Berita Bangkalan
Dulu Ditanami Jagung, Lahan Demplot di Bangkalan ini Disulap Jadi Lahan Subur Tanaman Sayur dan Buah
Lahan yang sebelumnya hanya bisa ditanami kacang panjang dan jagung itu kini mampu mendongkrak perekonomian warga Desa Bandang Dajah Bangkalan.
Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN - Lahan demplot seluas sekitar 5.000 meter persegi di Desa Bandang Dajah, Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan, kini mampu mendongkrak perekonomian warga setempat.
Lahan yang sebelumnya hanya bisa ditanami kacang panjang dan jagung itu kini berubah menjadi lahan subur dengan beragam tanaman holtikultura bernilai ekonomis.
"Tidak ada yang menanam seperti ini sebelumnya," Ketua Kelompok Tani Sangga Buana Desa Bandang Dajah, Jazi, Senin (11/1/2021).
"Dulu hanya tanaman jagung dan kacang ijo. Itu pun setahun sekali, menunggu masa hujan turun," ungkap dia.
Keterbatasan sarana produksi dan minimnya wawasan tentang pertanian menjadikan masyarakat setempat enggan menggarap lahan-lahan pertanian.
Baca juga: Penerapan PPKM di Jawa Timur, Polda Jatim Lakukan Penyekatan di 3 Perbatasan Wilayah Surabaya
Baca juga: PPKM di Kota Malang Tak Ada Penyekatan, Wali Kota Sutiaji: Hanya Ada Pembatasan di Ruang Publik
Baca juga: Koordinator Sahabat Mahfud MD Wilayah Jatim Bagikan Tips Sowan ke Kiai saat Pandemi, Simak Caranya
Mereka memilih pergi merantau atau bekerja sebagai kuli bangunan.
Lahan-lahan pertanian mereka biarkan ditumbuhi rumput sebagai keperluan pakan hewan ternak.
"Alhamdulillah, saya sendiri mendapatkan wawasan baru. Ini bermanfaat bagi masyarakat Bandang Dajah. Para pemuda yang menganggur bisa bergabung," jelasnya.
Pantaun Surya ( grup TribunMadura.com ), beragam tanaman holtikultura itu meliputi tanaman Bunga Kol varietes Liberti, Semangka varietes Esteem.
Lalu, ada Jagung varietes Madura, Pakcoy varietes Nauly, Bawang Merah varietes Sumenep, Cabe varietes Imola, hingga Tomat varietes Servo.
Selain memberikan wawasan baru di bidang pertanian, Program Eco Edufarming yang digagas Pertamina Hulu Energy West Madura Offshore (PHE WMO) itu dinilai Jazi berpotensi mendongkrak perekonomian warga Desa Bandang Dajah.
Dalam hal ini, PHE WMO kembali membuktikan bukan semata penghasil energi minyak dan gas untuk negeri.
Namun juga sebagai penghasil energi pemberdayaan ekonomi masyarakat Bangkalan.
Dengan harapan, memunculkan kemandirian berkelanjutan dengan mekanisme partisipatif yang melibatkan para pemangku kepentingan di desa setempat.
Peluang Desa Bandang Dajah menjelma sebagai kawasan atau sentra penghasil tanaman holtikultura terbuka lebar.
Pasalnya, saat ini total luas lahan tidur dan tadah hujan yang belum tergarap mencapai 80 persen.
"Ada tiga warga mendatangi saya untuk bergabung, berikut lahannya telah disiapkan," tuturnya.
Ia menambakan, saat ini Kelompok Tani Sangga Buana binaan PHE WMO masih beranggotakan sebanyak 15 orang.
"Sementara ini, kami berencana menjual hasil panen beragam tanaman holtikultura ini ke pasar-pasar kecil di Bangkalan," pungkasnya.
Panen perdana di lahan demplot itu mendapat perhatian dari Ketua Kelompok Bisnis Hortikultura Indonesia, Mohammad Maulid.
"Ini bagus, mudah, dan menjanjikan. Semacam trigger bagi masyarakat agar semangat dalam bercocok tanaman holtikultura," ungkap Maulid yang sengaja datang langsung dari Malang.
Ia menyarankan, para petani holtikultura lebih fokus pada satu tanaman saja. Semisal concern pada tanaman tomat.
