Budaya dan Tradisi Madura

Kisah Kontes SAPI SONOK, Tradisi Petani Madura Tetap Eksis di Pamekasan: Sapi Juara Ratusan Juta

Kisah Kontes Sapi Sonok, Tradisi Petani Madura yang Tetap Eksis di Pamekasan: Sapi Juara Seharga Ratusan Juta.

Penulis: Kuswanto Ferdian | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNMADURA/KUSWANTO FERDIAN
Kontes Sapi Sonok di Pamekasan Madura 

Laporan Wartawan TribunMadura.com, Kuswanto Ferdian

TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Warga Kabupaten Pamekasan, Madura, memiliki kebudayaan yang sangat unik.

Kebudayaan itu yakni ' Kontes Sapi Sonok '.

Kontes Sapi Sonok ini adalah kontes kecantikan untuk sepasang sapi Madura betina.

Dalam perlombaan, biasanya sepasang sapi dirangkai atau diapit menggunakan pangonong.

Saat hendak berjalan, sepasang sapi akan berjalan serasa beriringan mengikuti instruksi pawang.

Lalu pasangan sapi berjalan-jalan dengan langkah kaki yang anggun untuk menuju memasuki sebuah gapura.

Hingga saat ini kontes Sapi Sonok yang merupakan warisan budaya tradisional di Pulau Garam itu masih tetap terlestarikan dengan baik.

Kontes Sapi Sonok ini, berbeda dengan lomba kerapan sapi yang menonjolkan adu kecepatan untuk sapi jantan.

Penilaian dalam ajang kontes sapi sonok lebih ditekankan pada keindahan dan keserasian kaki saat berjalan dan naik ke sebuah gapura.

Sonok merupakan singkatan dari ' Skona Nongkok ' yang berarti kakinya berpijak.

Dalam kontes sapi sonok, sepasang sapi betina berjalan di lintasan sekitar 15 sampai 20 meter dan tidak boleh menyentuh garis pembatas.

Sepasang sapi sonok diikat sebilah kayu melengkung yang disebut pangonong dan badan sapi juga diberi hiasan kain warna merah dan emas.

Bahkan kepala sapi juga diberi mahkota agar semakin terlihat cantik dan mempesona.

Sebelum masuk ke arena kontes Sapi Sonok, pasangan sapi diarak mengelilingi lapangan terlebih dahulu yang diiringi musik saronen dan diikuti tiga penyinden.

Meski demikian, Wakil Bupati Pamekasan Rajae mengajak seluruh masyarakat Pamekasan untuk menjaga dan merawat budaya kontes Sapi Sonok sebagai warisan budaya leluhur yang harus tetap dilestarikan.

"Budaya sapi sonok merupakan budaya yang patut dilestarikan oleh kita semua. Jangan sampai punah," katanya kepada TribunMadura.com, Senin (18/11/2019).

Rajae juga mengutaran budaya kontes Sapi Sonok ini sudah ada sejak 50 tahun yang lalu.

Tradisi Sapi Sonok semula tidak seterkenal ajang Karapan Sapi.

Namun, berkat terus dilestarikan, Kontes Kecantikan untuk sepasang sapi ini dikenal hingga ke luar negeri.

"Para bule atau orang luar negeri jika sudah mendengar akan digelar kontes Sapi Sonok pasti datang ke Pamekasan, apalagi saat ajang karapan sapi itu mereka banyak yang kesini," ujarnya.

Lebih lanjut, Rajae mengungkapkan, jika keberadaan kontes Sapi Sonok memiliki cerita sejarah yang panjang.

Yakni, bermula dari kebiasaan para petani di Kabupaten Pamekasan dalam merawat sapi ternak mereka.

Setiap sore, lanjut Rajae sapi-sapi betina ini biasanya dimandikan.

Usai dimandikan, selanjutnya diikat pada tonggak kayu dan kemudian dijejerkan dengan rapi.

Selain itu, sapi-sapi betina ini juga diberi ramuan jamu khas Pamekasan.

"Selain dari segi fisik, sepasang sapi betina ini juga akan dinilai dari penampilan aksesoris yang digunakan dan keserasian saat berjalan," ungkapnya.

“Dari penilaian tersebut akan muncul pasangan sapi yang terbaik. Sepasang sapi sonok yang keluar sebagai juara.

Nah kalau sudah juara, biasanya harganya akan mahal hingga puluhan bahkan ratusan juta," tandasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved