Sejarah Lebaran Ketupat Tradisi Setelah Hari Raya Idul Fitri, Berawal dari Sunan Kalijaga?
Sunan Kalijaga membudayakan dua kali bakda, yakni bakda lebaran (Idul Fitri) dan bakda kupat (lebaran ketupat)
Empat tindakan tersebut adalah lebaran, luberan, leburan, dan laburan.
Lebaran memiliki arti berakhirnya waktu berpuasa dan memohon ampun serta saling memaafkan satu dengan lainnya.
Sementara luberan berarti melimpahnya harta yang harus disedekahkan pada fakir miskin seperti zakat fitrah.
Apabila ketupat dibelah menjadi dua dan berwarna putih menggambarkan hati kembali suci dan fitrah.
Makna Lebaran ketupat bagi sebagian kalangan adalah hari raya bagi orang-orang yang melaksanakan puasa syawal.
Mereka menganggap perlu merayakan lebaran ketupat karena tidak jarang umat Islam merasa enggan melaksanakan puasa Syawal.
Hal tersebut disebabkan selama Ramadan mereka menganggapnya telah bergelut dalam lapar dan dahaga.
Pada lebaran ketupat terdapat proses yang didahului dengan perjuangan, nilai pengendalian diri dalam mengelola nafsu dan kesadaran bahwa manusia tidak luput dari kesalahan (kelepatan).
Menurut para sejarawan, ketupat berasal dari zaman yang lebih lama, yaitu zaman Hindu-Buddha di Nusantara.
Merujuk pada zaman pra-Islam, nyiur dan beras sebagai sumber daya alam sudah dimanfaatkan untuk makanan oleh masyarakat di zaman tersebut.
Hingga saat ini, ketupat juga digunakan oleh masyarakat Bali dalam ritual ibadah.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
