Masuk Bangkalan, Makamnya Tak Terurus |
![]() |
---|
Sosok Kapolri Jujur yang Diberhentikan Presiden, Semua Dilakukan Demi Bela Nasib Korban Perkosaan |
![]() |
---|
Aksi Berani Paspampres Soeharto Lawan 4 Pengawal PM Israel yang Berulah, Sampai Todongkan Senjata |
![]() |
---|
Aktor Film Pengkhianatan G30S/PKI Ungkap Alasan Soeharto Makamkan Soekarno di Blitar |
![]() |
---|
Profil Joseph Goebbels Menteri Propaganda Nazi, Namanya Disinggung Presiden Prabowo saat Pidato |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.