Adanya SK yang bukan tandatangan Riry dalam persidangan sebelumnya, saksi Rosa, Direktur Operasi PT DPS mengatakan bahwa SK tersebut dibuat atas permintaan saksi Ina.
Sementara itu, dalam kesaksian Direktur PT DPS lainnya, Wayan menyatakan bahwa Dirut dalam rapat terbuka dengan seluruh jajaran senior manajemen saat itu meminta agar siapapun yang memiliki info tentang floating dock yang sesuai dan mau dijual agar ditindaklanjuti dengan tim.
Keterangan ini berbeda dengan yang diberikan Saksi Ina yang seolah terdakwa Riry sudah mengarahkan pada satu barang.
Sebelumnya, perkara ini bermula ketika pada 2015, PT DPS mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp200 miliar.
Dari jumlah itu, Rp100 miliar diantaranya digunakan untuk membeli kapal floating crane.
Rekanan dalam pengadaan kapal ini adalah PT A&C Trading Network.
Meski alokasi anggarannya sebesar Rp100 miliar, namun harga kapal sendiri dibeli seharga Rp63 miliar.
Kapal floating crane yang diibeli, berasal dari Rusia.
Sayangnya, kapal tersebut bukan kapal baru. Melainkan kapal bekas buatan tahun 1973.
Ketika kapal itu dibawa ke Indonesia, ternyata tenggelam di laut China. Dengan begitu, negara tidak mendapat kemanfaatan dari pembelian kapal tersebut.
Perkara ini juga menyeret mantan Direktur Utama PT DPS, Riry Syeried Jetta sebagai terdakwa.
Direktur Utama A&C Trading Network Antonius Aris Saputra juga sudah divonis 16 tahun penjara oleh majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.