"BPP ini adalah representasi dari kondisi nyata di lapangan,” kata Indah Kurnia Sulistiorini, Rabu (6/8/2025).
Menurut Indah, faktor utama penyesuaian BPP tahun ini adalah meningkatnya biaya tenaga kerja atau Hari Orang Kerja (HOK), serta ongkos operasional mulai dari pupuk, transportasi, hingga pengolahan pascapanen.
Tahun ini, lanjut dia, semua pihak sepakat, BPP yang ditetapkan sudah logis.
"Harapan kami, petani tidak lagi berada di posisi lemah saat transaksi, dan pengusaha juga tetap bisa menjalankan usahanya secara sehat,” inginnya.
Indah berharap, penetapan BPP ini menjadi fondasi keadilan baru di sektor tembakau.
Ke depan dia tidak ingin ada lagi keluhan harga anjlok di tengah musim panen.
Serta tak ada lagi tangisan petani yang rugi karena dibayar di bawah biaya produksi.
“Kami ingin semua pihak tersenyum. Petani panen untung, pengusaha dapat margin, dan ekonomi Pamekasan bergerak naik. Tembakau ini bukan sekadar tanaman, tapi denyut ekonomi ribuan keluarga,” ujarnya.
DKPP juga mengajak semua pihak mulai dari petani, tengkulak, pabrikan, hingga distributor untuk menjunjung etika perdagangan yang adil.
BPP dijadikan pijakan, bukan sekadar formalitas.
“Tembakau adalah masa depan. Tapi masa depan itu butuh komitmen dan kolaborasi. Kalau kita satu suara, satu sikap, maka bukan tidak mungkin Pamekasan akan menjadi barometer tembakau nasional,” pungkasnya.