TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Terjadinya penumpukan sampah, di sejumlah titik di Pamekasan wilayah kota, hingga dikerubungi lalat dan menimbulkan bau busuk menyengat hidung, memang sengaja dibiarkan dan tidak diangkut oleh mobil Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pamekasan.
Tindakan DLH Pamekasan, membiarkan sampah tidak diangkut hingga tiga hari, sebagai pembelajaran bagi masyarakat kota Pamekasan agar sadar, jika sampah tidak dikelola bersama akan memicu berbagai macam persoalan.
Seperti kumuh, bau dan timbulnya penyakit.
Baca juga: Lonjakan Covid-19 Dua Pekan Usai Libur Panjang di Jember, Dalam Sehari Ada 60 Terkonfirmasi Positif
Baca juga: Diisi dengan Sidang Rakyat Mosi Tidak Percaya, Demo Getol Jatim Tolak Omnibus Law Berakhir Damai
Baca juga: Peringatan untuk Nathalie Holscher, Peramal Kuak 1 Sifat Tersembunyi Sule yang Tak Diketahui: Kaget
Baca juga: Download Lagu MP3 Kumpulan DJ Remix Koplo Full Bass Terbaru 2020, DJ Nanda Lia hingga DJ Breakbeat
Kepala DLH Pamekasan, Amin Jabir menyatakan, selama ini yang terjadi manajemen sampah di Pamekasan, hanya menyapu, menimbun, mengangkut dan membuang.
Jika ini yang terus-menerus dilakukan, sama artinya menggeser kekumuhan, bau menyengat hidung dan penyakit dari kota ke desa, karena sampah tidak dikelola terlebih dahulu.
Selain itu, timbunan sampah akan menggunung di tempat pemoresan akhir (TPA) Sampah, di Desa Angsanah.
“Ini tidak boleh terjadi. Kalau kondisi ini terus berlangsung, tanpa dikelola terlebih dulu, maka pada Januari 2022 nanti, Pamekasan akan mengalami bencana sampah, karena Pamekasan, sudah tidak punya lagi tempat penampungan sampah,” papar Jabir.
Karena itu, lanjut Jabir, pihaknya ingin menerapkan regulasi persampahan, sesuai dengan Peraturan Bupati Pamekasan, Nomor 41 tahun 2018 dan surat edaran (SE) tahun 2019, yang dikirim kepada seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD), organisasi pimpinan daerah (OPD), camat, lurah dan kepala desa agar, masyarakat memfungisikan tempat pengelolaan sampah (TPS 3R) Reuse, Reduce, dan Recycle dengan mewajibkan seluruh masyarakat menjadi anggota TPS 3R.
Jabir berharap, sebelum sampah diangkut ke TPA, maka terlebih dahulu, sampah dari masyarakat wajib masuk ke TPS 3R.
Agar diolah dengan cara dipilih dan dipilah.
Sehingga residu sampah menjadi berkurang. Jika residu sampah berkurang, maka timbunan sampah di TPA bisa ditekan dan juga berkurang. Sehingga usia dari TPA pemanfaatannya jadi panjang dan lama.
Diakui, tidak diangkutnya beberapa hari lalu terdapat hikmah yang harus dipetik. Camat, lurah dan kades di Pamekasan menjadi peka terhadap keberadaan sampah.
Kepekaan ini mendorong untuk rapat konsolidasi. Dan dengan rapat konsolidasi itu menghasilkan pernyataan sikap bersama yang amat penting. “Akhirnya, walaupun mereka tidak punya TPS 3R, untuk sementara waktu mereka membagi klaster di wiliyahnya dengan mewajibkan mereka berkerja sama dengan TPS 3R,” ungkap Jabir.
Dikatakan, sampai saat ini di Pamekasan terdapat 7 kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang di dalamnya menangani TPS 3R, seperti TPS 3R di Kelurahan Kolpajajung, dengan jumlah 1.000 nasabah pemanfaat.
Di Kelurahan Panempan, terdapat 8.000 nasabah.