Ia mengatakan, seluruh rangkaian tradisi Rabu Wekasan juga mempunyai makna dan sejarah tersendiri.
Misalnya, Tawurji atau membagikan uang koin kepada masyarakat yang disebut warga CiRabun sebagai surak.
Tawurji sendiri berasal dari dua suku kata. Yakni tawur yang berarti melempar uang, dan aji artinya tuan haji atau orang yang mampu.
"Tawurji ini bermula dari upaya perlindungan terhadap murid Syekh Lemah Abang yang dianggap sesat," ujar R Hasan Ashari.
Kala itu, Sunan Gunung Jati memutuskan melindungi mereka dan memberikan uang untuk bekal bertahan hidup.
Peristiwa itu bertepatan doa bersama yang digelar di Bangsal Paseban Keraton Kanoman pada Rabu terakhir di bulan Safar.
Kini, tawurji dianggap sebagai sedekah agar terhindar dari malapetaka yang turun selama bulan Safar.
Pasalnya, Allah Swt menurunkan 320 ribu malapetaka ke bumi pada bulan Safar.
Karenanya, doa-doa pun dipanjatkan saat tawurji berlangsung. Bahkan, sebelumnya salat hajat berjemaah juga dilaksanakan.
Usai tawurji, warga pun ngirab atau mandi bersama di Sungai Cipager yang berada persis di belakang Situs Makam Pangeran Pasarean.
"Isim Kala Caka disimpan di aliran sungai sebelum digunakan mandi oleh masyarakat," kata R Hasan Ashari.
Hasan menyampaikan, Isim Kala Caka merupakan janur kelapa yang dipercaya sebagai jimat pusaka penangkal jin.
Selain itu, Isim Kala Caka juga dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Tradisi mandi di sungai itu dimulai sejak masa Sunan Kalijaga sering berkhalwat di wilayah CiRabun.
Saat itu, CiRabun dilanda pagebluk atau wabah penyakit, sehingga Sunan Kalijaga menyimpan Isim Kala Caka di Sungai Drajat, Kota CiRabun.