Pemilu 2019

Kecewa Penggelembungan Suara Pemilu 2019, Gerindra Bawa Kasus Hilangnya Suara ke Mahkamah Konstitusi

Kecewa Penggelembungan Suara Pemilu 2019, Partai Gerindra Bawa Kasus Hilangnya Suara ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Penulis: Kuswanto Ferdian | Editor: Mujib Anwar
Wikipedia.org
Partai Gerindra - Kecewa Penggelembungan Suara Pemilu 2019, Partai Gerindra Bawa Kasus Hilangnya Suara ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Penyebabnya, BPP Jatim menyebut adanya potensi kecurangan oleh pelaksana pemilu selama proses perhitungan.

Instruksi ini pun disampaikan Soepriyatno sebagai Ketua DPD Gerindra Jatim yang juga Ketua BPP Prabowo-Sandi di Jawa Timur melalui sebuah surat tertanggal 22 April 2019.

Surat ini ditujukan kepada seluruh DPC Partai Gerindra yang tersebar di 38 Kabupaten/Kota di Jatim.

"Diinstruksikan kepada seluruh saksi kecamatan untuk tidak menandatangani hasil rekapitulasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di tingkat kecamatan dan membuat catatan keberatan atas hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden," begitu petikan surat yang ditandatangani Soepriyatno dan Anwar Sadad, Sekretaris DPD Gerindra Jatim ini.

Dikonfirmasi terkait surat tersebut, Soepriyatno membenarkan surat ini.

"Kami banyak menemukan kecurangan yang luar biasa masifnya," kata Soepriyatno kepada Surya.co.id (TribunMadura.com network), ketika dikonfirmasi di Surabaya, Rabu (24/4/2019).

Menurutnya, kecurangan tersebut terjadi sejak di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Mulai dari banyak manipulasi di C1, hingga potensi pelanggaran lainnya.

"Kami melihat pelanggaran itu terjadi sistematis, terstruktur, dan masif," ujarnya.

Anggota DPR RI menerangkan bahwa kecurangan ini menimbulkan potensi perubahan angka, pegeseran selisih, hingga penggelembungan suara.

"Sehingga, kami menginstruksikan jajaran di kecamatan untuk tidak menandatangani proses rekap," terangnya.

Selain dalam proses rekapitulasi, indikasi kecurangan juga dilakukan dengan pencoblosan surat suara oleh pihak tertentu sebelum pelaksanaan pemungutan. Hingga, penukaran form C1 berhologram dengan form C1 palsu.

Sehingga, Gerindra menilai pelaksanaan pemilu kali ini juga paling "brutal" dalam sejarah penyelenggaraan pemilu.

"Bukan hanya untuk Jawa Timur, namun seluruh Indonesia," katanya.

Sebagai perbandingan, pihaknya menyebut telah unggul di 22 provinsi dari 34 provinsi se-Indonesia.

"Kami menang di mayotitas provinsi. Sementara untuk beberapa provinsi mengaku kalah, meskipun tidak terlalu banyak," katanya.

Kenyataannya, unggul di mayoritas provinsi ternyata tak membuat pihaknya bisa memperoleh mayoritas suara.

"Oleh karenanya, buat apa kita menghormati proses perhitungan suara yang penuh rekayasa yang tidak jujur dan tidak adil ini?," katanya.

Menurutnya, kecurangan itu berpotensi menghilangkan 20 persen suara.

"Itu luar biasa. Suara kita berkurang sekitar 20 persen dari total jumlah suara. Oleh karenanya, itu tugas kita bersama untuk mengamankan," tegasnya.

"Intinya kacau penyelenggaraan pemilu kali ini. Di desa, kelurahan, sampai kecamatan, banyak sekali manipulasi. Kami menyayagkan hal itu," tegasnya.

Untuk diketahui, pihak penyelenggara saat ini terus melakukan proses rekapitulasi suara pasca pencoblosan pada Rabu 17 April 2019 lalu. Saat ini, proses rekapitulasi baru sampai di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). (Kuswanto Ferdian/Bobby Koloway/Sofyan Arif Candra Sakti)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved