KH Maimun Zubair Wafat

Gus Ipul Kenang Mbah Moen sebagai Ulama Karismatik Luas Ilmunya dan Konsisten Menghormati Perbedaan

Gus Ipul Kenang Mbah Moen sebagai Ulama Karismatik yang Luas Ilmunya dan Konsisten Menghormati Perbedaan.

Penulis: Bobby Koloway | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNMADURA/IST
Kebersamaan Ketua PBNU, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), dengan ulama dan tokoh kharismatik yang juga Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) di Surabaya, beberapa waktu kalu. 

Selama ini, Kiai Maimoen merupakan rujukan ulama Indonesia, dalam bidang fiqih.

Hal ini, karena KH Maimun Zubair menguasai secara mendalam ilmu fiqih dan ushul fiqih.

Ia merupakan kawan dekat dari KH Sahal Mahfudz, yang sama-sama santri kelana di pesantren-pesantren Jawa, sekaligus mendalami ilmu di tanah Hijaz.

KH Maimun Zubari lahir di Sarang, Rembang, pada 28 Oktober 1928. Kiai sepuh ini, mengasuh Pesantren al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah.

Mbah Moen merupakan putra dari Kiai Zubair, Sarang, seorang alim dan faqih. Kiai Zubair merupakan murid dari Syekh Saíd al-Yamani serta Syekh Hasan al-Yamani al-Makky.

Kedalaman ilmu dari orang tuanya, menjadi basis pendidikan agama KH Maimun Zubair sangat kuat.

Kemudian, ia meneruskan mengajinya di Pesantren Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan Kiai Abdul Karim.

Selain itu, selama di Lirboyo, ia juga mengaji kepada Kiai Mahrus Ali dan Kiai Marzuki.

Pada umur 21 tahun, Maimoen Zubair melanjutkan belajar ke Makkah Mukarromah. Perjalanan ini, didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni Kiai Ahmad bin Syuáib.

Di Makkah, Mbah Moen mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.

KH Maimun Zubair juga meluangkan waktunya untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), dan Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon).

Lalu, Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain. Kiai Maimun juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul al-ulama al-mujaddidun.

Terungkap, Dalam 3 Bulan saja Puluhan TKI Asal Sampang Meninggal di Luar Negeri, Penyebabnya Dibeber

Usai Beritahu Nilai Ujian ke Orang Tua, Mahasiswa Al Azhar Mesir asal Madura ini Tewas di Sungai Nil

Dua Emak-emak Pemilik Cafe Ternama ini Jual Anak-anak Layani Nafsu Lelaki di Pantai Prigi Trenggalek

Kisah Ikram, Pemuda Pamekasan Jadi Jutawan Berkat Melon Golden Dari Belajar Otodidak via Internet

Calon Jamaah Haji (CJH) Asal Lamongan Meninggal Dunia di Pesawat, Sebelum Landing di Tanah Suci

Selepas kembali dari tanah Hijaz dan mengaji dengan beberapa kiai, Kiai Maimoen kemudian mengabdikan diri untuk mengajar di Sarang, di tanah kelahirannya.

Pada 1965, KH Maimun Zubair kemudian istiqomah mengembangkan Pesantren al-Anwar Sarang.

Pesantren ini, kemudian menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif.

Selama hidupnya, Mbah Moen memiliki kiprah sebagai penggerak. Ia pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun.

Selain itu, beliau juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. Kini, karena kedalaman ilmu dan kharismanya, KH Maimun Zubair diangkat sebagai Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Politik dalam diri Kiai Maimoen bukan tentang kepentingan sesaat, akan tetapi sebagai kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan.

Mbah Moen merupakan seorang faqih sekaligus muharrik, pakar fiqh sekaligus penggerak. 

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved