Laporan Wartawan TribunMadura.com Network, Yusron Naufal Putra
TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Penggunaan baliho dalam kaitan konteks kontestasi Pilpres 2024 diyakini masih akan menjadi pilihan.
Kendati gempuran digital luar biasa, namun penggunaan baliho untuk menampilkan kandidat atau tokoh politik masih akan dianggap seksi oleh para politisi di tanah air.
Pengamat politik yang juga Direktur Surabaya Survey Center (SSC), Mochtar W Oetomo mengatakan, dalam beberapa riset dan survei, pengaruh baliho memang masih cukup populer dalam sebuah kontestasi.
"Dalam konteks Indonesia, beberapa kali kita melakukan survei dan riset, baliho cukup signifikan pengaruhnya," kata Mochtar kepada TribunMadura.com
Mochtar berpandangan, hal itu cukup masuk akal mengingat untuk memasang baliho dibutuhkan biaya serta akses.
Artinya, mereka yang memasang, memiliki niat untuk mengenalkan diri kepada publik.
Pemasangan baliho yang strategis tentu akan memantik perhatian. "Sehingga, akan dipandang oleh publik," terangnya.
Mochtar mencoba membandingkan misalnya, dengan poster digital yang bertebaran di media sosial. Mengingat akses ke medsos cenderung mudah dijangkau banyak orang.
Hal itu juga tentu berpengaruh pada siapa saja yang bisa memasang poster. Sehingga, ada luberan gambar di media sosial.
Menurut Mochtar, dalam kondisi demikian, maka poster yang disebar di sosial media cenderung tidak diperhatikan. Sebab, ada banyak gambar yang bisa dipasang oleh siapa saja.
Sekalipun demikian, Mochtar mengungkapkan jika baliho hanya berpengaruh pada tingkat popularitas saja.
Baliho yang dipasang dengan menampilkan tokoh tertentu diyakini hanya mampu efektif mendongkrak tingkat popularitas tokoh ke publik. Belum bisa secara langsung mengerek elektabilitas.
Sementara persoalan elektabilitas dapat ditingkatkan dengan program lanjutan dan sebagainya. Artinya, jika dikaitkan dengan kontestasi, pemasangan baliho harus juga diikuti program lanjutan.
Dalam beberapa kesempatan lalu, saat publik ramai memperbincangkan munculnya tokoh parpol di baliho, Mochtar juga turut memberikan komentar.
Dia mengatakan, dalam situasi saat ini, elite politik memang dituntut 'lebih pintar' menangkap konteks.
Sebab, satu sisi terkait kepentingan dan isu politik menuju kontestasi memang tidak bisa dipungkiri oleh para politisi.
Sementara disisi lain, situasi sosial ekonomi yang belum kondusif lantaran pandemi Covid-19, memang menjadi lebih sensitif.
Pada posisi demikian, memang dibutuhkan kepekaan para politisi untuk melakukan kombinasi yang pas. Misalnya, materi baliho yang dipasang harus berkaitan dengan penanganan pandemi.
Disisi lain, pesan yang disampaikan juga harus dibarengi dengan program atau tindakan nyata sesuai pesan yang gembar-gemborkan.
"Misalnya, baliho mengajak taat protokol kesehatan, pada saat bersamaan harus diikuti dengan program lanjutan seperti pembagian masker, dan sebagainya. Itu akan lebih konstruktif," ungkapnya.
"Kemudian misalnya, mengimbau harus di rumah saja karena PPKM. Maka harus diikuti dengan program selanjutnya. Yaitu membantu kebutuhan obat, makanan bagi para isoman. Itu kombinasi yang menurut saya bisa menjadi jalan tengah," kata Mochtar, belum lama ini.
Simak artikel lain terkait
Simak artikel lain terkait
Simak artikel lain terkait
FOLLOW JUGA: