Madura Terpopuler

Madura Teropuler:Tampang Buronan Bandar Narkoba Pamekasan hingga FGD Pengundangan R-KUHP

Inilah kumpulan berita Madura Terpopuler, Minggu (27/4/2025). Dari tampang buronan bandar narkoba di

Penulis: Januar | Editor: Januar
Istimewa
BANDAR NARKOBA - Wajah 2 DPO bandar narkoba buruan Polres Pamekasan, Madura. Warga diberi Rp10 juta jika bisa menginformasikan keberadaan 2 buronan tersebut. 

TRIBUNMADURA.COM, MADURA-Inilah kumpulan berita Madura Terpopuler, Minggu (27/4/2025).

Dari tampang buronan bandar narkoba di Pamekasan, hingga FGD pengundangan R-KUHP di Universitas Trunojoyo Madura.
 

1. Tampang 2 Buronan Bandar Narkoba yang Diburu Polres Pamekasan, Informan Diberi Imbalan Rp10 Juta

Polres Pamekasan, Madura menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus narkotika atas nama Risun (43) dan Jamian (49) warga Desa Jambringin, Kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan

2 DPO tersebut terlibat dalam jaringan peredaran narkotika.

Pamflet dengan nama, foto dan ciri-ciri fisik DPO tersebut dikeluarkan oleh Polres Pamekasan bersama sejumlah kontak yang dapat dihubungi masyarakat. 

Hal ini merupakan tindakan tegas kepada tersangka yang tak kunjung menyerahkan diri.

"Batas waktu yang diberikan 3x24 jam bahkan lebih, namun tersangka Risun dan Jamian tidak ada itikad baik,” kata Kasi Humas Polres Pamekasan, AKP Sri Sugiarto, Sabtu (26/4/2025).

Menurut AKP Sri Sugiarto, Polres Pamekasan menyebarluaskan foto DPO baik ke media maupun di tempel di area publik dengan harapan masyarakat yang mengetahui keberadaan tersangka dapat menghubungi nomor kontak yang tertera (0822-2303-2004) atau hotlie 110.

Pihaknya meminta kepada masyarakat jika melihat 2 DPO tersebut agar melaporkan kepada kantor Polisi terdekat. 

Sedangkan bagi masyarakat yang mengetahui informasi akurat keberadaan DPO tersebut dan memberikan informasi tersebut kepada petugas, akan diberikan hadiah uang tunai Rp 10 juta oleh Kapolres Pamekasan.

"Identitas pelapor akan kami rahasiakan," terangnya.

Lebih lanjut, AKP Sri memastikan akan menindak tegas bandar narkoba

"Kita tidak mau main-main dengan bandar narkoba, karena peredaran narkoba sangat berbahaya bagi generasi bangsa," tutupnya.


2. FGD Urgensi Pengundangan R-KUHAP, Guru Besar FH UTM: Tahu-tahu Muncul Penyidik-Penuntut Tertentu

Sorotan terhadap wacana revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hingga saat ini terus menggelinding.

Gelombang kegiatan Forum Group Discussion (FGD) digelar di berbagai daerah sejak awal tahun ini.

Bahkan Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura (FH UTM) kembali menggelar FGD Jilid II, kali ini bertemakan ‘Urgensi Akselerasi Pengundangan R-KUHAP, Tombak Kembar KUHP Baru dan KUHAP Baru’ di Gedung Rektorat Lantai IX UTM, Jumat (25/4/2025) siang.

Diskusi lintas akademisi hukum dari belasan universitas di Jawa Timur serta sejumlah advokat selaku komponen sistem peradilan pidana itu, berjalan cukup panjang hingga menjelang waktu petang.

Empat narasumber yang dihadirkan seolah menegaskan, harus ada perhatian dan dipikirkan secara serius terhadap kata-kata ‘tertentu’ yang bisa berdampak luas karena akan menjadi irisan kewenangan lembaga.

Sebagaimana ditegaskan narasumber Prof Dr Deni Setya Bagus Yuherawan, SH, MS, selaku Guru Besar sekaligus Dosen Pidana FH UTM.  

“Kalau kita ansih melihat KUHAP 881 itu sebenarnya kewenangan sudah klir, bahwa polisi sebagai penyelidik dan penyidik, jaksa sebagai penuntut dan eksekutor, hakim mengadili. Hanya saja kalau kita melihat dari sisi R-KUHAP, muncul 2 hal yakni tahu-tahu ada penyidik tertentu, muncul juga konsep penuntut tertentu,” tegas Prof Deni.

Konsep ‘tertentu’ itu, lanjutnya, harus klir dan mampu dideskripsikan secara jelas sebagaimana bahasa hukum harus jelas dan akurat.