Ketika nantinya berkembang, lanjut, Desa Bandang Dajah bisa menjadi kawasan atau sentra penghasil tomat.
"Satu desa bisa jadi sentra tomat atau tanaman lainnya. Kami akan membantu dari segi market," pungkasnya.
Pendamping Program Eco Edufarming, Nurudin mengungkapkan, tujuan awal pihaknya yakni memanfaatkan lahan tidur dengan melakukan intensifikasi pertanian biaya murah.
Menurutnya, masyarakat Desa Bandang Dajah enggan bercocok tanam karena tingginya biaya pertanian.
"Karena itu kami pangkas semua hingga 90,99 persen, tanpa pola obat obatan. Sehingga cost-nya turun," ungkapnya.
Keputusan tersebut ditempuh bersama PHE WMO setelah menampung beragam keluhan masyarakat.
Selain karena terbatasnya ketersediaan air, masyarakat Desa Bandang Dajah enggan mengelola lahan pertanian disebabkan faktor mahalnya biaya.
Sehingga, lanjut Nurudin, masyarakat melihat sektor pertanian di Desa Bandang Dajah tidak bernilai ekonomis.
"Keuntungannya kecil. Mereka memilih merantu atau sebagai kuli bangunan. Pulang bangun rumah, lahan di sini ditanami rumput untuk pakan ternak," paparnya.
Pencairan titik sumber mata air pun dilakukan. Pengeboran sukses di kedalaman mencapai 50 meter.
PHE WMO juga memberikan pelatihan cara pembuatan pupuk olahan dari kotoran hewan ataupun dari limbah arang sekam.
Ia menerangkan, kebutuhan air pada 1.000 meter persegi lahan demplot cukup dengan 1.000 liter air per hari. Itu akan berkurang pada musim hujan.
"Kendala air dan pupuk bisa diatasi. Bahkan selain jagung, semua tanaman bisa tumbuh subur di lahan yang dinilai minim air," terangnya.
Program Eco Edufarming PHE WMO ini merupakan program kelola pertanian yang hemat biaya, hemat tenaga, dan hemat air dengan metode berbasis bahan-bahan alami untuk kebutuhan pertanian.
Ia menjelaskan, pola pertanian Eco Edufarming ini berbeda dengan pertanian pada umumnya.
Biasanya dalam 1 hektare lahan bisa ditanam 12 ribu tanaman. Dengan pola ini, 1 hektare lahan bisa ditanami 24 ribu hingga 26 ribu tanaman karena satu lobang tanam ada dua tanaman.
Dari sisi kuantitas, jika masing-masing tanaman diasumsikan menghasilkan 900 gram, berarti per lobang tanam mampu menghasilkan 1,8 Kg per lobamg tanam.
"Artinya, 900 gram dikalikan 24 ribu, kita sudah menghasilkan 20 ton cabe," jelasnya.
Tanpa menggunakan obat-obatan, lanjut Nurudin, biaya pertanian bisa ditekan hingga 100 persen.
Nurdin menambahkan, budidaya tanaman holtikultura di Desa Bandang Dajah tidak lagi tidak lagi membasmi hama dengan pestisida. Melainkan dengan cara mencegah hama datang.
"Jadi tomat ini segar, bisa langsung dimakan karena hasil pertanian sehat perlakuan organik," pungkasnya sambil memetik dan mengunyah buah tomat.
Field Manager PHE WMO, Sapto Agus Sudarmanto mengungkapkan, assesment dan eksplorasi terkait pertanian dilakukan guna menemukan formula yang tepat.
"Bagaimana pertanian bisa menghidupi masyarakat Desa Bandang Dajah. Kami kenalkan teknologi tepat guna, murah, dan bisa mudah dicontoh masyarakat," ungkapnya.
Ia menjelaskan, melalui program Eco Edufarming pertanian di Bandang Dajah diharapkan bisa memunculkan kemandirian dan potensi peningkatan ekonomi melalui pertanian organik dan hemat biaya.
"Kami juga berupaya mengenalkan potensi pertanian yang ada di Desa Bandang Dajah," jelas Sapto.
Sebelumnya, PHE WMO berhasil dalam penyediaan fasilitas air bersih dan pembentukan HPAM Sumber Barokah Desa Bandang Dajah.
"Programnya adalah pengeboran dan pipanisasi melalui rumah warga," pungkas Sapto. (edo/ahmad faisol)