Sehingga sangat diharapkan peran TNI untuk all out dalam upaya mendukung law enforcement atau penegakan hukum di bidang tertentu.
“Artinya satu komando kan sampai ke bawah. Tanpa diminta pun oleh Pak Prabowo, kan mereka TNI pasti memback up presiden. Sedangkan di bidang tindak pidana korupsi, presiden sudah berkali-kali menyampaikan tidak ada ampun bagi koruptor. Bahkan presiden sempat memberikan jalan tengah, ‘kembalikan uang rakyat yang diambil’. Ini kan sesuatu yang enak didengar oleh kita,” papar Dr Nuruz.
Dikutip dari Tribunnews.com edisi Minggu (11/5/2025) terbitan pukul 15:42 WIB, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Kristomei Sianturi menyatakan, surat telegram itu merupakan bagian dari kerja sama pengamanan yang bersifat rutin, dan preventif, sebagaimana yang juga telah berjalan sebelumnya.
Kerja sama itu mencakup di antaranya delapan poin; pertama pendidikan dan pelatihan. Kedua, pertukaran informasi untuk kepentingan penegakan hukum. Ketiga, penugasan prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.
Keempat, penugasan jaksa sebagai supervisor di Oditurat Jenderal TNI. Kelima, dukungan dan bantuan personel TNI dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan.
Keenam, dukungan kepada TNI di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, meliputi pendampingan hukum, bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi, penegakan hukum, serta tindakan hukum lainnya;
Ketujuh, pemanfaatan sarana dan prasarana dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai kebutuhan.
Dan Kedelapan, koordinasi teknis penyidikan dan penuntutan serta penanganan perkara koneksitas.
“Semisal TNI nantinya mempunyai hak terkait penyidikan-penyidikan, secara pribadi saya tidak sepakat. Cukuplah polisi yang dipertegas aturan mainnya, kejaksaan yang dipertegas aturan mainnya. TNI cukuplah fokus kepada tugas kekuasaan semula, yakni pertahanan dan keamanan negara,” ujar Dr Nuruz.
Karena itu, lanjutnya, back up atau dukungan terhadap kejaksaan itu memerlukan penjelasan yang bersifat pasti, tepat, dan jangan sampai penjelasannya menjadi boomerang sehingga tidak menimbulkan beragam perspektif dari masyarakat.
“Kepastiannya harus jelas, agar tidak menciptakan ambiguitas,” pungkas Dr Nuruz.