Berita Pamekasan

Kepala DLH Pamekasan Amin Jabir: Sampah Sengaja Dibiarkan dan Tidak Diangkut Agar Masyarakat Sadar

Penulis: Muchsin Rasjid
Editor: Elma Gloria Stevani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - Tumpukan sampah di Kota Samarinda beberapa bulan yang lalu.

TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Terjadinya penumpukan sampah, di sejumlah titik di Pamekasan wilayah kota, hingga dikerubungi lalat dan menimbulkan bau busuk menyengat hidung, memang sengaja dibiarkan dan tidak diangkut oleh mobil Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pamekasan.

Tindakan DLH Pamekasan, membiarkan sampah tidak diangkut hingga tiga hari, sebagai pembelajaran bagi masyarakat kota Pamekasan agar sadar, jika sampah tidak dikelola bersama akan memicu berbagai macam persoalan.

Seperti kumuh, bau dan timbulnya penyakit.

Baca juga: Lonjakan Covid-19 Dua Pekan Usai Libur Panjang di Jember, Dalam Sehari Ada 60 Terkonfirmasi Positif

Baca juga: Diisi dengan Sidang Rakyat Mosi Tidak Percaya, Demo Getol Jatim Tolak Omnibus Law Berakhir Damai

Baca juga: Peringatan untuk Nathalie Holscher, Peramal Kuak 1 Sifat Tersembunyi Sule yang Tak Diketahui: Kaget

Baca juga: Download Lagu MP3 Kumpulan DJ Remix Koplo Full Bass Terbaru 2020, DJ Nanda Lia hingga DJ Breakbeat

Kepala DLH Pamekasan, Amin Jabir menyatakan, selama ini yang terjadi manajemen sampah di Pamekasan, hanya menyapu, menimbun, mengangkut dan membuang.

Jika ini yang terus-menerus dilakukan, sama artinya menggeser kekumuhan, bau menyengat hidung dan penyakit dari kota ke desa, karena sampah tidak dikelola terlebih dahulu.

Selain itu, timbunan sampah akan menggunung di tempat pemoresan akhir (TPA) Sampah, di Desa Angsanah.

“Ini tidak boleh terjadi. Kalau kondisi ini terus berlangsung, tanpa dikelola terlebih dulu, maka pada Januari 2022 nanti, Pamekasan akan mengalami bencana sampah, karena Pamekasan, sudah tidak punya lagi tempat penampungan sampah,” papar Jabir.

Karena itu, lanjut Jabir, pihaknya ingin menerapkan regulasi persampahan, sesuai dengan Peraturan Bupati Pamekasan, Nomor 41 tahun 2018 dan surat edaran (SE) tahun 2019, yang dikirim kepada seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD), organisasi pimpinan daerah (OPD), camat, lurah dan kepala desa agar, masyarakat memfungisikan tempat pengelolaan sampah (TPS 3R) Reuse, Reduce, dan Recycle dengan mewajibkan seluruh masyarakat menjadi anggota TPS 3R.

Jabir berharap, sebelum sampah diangkut ke TPA, maka terlebih dahulu, sampah dari masyarakat wajib masuk ke TPS 3R.

Agar diolah dengan cara dipilih dan dipilah.

Sehingga residu sampah menjadi berkurang. Jika residu sampah berkurang, maka timbunan sampah di TPA bisa ditekan dan juga berkurang. Sehingga usia dari TPA pemanfaatannya jadi panjang dan lama.

Diakui, tidak diangkutnya beberapa hari lalu terdapat hikmah yang harus dipetik. Camat, lurah dan kades di Pamekasan menjadi peka terhadap keberadaan sampah.

Kepekaan ini mendorong untuk rapat konsolidasi. Dan dengan rapat konsolidasi itu menghasilkan pernyataan sikap bersama yang amat penting. “Akhirnya, walaupun mereka tidak punya TPS 3R, untuk sementara waktu mereka membagi klaster di wiliyahnya dengan mewajibkan mereka  berkerja sama dengan TPS 3R,” ungkap Jabir.

Dikatakan, sampai saat ini di Pamekasan terdapat 7 kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang di dalamnya menangani TPS 3R, seperti TPS 3R di Kelurahan Kolpajajung, dengan jumlah 1.000 nasabah pemanfaat.

Di Kelurahan Panempan, terdapat 8.000 nasabah.

Di Kelurahan Patemon, terdapat 700 nasabah pemanfaat dan TPS 3R di Kelurahan Jungcangcang.

Jabir menyadari banyak masyarakat yang tidak mendengar dan tidak mengerti keberadaan TPS 3R di Pamekasan, sehingga untuk memperkenalkan agar masyakarakat menjadi pemanfaat TPS 3R, pihaknya melakukan sosialisasi ke masyarakat dengan melibatkan camat, lurah, kades, RT dan RW.

Baca juga: Jawaban Chef Juna saat MasterChef Indonesia Disebut Settingan: Saya Tidak di Situ Jika Ada Settingan

Baca juga: Petani Pamekasan Ditemukan Meninggal dalam Kamar Mandi Samping Apotek, Terindikasi Serangan Jantung

Baca juga: FRPB, Wakil Ketua DPRD & Ketua Komisi III DPRD Pamekasan akan Buat Forum Pengurangan Risiko Bencana

Baca juga: Massa Getol Jatim Bergerak Kembali Suarakan Tolak Omnibus Law, Sempat Ajukan Pinjam Gedung DPRD

Dijelaskan, selama ini DLH menerima retrubusi sampah dari pemerintah yang ditarik ke masyarakat Rp 1.000 per KK per bulan, saat masyarakat membayar rekening PDAM, hanya Rp 50 juta per tahun. Sedang biaya pengeluaran operasional penanganan sampah ini sebesar Rp 6 miliar  per tahun.  

Sehingga pihaknya memaksa masyarakat untuk bayar melalui TPS 3R. Harapannya, dengan konsep ini, masyarakat yang tidak mau memilahkan sampahnya, maka masyarakat selaku penimbul atau produsen sampah, wajib membayar atas pengelolaan sampah kepada pengelola sampah.

“Kemarin itu, waktu sampah di Pamekasan kota ini tidak kami angkut, pihak kementerian lingkungan hidup menghubungi kami, menanyakan apa yang terjadi dengan DLH. Kami sampaikan persoalannya berikut solusinya. Dan kami berharap, tidak diangkutnya sampah yang terjadi kemarin dan dua bulan lalu, mudah-mudahan untuk ke depan ini, tidak akan kami lakukan lagi,” pungkas Jabir.

Berita Terkini