Berita Terkini Sampang

Sempat Turun Tajam, Angka Prevalensi Kusta di Sampang Kembali Meningkat

Prevalensi penyakit kusta di Kabupaten Sampang Madura menunjukkan tren peningkatan dari 2024, bahkan sejak Januari-Juli 2025 tercatat ada 85 penderita

Penulis: Hanggara Pratama | Editor: Taufiq Rochman
Istimewa
ILUSTRASI PENYAKIT KUSTA - Prevalensi penyakit kusta di Kabupaten Sampang, Madura menunjukkan tren peningkatan dari 2024, bahkan sejak Januari-Juli 2025 tercatat ada 85 penderita aktif yang saat ini proses pengobatan, Rabu (9/7/2025). 

Laporan Wartawan TribunMadura.com, Hanggara Pratama 

TRIBUNMADURA.COM, SAMPANG - Prevalensi penyakit kusta di Kabupaten Sampang, Madura menunjukkan tren peningkatan dari 2024, bahkan sejak Januari-Juli 2025 tercatat ada 85 penderita aktif yang saat ini proses pengobatan, Rabu (9/7/2025).

Kepala Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (Dinkes KB) Sampang, dr. Dwi Herlinda Lusi Harini mengatakan, tren jangka panjang sempat menunjukkan perubahan signifikan. 

Prevalensi kusta per 10.000 penduduk di Sampang mengalami penurunan tajam sejak tahun 2014. Saat itu, prevalensinya mencapai 4,81 persen.

Kemudian, berhasil ditekan menjadi 1,91 % di 2020, dan 1,83 % di 2021, meskipun dalam kondisi pandemi COVID-19 yang menyebabkan keterbatasan mobilitas petugas kesehatan.

"Namun, pada tahun 2024, angka kembali naik ke 2,27 % , menggambarkan bahwa penemuan kasus masih fluktuatif," ujarnya

Dari total 486 kasus yang tercatat sejak 2014, angka menurun secara perlahan, menjadi sekitar 230 kasus pada tahun 2022–2024. 

Tahun ini, hingga pertengahan 2025, sudah ditemukan 85 kasus baru, termasuk 2 kasus pada anak, serta 2 kasus dengan disabilitas tingkat dua.

“Capaian pengobatan kami cukup tinggi. Tahun 2020 pengobatan berhasil di atas 90 % , dan di 2025 meskipun masih berjalan, kami sudah mencapai 83 % ,” imbuhnya.

Perjuangan Dinkes KB Sampang dalam menangani penyakit kusta tidaklah mudah, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi, seperti tingginya stigma sosial terhadap penderita kusta.

Begitupun, minimnya aktivitas pelacakan kasus di lapangan, dan keterbatasan koordinasi lintas sektor dan alokasi anggaran.

Namun, dr. Dwi Herlinda mengaku pihaknya tidak akan tinggal diam. Serangkaian inovasi dan terobosan lokal telah diluncurkan. Salah satunya, “Desa Sahabat Kusta”, yang kini sudah dibentuk di lima lokasi.

Di sana, kader-kader lokal dibekali pengetahuan dan dukungan untuk menanggulangi stigma dan membantu proses deteksi dini.

"Ada juga program unik bernama “Desa Kuasik” dan “PDKT” (Penemuan Dini Kusta Terpadu), yang melibatkan tokoh agama dan kepala desa untuk ikut berperan aktif dalam skrining masyarakat," pungkasnya. 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved