RA dan MI dari pagi sampai sore, sedangkan TPA dijadwalkan malam hari karena keterbatasan kelas dan keterbatasan tenaga pendidik.
"Guru di sini totalnya ada 16, dan dari jumlah itu dibagi ngajarnya, di bagi enam kelas," katanya saat ditemui TribunMadura.com ketika selesai mengajar, Senin (23/9/2019).
Ramo menceritakan, sejak ruang kelas itu berdiri sekitar tahun 1983, mulanya alas yang menjadi tempat duduk siswanya belajar tidak di semen.
Jadi para siswa yang mengenyam di lembaga tersebut merasakan belajar dengan alas tanah.
Hingga sekarang, para siswanya ketika sedang belajar hanya duduk di bawah dengan cara bersila.
• Catat! Ini Syarat Pengembalian Barang Bukti Kendaraan yang Hilang pada Gebyar Expo Polda Jatim
• Polda Jatim Gelar Gebyar Expo Pengembalian Barang Bukti Hasil Kejahatan, Catat Tanggal dan Tempatnya
Sebab di ruang kelas itu tidak ada mejad dan tempat duduk seperti sekolah pada umumnya.
"Alas yang menjadi tempat duduk mereka ini baru di semen 2017," ujarnya.
"Kalau kondisi bangunannya ini tetap seperti ini. Cuma ada penambahan semen saja di bagian lantainya, supaya siswa kalau belajar tidak terkena debu," sambung dia.
Ramo juga mengutarakan, pernah suatu waktu, dirinya mengajar tiba-tiba diterpa hujan lebat.
Karena atap genting dan dinding gedek yang saat itu kondisinya bocor, air hujan masuk seketika, lalu membanjiri seluruh ruang kelas.
• Warga Pamekasan Blokir Jalan Truk Pengangkut Pasir, Protes Pembangunan Plengsengan Mantan Kades
• Syamsul Arifin Sebut Ada 99 Advokat yang Siap Dampingi Proses Hukum Mantan Menpora Imam Nahrawi
"Kalau hujan ditaruk di Musalla. Saya ngajar saat itu musim hujan, saat pelajaran berlangsung tiba-tiba hujan lebat turun, ya akhirnya airnya masuk ke dalam ruang kelas," ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Baju kami semua basah, lalu dengan sendirinya semua siswa keluar berhamburan berteduh di musala," sambung dia.
Ramo mengaku pernah berdiskusi dengan semua wali murid untuk membicarakan terkait sarana dan prasana sekolah agar lebih baik demi menunjang nyamannya dalam pembelajaran.
Namun dari pihak sekolah memahami, jika rata-rata dari para wali murid yang sekolah di lembaga itu terbilang tidak mampu.
"Gak enak juga yang mau minta uang karena kami melihat, rata-rata dari para wali murid itu tidak mampu," ungkapnya.
• Kebakaran Hutan di Gunung Semeru, Dua Titik Api Berpotensi Kembali Menyala Meski Berhasil Dipadamkan