Isi 6 Tuntutan Massa Demo Tolak Pengesahan RUU TNI, Minta Kembalikan Prajurit ke Barak
Ribuan massa di Jakarta turun ke jalan untuk menolak pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI), Kamis (19/3/2025).
Penulis: Lia Handayani | Editor: Arie Noer Rachmawati
TRIBUNMADURA.COM - Ribuan massa di Jakarta turun ke jalan untuk menolak pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI), Kamis (19/3/2025).
Unjuk rasa ini berlangsung di depan Gedung DPR RI, sebagai bentuk penolakan terhadap keputusan parlemen yang dianggap kontroversial.
Koordinator Media BEM Seluruh Indonesia (SI), Anas Robbani, mengungkapkan sekitar 1.000 orang bergabung dalam aksi tersebut.
Baca juga: Modus Baru Penyelundupan Rokok Ilegal, TNI AL Batuporon Cium Bau Durian Aroma Tembakau di Suramadu
"Hasil konsolidasi tadi malam menyepakati bahwa BEM SI menggelar aksi mulai pukul 09.30 WIB di DPR RI," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Kamis (19/3/2025).
Massa aksi akan berkumpul di dua titik utama, yaitu kawasan Senayan, Jakarta Pusat, dan Gedung DPR RI.
Sehari sebelumnya, pada Rabu (18/3/2025), demonstran telah melakukan aksi blokade terhadap akses masuk gedung parlemen sebagai bentuk protes terhadap rencana pengesahan RUU TNI yang dianggap bermasalah.
Namun, di tengah gelombang protes yang semakin memanas, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, belum dapat memastikan apakah pengesahan RUU TNI akan benar-benar terjadi dalam sidang paripurna hari ini.
Menurutnya, rancangan undang-undang tersebut telah selesai dibahas dan tinggal memasuki tahap final, yaitu pembacaan di sidang paripurna.
Baca juga: Pimpinan TNI Angkatan Darat Konfirmasi Anggota Polisi Militer Menganiaya Karyawan
Koordinator Pusat BEM SI, Satria Naufal, menegaskan aksi ini bukan hanya digerakkan oleh mahasiswa, tetapi juga melibatkan Koalisi Masyarakat Sipil.
Ia menyampaikan aksi turun ke jalan ini merupakan bentuk kekecewaan karena suara penolakan masyarakat di media sosial diabaikan oleh DPR.
“DPR RI tetap memaksakan pengesahan RUU ini, meskipun gelombang penolakan terus menguat. Ini adalah bentuk sikap yang ugal-ugalan dan tidak mendengarkan aspirasi rakyat,” ujarnya.
Seruan aksi ini tak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga berlangsung serentak di berbagai daerah, termasuk Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
Adapun tuntutan utama yang diusung massa aksi meliputi:
- Menolak revisi UU TNI yang dianggap berpotensi mengancam supremasi sipil
- Menolak dwifungsi militer yang membuka peluang kembalinya peran ganda TNI di pemerintahan sipil
- Menarik TNI dari jabatan sipil dan mengembalikan militer ke barak sesuai dengan prinsip demokrasi
- Mendesak reformasi struktural dalam tubuh TNI, termasuk perubahan dalam pola rekrutmen dan promosi jabatan
- Membubarkan komando teritorial yang dinilai tidak lagi relevan dengan kondisi demokrasi modern
- Mengusut tuntas dugaan korupsi dan bisnis ilegal di lingkungan militer yang menjadi momok dalam institusi pertahanan.
Baca juga: Buntut Darurat Militer, Pejabat Tinggi Korea Selatan Ramai-ramai Mengundurkan Diri
Pasal-Pasal Kontroversial dalam RUU TNI
Banyak pihak menyoroti RUU TNI mengandung pasal-pasal yang berpotensi membahayakan prinsip demokrasi.
Beberapa poin krusial yang dipersoalkan antara lain:
1. TNI Aktif di 16 Kementerian/Lembaga
Revisi terhadap Pasal 47 menimbulkan kekhawatiran karena memperluas peran TNI aktif di berbagai lembaga sipil.
Sebelumnya, aturan hanya memperbolehkan TNI menjabat di 10 posisi sipil, tetapi dalam revisi terbaru, jumlah tersebut bertambah menjadi 16.
2. Usia Pensiun Prajurit TNI Diperpanjang
Revisi Pasal 53 juga menjadi sorotan karena memperpanjang usia pensiun prajurit TNI. Jika sebelumnya batas usia pensiun lebih rendah, kini ketentuan baru menetapkan:
- Bintara dan tamtama: Pensiun di usia 55 tahun
- Perwira hingga Kolonel: Pensiun di usia 58 tahun
- Perwira tinggi (bintang 1): Pensiun di usia 60 tahun
- Perwira tinggi (bintang 2): Pensiun di usia 61 tahun
- Perwira tinggi (bintang 3): Pensiun di usia 62 tahun
Kebijakan ini dipertanyakan karena berpotensi memperpanjang dominasi elite militer dalam struktur komando dan menunda regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI.
3. Penambahan Tugas dan Kewenangan TNI
Saat ini, TNI memiliki 14 tugas dalam operasi militer selain perang (OMSP). Namun, dalam revisi UU TNI, jumlah tugas tersebut bertambah menjadi 17.
Salah satu tugas tambahan yang sudah terungkap adalah pemberian kewenangan kepada TNI dalam penanganan narkoba dan operasi siber.
Kritik terhadap perluasan kewenangan ini muncul karena dikhawatirkan akan menempatkan TNI dalam peran yang seharusnya menjadi ranah aparat penegak hukum sipil, seperti Polri dan BNN.
4. Gelombang Penolakan Semakin Kuat
Di tengah tekanan publik yang semakin besar, DPR RI tetap melanjutkan agenda pembahasan RUU TNI di tingkat II dalam sidang paripurna.
Masyarakat sipil, akademisi, serta berbagai elemen gerakan mahasiswa menilai bahwa pengesahan ini dilakukan tanpa transparansi dan cenderung mengabaikan kritik dari publik.
Seruan #TolakRUUTNI terus menggema di berbagai platform media sosial, sementara petisi online menolak revisi UU TNI telah mendapatkan dukungan puluhan ribu tanda tangan dalam waktu singkat.
Asyik Berduaan Bareng Selingkuhan, Polisi yang Juga Jadi Ajudan Bupati Digerebek Istri Sah |
![]() |
---|
Suami di Luar Kota, Istri Minta Bantuan Damkar untuk Panen Mangga |
![]() |
---|
Proyek Tablet Rp 500 Juta di DPRD Sumenep Jadi Sorotan, Penyedia Ngaku Sudah Keluar Uang Besar |
![]() |
---|
Tragedi Bulan Madu: Istri Tewas, Suami Kritis di Penginapan |
![]() |
---|
Jelang Lawan Estonia, Pelatih Timnas Italia Gattuso Malah Pusing, Para Pemain Kunci Cedera |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.