Berita Bangkalan

DPO Kasus Rudapaksa Bangkalan Ditangkap di Malaysia, Pelaku Pakai Jalur Ilegal

Dari total delapan pelaku rudapaksa terhadap dua anak di bawah umur, dua pelaku di antaranya; JN (23) dan RN (21), warga Kecamatan Sepulu

Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Januar
Tribun Jateng
Ilustrasi pencabulan di Bangkalan 

Ringkasan Berita:
  • Dari delapan pelaku kasus rudapaksa terhadap dua anak di bawah umur di Bangkalan, dua pelaku (JN dan RN) telah ditangkap di Palangkaraya, sedangkan satu DPO berinisial MSA (15) ditangkap di Johor, Malaysia, karena masuk secara ilegal bersama delapan WNI lainnya.
  • MSA ditahan oleh Polis Diraja Malaysia dan dihadapkan ke Mahkamah Majistret Johor Bahru pada 30 Oktober 2025 atas pelanggaran Undang-Undang Kemigrasian 1959/63. 

 


Laporan wartawan TribunMadura.com, Ahmad Faisol

TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN – Dari total delapan pelaku rudapaksa terhadap dua anak di bawah umur, dua pelaku di antaranya; JN (23) dan RN (21), warga Kecamatan Sepulu telah ditangkap Satreskrim Polres Bangkalan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada 9 Oktober 2025.
 
Sementara sisanya, enam pelaku ditetapkan sebagai DPO dan salah seorang di antaranya ditangkap pihak kepolisian Johor, Malaysia.

DPO yang tertangkap karena masuk Negeri Jiran secara ilegal itu berinisial MSA (15), warga Desa Kelbung, Kecamatan Sepulu. Ia ditangkap bersama delapan WNI termasuk seorang tekong ketika tiba di kawasan Forest City, Johor, Malaysia.   

“Betul, kami mendapatkan informasi dari keluarga korban perihal salah satu DPO kami (MSA) yang tertangkap di Malaysia,” singkat Kasat Reskrim Polres Bangkalan, AKP Hafid Dian Maulidi kepada Tribun Madura, Minggu (9/11/2025).

Perkara rudapaksa terhadap dua anak di bawah umur itu terjadi di dua lokasi berbeda. Kedua korban, sebut saja Melati dan Bunga, diinformasikan masih saudara sepupu, mereka baru saja mudik dari Jakarta ke Kabupaten Bangkalan.

Baca juga: Kabur Selama 10 Hari, Pelaku Rudapaksa Mahasiswi di Jember Akhirnya Tertangkap

Seusai menangkap dua pelaku JN dan RN di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Hafid dalam keterangan saat konferensi pers pada 14 Oktober 2025 menyatakan, perkara rudapaksa dua korban anak di bawah umur itu terjadi di dua lokasi berbeda.

Masih saudara sepupu

Kedua korban, sebut saja Melati dan Bunga, diinformasikan masih saudara sepupu, mereka baru saja mudik dari Jakarta ke Kabupaten Bangkalan.

“Saat ini kami masih berkoordinasi dengan KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia) Johor Baru Malaysia berkaitan dengan DPO MSA,” pungkas Hafid.

Sebagaimana dalam surat dari KJRI Johor Bahru yang diterima Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Bangkalan, DPO MSA meninggalkan kampung halamannya pada 16 Oktober 2025 menuju Surabaya.

Bersama delapan WNI termasuk seorang tekong, MSA ditangkap polisi dari Polres/IPD Iskandar Puteri dengan dakwaan masuk Malaysia melalui jalur ilegal dan melanggar Pasal 6 (1) (c) Undang-undang Kemigrasian 1959/63.

Pada 30 Oktober, MSA telah dihadapkan di Mahkamah Majistret Johor Bahru untuk menghadapi sidang pertuduhan dari Jaksa Penuntut Umum. Sidang lanjutan (vonis) akan dilaksanakan pada 27 November 2025 di Mahkamah Majistret, Johor Bahru.

Kepala Disperinaker Bangkalan, Jemmi Tria Sukmana mengungkapkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Bangkalan berkaitan surat dari KJRI Johor Bahru Malaysia.

“MSA telah ditahan Polis Diraja Malaysia karena masuk ke wilayah Malaysia secara ilegal dan akan mengikuti sidang vonis tgl 27 November 2025. Karena MSA terhitung belum cukup umur, kemungkinan akan divonis bersalah dan langsung deportasi ke Indonesia,” ungkap Jemmi kepada Tribun Madura.

 
Ia menambahkan, apabila nanti dideportasi maka pihak kepolisian bisa berkoordinasi langsung dengan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Jawa Timur untuk penjemputan langsung di terminal kedatangan Bandara Juanda.

“Saat ditangkap oleh Polis Diraja Malaysia, biasanya semua dokumen dan barang milik PMI ilegal akan disita tanpa kecuali. Sehingga kalau nanti proses deportasi maka satu-satunya dokumen yang dimiliki adalah surat perjalanan laksana paspor (SPLP) yang diterbitkan dari KJRI/KBRI,” pungkas Jemmi.
 
 
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved