Berita Sidoarjo
Permintaan nonaktif Hakim Itong Dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Sidang secara Offline
Pengabulan permintaan itu disampaikan Hakim Tongani, Ketua majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya
Penulis: M Taufik | Editor: Samsul Arifin
TRIBUNMADURA.COM, SIDOARJO - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya mengabulkan permintaan terdakwa Itong Usnaini Hidayat, hakim nonaktif PN Sidoarjo yang terjerat OTT KPK, untuk menjalani sidang secara offline.
Pengabulan permintaan itu disampaikan Hakim Tongani, Ketua majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (28/6/2022). Sidang kali ini agendanya pembacaan eksepsi dari terdakwa setelah sebelumnya sidang pembacaan dakwaan.
Sidang Offline digelar dengan beberapa catatan. “Permintaan sidang Offline dikabulkan, tapi dengan beberapa catatatan. Diantaranya, sidang digelar secara terbatas,” kata hakim Tongani.
Sidang offline akan dilakukan saat agenda pemeriksaan saksi dan terdakwa. Artinya, terdakwa atau para saksi akan datang langsung ke ruang sidang dalam pemeriksaan kasus ini.
Sebelumnya, Itong dan kuasa hukumnya meminta majelis menggelar sidang secara Offline. Karena sidang online dianggap tidak efektif lantaran sinyal sering putus dan suaranya sudah kerap tidak terdengar.
Sementara dalam sidang lanjutan kali ini, dalam eksepsinya terdakwa meminta majelis hakim membatalkan dakwa jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK.
"Kesimpulan dari eksepsi kami adalah kami meminta dakwaan harus dibatalkan dan majelis hakim bisa memerintahkan JPU untuk mengeluarkan Itong Isnaeni dari penjara," ujar Mulyadi, kuasa hukum Itong.
Menurut dia, kliennya diseret ke meja hijau dalam dugaan suap tersebut hanya didasarkan pada keterangan Panitera Pengganti (PP), Hamdan.
Mulyadi menyebut, dalam hal ini dakwaan dari JPU tidak berdasar dan terukur. Sehingga dia merasa bahwa dakwaan itu patut dibatalkan.
Baca juga: Hakim Itong Protes saat Jalani Sidang Perdana usai OTT KPK, Minta Sidang Digelar Offline Karena Ini
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com
Selain itu, Mulyadi juga menolak pemecahan perkara atau splitsing. Ia menilai jika kliennya didakwa bersama-sama dan bukan perseorangan.
"Terhadap splitsing itu kami tegas menolak, karena seharusnya didakwaan itu secara bersama-sama atau turut serta. Intinya harus ada satu perkara karena itu sudah ada dalam yuris prudensinya," imbuhnya.
Dalam sidang sebelumnya, Itong didakwa pasal 12 huruf c tentang UU Tipikor junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP atau pasal 11 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke satu.
Jaksa KPK juga menjerat Itong dengan pasal gratifikasi. Hakim Itong dikenai dakwaan kombinasi.
“Dakwaan pertama terkait suap dalam sidang perkara PT Soyu Giri Primedika dan permohonan waris Made Sri Manggalawati. Untuk dakwaan pertama ini nilai (suap)-nya sekira Rp 450 juta,” kata Wawan Yunarwanto, jaksa KPK.
Sedangkan dakwaan kedua, sambungnya, terkait perkara gratifikasi. Nilainya sekira Rp 950 juta, juga terkait perkara yang ditangani terdakwa.
Dalam kasusnya itu, hakim Itong selalu bersama Mohammad Hamdan, panitera pengganti di PN Surabaya. Uang suap dan uang gratifikasi diterima Hamdan kemudian diserahkan ke Itong. Hamdan juga jadi panitera dalam perkara yang disidangkan oleh Itong.
“Yang tertangkap pertama oleh petugas KPK adalah Hendro Kasiono, pihak perusahaan setelah menyerahkan uang Rp 140 juta kepada Hamdan terkait perkara PT Soyu Giri Primedika. Kemudian penangkapan terhadap Hamdan, dan selanjutnya terdakwa Itong,” ungkap Wawan.
Dalam proses penyidikan, perkara itu berkembang. Awalnya hanya suap, kemudian ke perkara lain yang diduga terlah dilakukan Itong dan Hamdan. Termasuk gratifikasi yang mereka terima dalam penanganan perkara.