Ketidakjelasan dalam pemberlakuannya tentu akan berdampak luas dan sulit mengimplementasikan dengan baik dan benar.

Prof Deni memaparkan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berada di bawah koordinasi polisi.

Tetapi penyidik tertentu seperti Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditegaskan Prof Deni, tidak harus ikut di dalam koordinasi polisi.

“Dalam R-KUHAP itu kan harus diperjelas secara gamblang terlebih dahulu dari sisi kelembagaannya. Siapa sebenarnya lembaga tertentu?, kenapa ini ada penyidik tertentu?,” tegas Prof Deni yang juga sebagai Dewan Pertimbangan DPP Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi serta Dewan Penasihat DPW Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Jawa Timur.

Karena setelah KUHAP itu berlaku, lanjutnya, tiba-tiba muncul Undang-undang Tindak Pidana Korupsi di tahun 1999 dan 2001.

Kemudian tiba-tiba muncul Undang-undang KPK di tahun 2003 yang dijelaskan bahwa KPK mempunyai kewenangan menyidik, menuntut, dan mengadili tindak pidana korupsi.

“Berarti kan otomatis ini menjadi penyidik, penuntut, dan pengadil tertentu. Akhirnya juga tahun 2004 ada Undang-undang Kejaksaan yang di situ ada frase Kejaksaan mempunyai kewenangan lain,” terang Prof Deni.

Ia kembali menegaskan, aturan apapun, KUHAP dan turunannya, polisi itu penyelidik dan penyidik, jaksa adalah penuntut, dan hakim mengadili.

Hanya saja memang khusus Jaksa Agung Agung, diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan tetapi untuk tindak pidana HAM berat. 

“Negara ini sudah banjir air mata, jangan ada banjir lembaga. Kalau ingin posisi win-win solution, ya sudah ada di R-KUHAP mengikuti. Kalau memang nanti muncul Undang-undang KPK, biar itu karena goro-goro bukan karena didesain kan, kita tidak tahu ke depannya seperti apa,” pungkas Prof Deni.

Tiga narasumber lainnya dalam FGD tersebut yakni Prof I Gede Widhiana Suarda, SH, M Hum, Phd, selaku Dosen Hukum Pidana FH Universitas Jember, Dr Sholehuddin, SH, MHum selaku Dosen Pidana FH Universitas Bhayangkara Surabaya, serta Dr Rusmilawati Windari, SH, MH selaku Dosen Kriminologi FH UTM. Didapuk sebagai keynote speech yakni, Rektor UTM Prof Dr Safi’, SH, MH serta Dekan FH UTM, Dr Erma Rusdiana, SH, MH.

Dr Sholehuddin, SH, MHum mengungkapkan, Hukum Pidana, baik Hukum Pidana Materil maupun Hukum Pidana Formil merupakan cerminan dari suatu keberadaan atau kebiadaban suatu bangsa.

Karena itu, lanjutnya, harus benar-benar hati-hati dan cermat dalam membuat rumusan-rumusan dari kedua hukum tersebut, yakni Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana.

“Bagaimana kehati-hatian dan kecermatan itu? Maka di dalam merumuskannya tidak boleh terkesan adanya semacam ketergesaan. Kalau tergesa-gesa, justru banyak menimbulkan  persoalan-persoalan apabila nanti menjadi undang-undang. Seperti dilakukan gugagtan judicial review ke MK atau pun dilakukan upaya yang di luar ketentuan,” ungkap Dr Sholehuddin.

Hal yang paling penting menurutnya adalah, bahwa suatu negara yang sistem hukumnya menghargai nilai-nilai HAM, maka cara menegakkan atau penegakan hukum menjadi hal yang paling mendasar. 

“Bagaimana nanti Hukum Pidana Materil ini benar-benar berjalan efektif dan seusia dengan keberadaban suatu bangsa, itu yang harus kita tekankan bersama. Terutama oleh komponen sistem peradilan pidana, mulai dari advokat, penegak hukum penyidik, penuntut umum dan juga sampai pada hakim,” pungkasnya.

Sementara Prof I Gede Widhiana Suarda, SH, M Hum, Phd, menyatakan, KUHAP baru sudah ada sebelum 2 Januari 2006 karena pada tahun itu, KUHP baru berlaku.

Kalau semisalnya tidak ditunjang dengan hukum acara pidana, maka terjadi beberapa problem praktis dalam penerapan pidana itu.

“Itu kesimpulan utama saya hari ini. Tetapi ada yang perlu saya garis bawahi, tidak kemudian itu harus jadi tanpa ada proses penyusunan undang-undang yang baik dengan asas keterbukaan melalui serap aspirasi publik. Itu harus cepat dilakukan dalam rangka percepatan pengundangan KUHAP baru,” singkat Prof I Gede Widhiana Suarda.


Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved