Bukan Tanpa Alasan, Ini Sosok 'Dekengan' Menteri Purbaya hingga Berani Bicara Tanpa Pandang Bulu
Nama Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, kini semakin menarik perhatian publik dan menjadi sorotan utama dalam jajaran kabinet.
TRIBUNMADURA.COM - Nama Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, kini semakin menarik perhatian publik dan menjadi sorotan utama dalam jajaran kabinet.
Penunjukan Purbaya sebagai pengganti Sri Mulyani Indrawati di posisi Bendahara Negara resmi berlaku sejak pelantikannya pada tanggal 8 Oktober 2025 lalu.
Prosesi pelantikan jabatan penting tersebut dilaksanakan secara langsung oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta.
Sejak hari pertamanya menjabat, Purbaya langsung dikenal masyarakat luas berkat gaya komunikasinya yang lugas dan terbuka, tanpa basa-basi.
Sikapnya yang tegas dan tidak ragu dalam menyampaikan kebijakan membuat Purbaya Yudhi Sadewa dengan cepat memperoleh julukan 'Menteri Koboi', merefleksikan keberaniannya berbicara tanpa pandang bulu di forum publik.
Lalu kenapa Purbaya bisa seberani itu?
Purbaya berani karena Prabowo
Purbaya mengakui gaya komunikasinya memang ceplas-ceplos bak koboi.
Namun, ia mengatakan apa yang disampaikan ke hadapan publik bukan merupakan kemauannya sendiri, namun atas perintah Presiden Prabowo Subianto.
Purbaya menegaskan ia tak berani bicara sembarangan jika tanpa seizin Prabowo selaku atasannya.
Ia menekankan, dirinya sebagai Menkeu hanya merupakan perpanjangan tangan dari Presiden.
"Sepertinya saya koboi, tapi yang saya lakukan mengembalikan kepercayaan masyarakat ke pemerintah."
"Itu juga atas perintah Bapak Presiden, saya nggak berani gerak sendiri," kata Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
"Saya hanya perpanjangan tangan dari Bapak Presiden dengan versi yang lebih halus," lanjutnya sambil tersenyum.
Sejak menjabat sebagai Menkeu pada 8 September 2025, Purbaya menuturkan, ia selalu bekerja berdasarkan survei terhadap masyarakat.
Menurut survei Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Oktober 2025, sentimen masyarakat terhadap pemerintah dalam bidang ekonomi mengalami kenaikan.
Ia menyebut, selama periode Juli-September 2025, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah mengalami penurunan sehingga menyebabkan aksi demo di sejumlah wilayah.
Namun, menurut Purbaya, berkat kebijakannya yang bagi sebagian orang berlebihan, sentimen masyarakat justru berubah baik.
"Saya selalu pakai survei ke masyarakat, apakah saya mengurangi kepercayaan masyarakat apa tidak. Survei bulan Oktober dari LPS, indeks kepercayaan masyarakat ke pemerintah, kalau jatuh buruk, kalau naik bagus," ungkapnya sembari menunjukkan grafik hasil survei.
"Juli, Agustus, September, turun terus ke titik terendah sini, ini terjadi banyaknya demo. Tapi, setelah kita lakukan kebijakan, mungkin yang untuk sebagian kalangan agak drastis, agak ceplas-ceplos, tapi ini berhasil mengembalikan sentimen kepercayaan masyarakat ke pemerintah."
"Jadi sudah stabil lagi, jadi stabilitas pemerintahan amat baik di mata masyarakat, kecuali di mata orang itu (Hasan Nasbi) ya," jelas Purbaya.
Purbaya melanjutkan, situasi ekonomi di Indonesia sangat memengaruhi sentimen masyarakat terhadap pemerintah.
Purbaya dengan Luhut
Bahkan Purbaya tidak takut dengan siapapun termasuk Luhut Binsar Panjaitan yang di era kepemimpinan Jokowi nyaris tidak ada yang berani mendebatnya.
Namun Purbaya berani dan dengan terang-terangan.
Terutama soal family office yang digagas Luhut.
Purbaya bahkan dengan tegas menolak menyuntikkan dana atas pembangunan family office ide Luhut yang kini jabat posisi dewan ekonomi nasional.
Pandangan Luhut tidak sepenuhnya sejalan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Dengan kalkulator dan neraca anggaran di tangan, Purbaya memilih untuk berhitung dengan lebih matang alias tidak gegabah.
Ia bukan menolak investasi, tapi menolak insentif yang berpotensi membahayakan kondisi fiskal negara.
Pengalaman dengan kereta cepat Woosh rupanya menjadi pelajaran penting.
Dalam pikirannya, setiap kebijakan insentif pajak pasti membawa konsekuensi—seringkali berupa kebocoran anggaran yang berujung pada defisit yang sulit dikendalikan.
“Kalau Dewan Ekonomi Nasional mau bangun sendiri, silakan. Saya tidak akan alihkan anggaran ke sana,”jawab Purbaya soal rencana Luhut.
Purbaya dengan Dedi Mulyadi
Purbaya Yudhi Sadewa kembali menyentil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang menyebut APBD Pemprov Jabar tersimpan dalam bentuk giro, bukan deposito.
Menurut Purbaya, menyimpan dana dalam bentuk giro malah lebih rugi karena bunga yang rendah.
"Ada yang ngaku katanya uangnya bukan di deposito, tapi di giro. [Itu] malah lebih rugi lagi, bunganya lebih rendah kan. Kenapa di giro kalau gitu, pasti nanti akan diperiksa BPK itu," kata Purbaya ketika ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025).
Terkait dengan banyaknya kepala daerah membantah adanya dana mengendap di bank, Purbaya tak mau ambil pusing dan enggan mengurusnya.
"Enggak, bukan urusan saya itu, biar saja BI (Bank Indonesia) yang kumpulin data. Saya cuma pake data bank sentral aja," ujar Purbaya.
Sebelumnya, pada Rabu (22/10/2025), Dedi Mulyadi didampingi Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Jabar, Herman Suryatman, mendatangi BI untuk mengecek kebenaran simpanan APBD Pemprov Jabar di bank.
Di hari yang sama, Purbaya Yudhi Sadewa mengaku tak ada rencana bertemu dengan Dedi.
Ia mempersilakan Dedi untuk mengecek langsung APBD Pemprov Jabar yang tersimpan di bank, kepada BI.
"Enggak (ada rencana ketemu Dedi). Biar saja mereka ketemu," kata Purbaya ketika ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Rabu.
Sementara itu, Dedi mengatakan, berdasarkan hasil penjelasan BI, APBD Pemprov Jabar di bank bukan sebanyak Rp4,1 triliun, melainkan Rp2,4 triliun.
APBD itu juga disebutkan tersimpan dalam bentuk giro, bukan deposito.
"Tidak ada, apalagi angkanya Rp4,1 triliun, yang ada hari ini hanya Rp2,4 triliun," ungkap Dedi setelah bertemu pihak BI, Rabu.
"Tidak ada lagi kecurigaan, khususnya Provinsi Jawa Barat menyimpan uang dalam bentuk deposito untuk mendapatkan keuntungannya sehingga program pembangunannya terhambat, itu tidak ada," imbuhnya.
Lebih lanjut, Dedi menuturkan, berdasarkan laporan per 30 September 2025, kas daerah Jawa Barat mencapai Rp3,8 triliun.
Tetapi, angka itu turun menjadi Rp2,4 triliun per 22 Oktober 2025, sebab telah digunakan untuk berbagai kebutuhan pemerintahan, termasuk gaji pegawai hingga biaya operasional.
"Uang Rp3,8 triliun ini hari ini sudah dipakai untuk bayar proyek, gaji pegawai, belanja perjalanan dinas, bayar listrik, air, dan pegawai outsourcing," jelas Dedi, masih dari TribunJabar.id.
Temuan Purbaya sebelumnya
Usai pengumuman ini dan ramai di sosial media, Dedi Mulyadi menantang Purbaya agar buka-bukaan data soal pemerintah daerah (pemda) yang menyimpan dana di bank daerah.
Tantangan ini dilayangkan Dedi setelah ia mengecek di Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten (BJB), apakah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar menyimpan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerag (APBD) dalam bentuk deposito.
Hasilnya, kata dia, Pemprov Jabar tidak menyimpan dana APBD dalam bentuk depositod di Bank BJB.
"Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam (bentuk) deposito. Saya tantang Pak Menkeu untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito?" kata Dedi dalam keterangannya, Senin (20/10/2025), dikutip dari TribunJabar.id.
Dedi menilai pernyataan Purbaya soal pemda menyimpan dana APBD di bank, dapat menggiring opini terhadap daerah.
Seolah-olah, kata Dedi, daerah bisa dianggap tidak becus dalam mengelola anggaran.
Hal itu dianggap Dedi bisa berdampak buruk pada daerah-daerah yang benar-benar bekerja secara baik.
"Ini adalah sebuah problem yang harus diungkap secara terbuka dan diumumkan kepada publik."
"Sehingga, tidak membangun opini bahwa seolah-olah daerah ini tidak memiliki kemampuan dalam melakukan pengelolaan keuangan," tutur Dedi.
"Ini akan sangat merugikan daerah-daerah yang bekerja dengan baik. Efeknya, kalau semuanya dianggap menjadi sama, daerah yang bekerja dengan baik akan mengalami problematika pengelolaan keuangan, sehingga daerahnya terus-menerus mengalami penurunan daya dukung fiskal dan ini sangat berefek buruk bagi kinerja pembangunannya," imbuhnya.
Dalam pemaparannya, Purbaya memperlihatkan 15 pemda yang memiliki simpanan uang terbanyak per September 2025 dan berikut daftarnya:
Pemprov DKI Jakarta: Rp14,6 triliun
Pemprov Jawa Timur: Rp6,8 triliun
Pemkot Banjarbaru: Rp5,1 triliun
Pemprov Kalimantan Utara: Rp4,7 triliun
Pemprov Jawa Barat: Rp4,1 triliun
Pemkab Bojonegoro: Rp3,6 triliun
Pemkab Kutai Barat: Rp3,2 triliun
Pemprov Sumatera Utara: Rp3,1 triliun
Pemkab Kepulauan Talaud: Rp2,6 triliun
Pemkab Mimika: Rp2,4 triliun
Pemkab Badung: Rp2,2 triliun
Pemkab Tanah Bumbu: Rp2,1 triliun
Pemprov Bangka Belitung: Rp2,1 triliun
Pemprov Jawa Tengah: Rp1,9 triliun
Pemkab Balangan: Rp1,8 triliun
Sementara tren pemda menyimpan uang di bank mengalami peningkatan dibanding bulan September 2024 lalu.
Ketika merujuk pada pemaparan Purbaya, total uang yang disimpan di bank pada September 2024 mencapai Rp208,6 triliun.
"Serapan rendah mengakibatkan menambah simpanan uang Pemda yang nganggur di bank sampai Rp234 triliun. Jadi jelas, ini bukan soal uangnya tidak ada tapi soal kecepatan eksekusi," kata Purbaya dalam rapat bersama kepala daerah secara daring di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).
Profil singkat Purbaya Yudhi Sadewa
Purbaya lahir di Bogor, 7 Juli 1964, memperoleh gelar Sarjana dari jurusan Teknik Elektro di Institut Teknologi Bandung (ITB), memperoleh gelar Master of Science (MSc) dan gelar Doktor di bidang Ilmu Ekonomi dari Purdue University, Indiana, Amerika Serikat.
Ia diangkat sebagai Ketua Dewan Komisioner LPS berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 58/M Tahun 2020 tanggal 3 September 2020.
- Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Mei 2018-September 2020).
- Staf Khusus Bidang Ekonomi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Juli 2016 – Mei 2018).
- Staf Khusus Bidang Ekonomi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (November 2015-Juli 2016).
- Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis, Kantor Staf Presiden Republik Indonesia (April 2015-September 2015).
- Staf Khusus Bidang Ekonomi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2010-2014).
- Anggota Komite Ekonomi Nasional (2010-2014).
- Wakil Ketua Satgas Penanganan dan Penyelesaian Kasus (Debottlenecking), yang lebih dikenal dengan “Pokja IV”, di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Juni 2016-sekarang).
- Anggota Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (2016-sekarang) dan Anggota Indonesia Economic Forum (2015-sekarang).
Sebelum terjun di pemerintahan:
- Field Engineer di Schlumberger Overseas SA (1989-1994).
- Senior Economist di Danareksa Research Institute (Oktober 2000-Juli 2005).
- Direktur Utama PT Danareksa Securities (April 2006-Oktober 2008).
- Chief Economist Danareksa Research Institute (Juli 2005-Maret 2013).
- Anggota Dewan Direksi PT Danareksa (Persero) (Maret 2013-April 2015).
Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com
| Detik-detik Istri Sah Labrak Guru SD yang Kepergok Makan dengan Suaminya di Kafe: Nggak Tahu Malu! |
|
|---|
| Jadwal Neraka AC Milan: 5 Pertandingan Penentu Nasib Rossoneri di November 2025 |
|
|---|
| Persebaya Krisis Pemain Usai Dihantam Kartu Merah Beruntun Jelang Lawan Persis Solo |
|
|---|
| Usai Divonis 8 Bulan Penjara, Jonathan Frizzy Spill Acara Bahagia hingga Undang Media |
|
|---|
| Makna dan Sejarah Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober: Tonggak Persatuan Bangsa Indonesia |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.