Berita Pamekasan
FPMP Berharap Dana Bagi Hasil Migas yang Diterima Pamekasan Lebih Besar dari Ketentuan Undang-Undang
Sebab DBH yang diterima nanti berkaitan denga rencana KKS WK Sampang Medco Energy Sampang Pty Ltd, prosentasenya kecil.
Penulis: Muchsin Rasjid | Editor: Aqwamit Torik
Penulis: Muchsin Rasjid | Editor: Aqwamit Torik
TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN – Sejumlah pemuda yang tergabung Forum Pemerhati Migas Pamekasan (FPMP) mendatangi Pemkab Pamekasan, meminta dana bagi hasil (DBH) yang diberikan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) Wilayah Kerja (WK) Sampang, Medco Energy Sampang Pty Ltd, terhadap pemkab, agar prosentasenya lebih besar dari DBH yang sudah tertera dalam undang-undang.
Sebab DBH yang diterima nanti berkaitan denga rencana KKS WK Sampang Medco Energy Sampang Pty Ltd, yang akan melakukan ekplorasi minyak dan gas (migas) di titik Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, nilai prosentasenya kecil.
Kedatangan mereka ditemui Kabag Perekonomian Setkab Pamekasan, Sri Puja Astuti, Kabag Humas dan Komunikasi Pimpinan, Sigit Priyanto dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pamekasan Bambang Prayogi, di ruang Wahana Wicaksana, Pemkab Pamekasan, Kamis (27/5/2021).
Koordinator FPMP, Suli Faris, mengatakan, kalau migas ini dikelola untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, masih belum memenuhi syarat, sehingga harus ada upaya koordinasi dengan pemerintah pusat agar ada revisi dalam undang-undang itu.
Baca juga: Lantik Pengurus Mahasiswa Yogyakarta, Bupati Pamekasan Sampaikan Tiga Syarat Jadi Generasi Hebat
Suli Faris, mantan Wakil Ketua DPRD Pamekasan, salama empat periode mengatakan, jika pemerinta bergeming dengn ketentuan yang sudah ada, pihaknya mengusulkan kepada pemkab agar meminta pemerinta pusat, bagaimana Madura juga dijadikan otonomi khusus. Ini bukan hanya sekadar karena ingin mendapatkan DBH sebesar 70 persen itu, tapi pertimbangan yang lain, seperti kearifan lokal.
Menurut Suli Faris, FPMP optimis untuk berupaya menyampaikan argument-argumen yang logis dan pertimbangan hukum yang nyata, karena hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, bahwa ekplorasi dilakukan di lepas pantai dan pengelolaan laut dibawah wewenang , jika sebelumnya 0 sampai 5 mil itu menjadi kewenangan kabupaten, kini dari titik 0 hingga 12 mil ditarik menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
Setelah dikaji penarikan kewenangan pengelolaan laut yang secara sepihak dilakukan pemerintah pusat, yang semula pemerintah kabupaten kota lalu ditarik ke provinsi ini bertentangan dengan prinsip pembagian urusan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
“Pada hakikatnya otonomi daerah sesunguhnya untuk memberikan peluang seluas-luasnya pada pemerintah daerah berkreasi membagun dirinya sendiri. Tetapi kalau sepihak ditarik menjadi kewenangan provinsi dan kemudian ini dijadikan dalih dari pemerintah pusat dengan mengatakan kabupaten tidak punya hak maka dalam urusn ini, pemkab perlu melakukan langkah yudisial review ke Mahkamah Konstitusi, walaupun memerlukan waktu panjang,” papar Suli Faris.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan, Bambang Prayogi menyambut baik aspirasi yang disampaikan FPMP. Bambang menilai usulan FPMP ini cukup bagus dan perlu ditindaklanjut. Hanya saja, pihaknya tidak bisa memberikan keputusan. “Minta tolong nanti Bu Tutik (maksudnya Sri Puja Astuti) untuk membuat resum dan disampaikan ke bupati,” kata Bambang Prayogi.(sin/muichsin)