Indonesia Pernah Hanya Tinggal Madura, Jawa dan Sumatera Pasca Merdeka, Imbas Konflik dengan Belanda
Indonesia ternyata pernah hanya tinggal Madura, Jawa dan Sumatera saja. Imbas Indonesia konflik dengan Belanda pasca merdeka.
Dalam buku Kilas balik Revolusi Kenangan, Pelaku, dan Saksi karya Aboe Bakar Loebis, Kerajaan Belanda tak mengakui Indonesia secara de facto agar Indonesia tak bisa membuka perwakilan-perwakilannya di luar negeri.
Bertempat di Climus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, pertemuan dilakukan oleh pihak Indonesia dan Belanda.
Perdana Menteri Sutan Sjahrir mewakili Indonesia.
Sementara Belanda diwakili Wim Schermerhorn dengan anggota HJ van Mook dan Lord Killearn dari Inggris yang bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.
Meski berjalan dengan cukup alot, akhirnya perjanjian itu ditetapkan dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Hasilnya adalah Belanda hanya mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera, dan Madura.
Kemudian, Indonesia dan Belanda sepakat nantinya akan membentuk Republik Indonesia Serikat.
Wilayah seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia bagian timur dibahas kemudian.
• Liverpool Kian Merana di Liga Inggris, Manchester City Bertahan di Puncak Klasemen Sementara
• Ramalan Zodiak Lengkap Minggu 14 Januari 2021, Pendekatan Tulus Taurus Hingga Komunikasi Leo
Saat itu, muncul pro dan kontra terhadap keputusan yang telah ditandatangani oleh Sjahrir.
Banyak yang menganggap bahwa keputusan ini melemahkan Indonesia, apalagi negara ini baru saja merdeka.
Maka dari itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 1946 yang bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk mendukung hasil Perjanjian Linggarjati.
Walau sebenarnya perjanjian ini begitu merugikan Indonesia, tetapi banyak yang beranggapan bahwa jalur diplomasi merupakan cara terbaik.
Keputusan ini tak bisa diterima oleh beberapa rakyat di berbagai daerah.
Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai melakukan penyerangan terhadap Belanda yang dikenal dengan "Puputan Margarana" atau perang sampai titik darah penghabisan.
Namun, tak ada setahun setelah perjanjian itu, pada 20 Juli 1947 Belanda melanggar isi semua perjanjian itu sehingga meletuslah Agresi Militer I.