Berita Surabaya
Polisi Dalami Kemungkinan Adanya Pelaku Lain Kasus Pembuatan Surat Keterangan Hasil Rapid Test Palsu
Polisi mendalami keterlibatan institusi lainnya dalam praktik pemalsuan surat keterangan rapid test palsu.
Penulis: Firman Rachmanudin | Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Polisi tidak hanya mendalami aliran dana hasil pembuatan surat keterangan rapid test palsu dengan kop surat dr Nurul Hidayah.
Kemungkinan keterlibatan institusi lainnya dalam praktik pemalsuan surat keterangan rapid test palsu juga disoroti polisi.
Polisi menyoroti sebuah stempel validasi asli yang ditemukan dalam surat keterangan rapid test palsu itu.
Seperti yang tampak, surat tersebut terstempel dengan tulisan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Surabaya valid berwarna merah di pojok kiri bawah.
Baca juga: Jasa Pembuatan Surat Keterangan Hasil Rapid Test Palsu Dibongkar Polisi, Patok Rp 100 Ribu Per Orang
Baca juga: 3 Rumah Sakit Rujukan di Nganjuk Terisi Penuh, Hanya Gedung Mpu Sindok yang Terima Pasien Covid-19
"Surat tersebut memang palsu, termasuk stempel dokter dan tanda tangan yang digunakan itu dipalsukan," kata Wakapolres Pelabuhan Tanjung Perak, Kompol Anggi Saputra, Senin (21/12/2020).
"Namun untuk validasi dari KKP itu yang asli," sambung dia.
Validasi itu diduga dilakukan KKP Surabaya tanpa mengkonfirmasi keaslian surat keterangan tersebut.
"Yang pasti penumpang yang membawa surat palsu itu naik ke kapal," kata dia.
"Sebelumnya surat itu ditunjukkan ke bagian pemeriksaan KKP Surabaya untuk di validasi," sebutnya.
Disinggung terkait, ratusan surat palsu yang menghantarkan penumpang bepergian tanpa tes rapid semestinya itu dengan keterlibatan KKP Surabaya, polisi masih terus mendalami.
"Kami masih dalami dan kembangkan. Seperti yang bu Kapolres sampaikan, kami akan kembangkan apakah nanti menyangkut BUMN yang trrlibat atau institusi lain, masih terus kami dalami," tegasnya.

Baca juga: Operasi Lilin Semeru 2020 di Bangkalan, Cegah Klaster Baru Covid-19 saat Libur Natal dan Tahun Baru
Baca juga: Pupuk di Pamekasan Diduga Langka, Puluhan Aktivis GMNI Demo di Kantor DPRD, Diwarnai Aksi Dorong
Sebelumnya, Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya membongkar sindikat pembuatan surat keterangan rapid test palsu sebagai syarat bepergian ke luar pulau.
Pengungkapan sindikat pemalsu hasil rapid test itu berawal dari temuan polisi yang mencurigai seorang calo dari biro jasa tiket kapal.
Saat itu, pelaku menawarkan surat keterangan non reaktif rapid test tanpa harus repot-repot melakukan tes.
Surat keterangan dengan kop sebuah lembaga medis berikut dengan keterangan nama pemohon itu dilengkapi pula dengan tanda tangan dokter serta stempel yang dibuat oleh para pelaku.
"Tanda tangannya palsu, dokternya memang sedang praktik di Puskesmas tersebut," kata Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak, AKBP Ganis Setyaningrum, Senin (21/12/2020).
"Ini yang masih kami dalami," sambung dia.
Tiga orang tersangka itu adalah RR (55) pemilik biro jasa tiket, DS (36) calo tiket, dan SH (46) pegawai honorer di Puskesmas wilayah Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
"Perannya masing-masing namun saling berkaitan. Pembagian hasilnya calo dan biro jasa dapat 25 ribuan sisanya diserahkan ke DS," tambahnya.
Dari keterangan para tersangka, aktifitas itu sudah berjalan sejak September 2020.
Pemalsuan surat itu dilakukan karena permintaan penumpang dan regulasi yang mengharuskan adanya surat keterangan non reaktif sebelum melakukan perjalanan.
Penumpang yang sepakat hanya perlu mengirimkan data identitas KTP.
Klien langsung bisa mendapatak surat keterangan tersebut tanpa harus melalui mekanisme tes tapid yang sesuai dan benar.
"Pemohonnya itu akan bepergian sebagian besar ke wilayah Indonesia bagian Timur, Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan. Mereka melihat peluang itu dan disalahgunakan," terang Ganis.
Ganis tak menampik, hingga saat ini, proses penyidikan terhadap kasus pembuatan surat keterangan rapid test palsu itu masih terus dilakukan.
Perwira dua melati di pundak itu tak menampik jika akan ada kemungkinan tersangka baru dalam kasus tersebut.
"Sampai saat ini kami masih dalami. Termasuk keterlibatan sembilan biro jasa lainnya, kemudian perusahaan transportasi yang ada baik swasta maupun BUMN, termasuk kemungkinan menyeret okunum-oknum ASN di bidang kesehatan," kata dia.
"Kami terus dalami," lanjutnya.
Ganis mengaku prihatin terhadap praktik pemalsuan surat keterangan tersebut yang bertolak belakang dengan semangat pemerintah untuk mencegah sebaran Covid-19 di Indonesia.
"Bisa dibayangkan jika seorang yang mulanya reaktif atau positif Covid, bisa bepergian ke pulau tujuan dengan hanya membeli surat seharga Rp 100 ribu," ucap dia.
"Lalu di pulau tersebut atau di kota tujuannya ia justru menjadi karier Covid-19. Akan berapa banyak jiwa yang tertular. Itu yang kami prihatin," tegasnya.