Program One Pesantren One Product Milik Khofifah, Pengamat Pendidikan Unair Menilai Kurang Tepat

Penulis: Luhur Pambudi
Editor: Aqwamit Torik
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Zainuddin Maliki saat ditemui di kediamannya, Rabu (6/2/2019)

TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA- Upaya Gubernur Jawa Timur terpilih, Khofifah Indar Parawansa untuk memajukan sektor pendidikan vokasional pesantren dan SMK, melalui program peningkatan produk, dipandang tidak cukup.

Seperti yang diketahui, Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur terpilih, Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak dijadwalkan akan dilantik pada tanggal 13 Februari 2019.

Menurut Pengamat Pendidikan Universitas Airlangga, Zainuddin Maliki mengungkapkan tantangan zaman yang menagih kemampuan SMK untuk mampu berkarya memproduksi barang, sebenarnya telah terjawab.

Kesenian Ludruk di Pamekasan Tak Dapatkan Job, Harapkan Ada Perhatian dari Pemerintah Setempat

Gelar Aksi Demo di Depan DPRD Sumenep, Massa Desak Dibukanya Jalur Independen Usung Capres 2019

Selain itu, ia juga mengkritisi program Khofifah untuk Jawa Timur yakni One Pesantren, One Product.

Tak sedikit produk barang dan jasa dibuat dari tangan tangan kreatif siswa SMK. Mulai dari mobil, motor bahan bakar gas dan sepeda listrik.

Namun sekarang, tantangannya bukan sebatas itu. Zainuddin menerangkan, SMK butuh promotor dan regulasi pemasaran yang serius menjual produk-produk karya cipta siswa SMK.

Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS) itu menerangkan, produktivitas karya yang dihasilkan SMK bukan dilihat aspek output semata.

Namun aspek income juga patut dipikirkan lebih serius, agar karya yang dibuat SMK mampu memberikan hasil nyata dan bermanfaat bagi masyarakat.

Waketum GP Ansor Kecewa Terhadap Penerbitan Buku Ajar yang Sebutkan NU Radikal

"SMK itu sudah hebat-hebat membuat inovasi, setelah produk ada, so what? Itu yang harus dipikirkan, bukan cuma jadi pajangan saja," katanya saat ditemui TribunMadura.com di kediamannya Ketintang Surabaya, Kamis Rabu (6/2/2019).

Sebenarnya program pendidikan vokasi sudah gencar dilakukan oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo.

Bahkan rasio pelaksanaan program pendidikan yang dicanangkan selama 10 tahun menjabat, lebih besar SMK ketimbang SMA, porsinya 70 persen dibanding 30 persen.

Zainuddin mengaku mendukung program kebijakan pendidikan yang berfokus pada peningkatan mutu SMK atau pendidikan vokasional lainnya.

Lantaran, menggantungkan nasib perubahan yang baik pada masyarakat, sepertinya tidak lagi bisa dibebankan pada pundak anak bangsa yang mengenyam pendidikan tinggi di kampus.

Catatan yang dimiliki Zainuddin, lulusan sarjana ternyata hanya memiliki Angka Partisipasi Kasar (APK) sejumlah 18 persen.

Angka itu, ungkapan Zainuddin, sering kali dipelintir oleh Pemerintah Jatim menjadi kisaran 25 persen.

"Kita gak bisa mengandalkan para sarjana lagi sekarang ini, nyatanya mereka juga kesulitan juga kok setelah lulus," ungkapnya.

Sementara itu, catatan lain juga menyebutkan bahwa 80 persen anak di Jatim, pasca lulus dari sekolah menengah akhir, tidak melanjutkan ke Perguruan tinggi.

"Lalu mereka ngapain, ya pasti kerja. Lalu mereka kerja butuh apa, ya kemampuan," katanya.

Melanjutkan apa yang sudah dicapai Pakde Karwo, lanjut Zainudin, bukan hal keliru.

BREAKING NEWS: Vanessa Angel Pakai Baju Tahanan Jalani Pemeriksaan Kasus Prostitusi Online

Hanya saja Khofifah, patut berfikir lebih jauh dan mendasar untuk memahami kebutuhan zaman. Agar SMK mampu menjawab tantangan zaman secara tepat.

Langkah taktis one pesantren one product yang dicanangkan Khofifah Indar Parawansa dalam 99 hari pertama menjabat, bagi Zainuddin, masih kurang tepat.

SMK butuh lebih dari sekedar penciptaan produk, tapi SMK butuh fasilitas pengembangan dan managemen bisnis, agar produk yang sudah dibuat bisa menghasilkan nilai tambah.

"Jadi jangan pakai program One Pesantren One Product. Tapi One Pesantren One Business Unit. Itulah yang harus dipikirkan," tegasnya.

Dari situ, terang Zainuddin, siswa SMK setelah diberi berbagai asupan pengetahuan dan skill untuk membuat produk inovasi, diharap mampu mengembangkan mental enterpreneur yang bermanfaat bagi siswa dikehidupan yang akan datang.

Bupati Sampang Slamet Junaidi Lakukan Sidak di RSUD Muhammad Zyn, Temukan Sarana Kurang Memadai

Mental itu yang disebut Zainuddin, sebagai mental life skill. Sebuah terminologi yang menjelaskan kemampuan seseorang untuk mendayagunakan kemampuan untuk hidup.

Zainuddin mendorong Khofifah Indar Parawansa untuk membuat program-program pendidikan yang mampu menanamkan Mental Life Skill.

Beberapa indikator penerapan mental life skill yang disarankan Zainuddin meliputi; Critical Thinking, Problem Solving, dan link.

"Hidup di zaman sekarang misalnya itu, adi bukan semata-mata hanya melihat siswa itu lulus UNAS, tapi apakah dia bisa berpikir kritis gak? Kalau ada masalah bisa cari solusi gak? Bisa komunikasi sama orang lain dengan baik gak," tandasnya. (Luhur Pambudi)

Berita Terkini