Penambahan Insentif dan Beasiswa Kedokteran Jadi Solusi Atasi Kurangnya Dokter di Indonesia

Kurangnya tenaga medis ini dinilai jadi ketimpangan pelayanan kesehatan antara kota dan daerah.

Editor: Samsul Arifin
Istimewa/TribunMadura.com
Faizuddin Yusuf Yudha, Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Program Kemitraan Pemkab Pamekasan - FK Unair. 

Kebanyakan dari mereka ingin bekerja di RSUD wilayah kota.

Baca juga: Polres Pamekasan Jamin Penerimaan Anggota Polri 2023 Bersih dari Calo, Tanda Tangan Pakta Integritas

"Di Pamekasan saja banyak dokter spesialis tidak mau ditempatkan di RSUD Waru atau di Puskesmas Batumarmar. Mereka maunya kembali ke kota. Ini kendalanya terutama masalah insentif," ungkap Yayak.

Keponakan Mahfud MD ini juga menyarankan berbagai Pemkab di Indonesia, khususnya di Pamekasan agar mengalokasikan anggaran khusus kesehatan yang digelontorkan dari anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).

Misalnya mengalokasikan 10 persen dari APBD Pemkab untuk kesehatan yang dikhususkan penambahan insentif dokter yang bertugas di pelosok, pemberian beasiswa kedokteran, pengadaan alat kesehatan, pembangunan rumah sakit atau penambahan fasilitas kesehatan.

"Program beasiswa kedokteran ini sudah bagus tapi perlu terobosan baru lagi kedepannya," pesan Yayak.

Tak hanya itu, Yayak juga mengamati, penyebab kurangnya dokter di Indonesia, karena sebagian masyarakat ketakutan jika anaknya masuk Fakultas Kedokteran biayanya mahal dan proses belajarnya lama.

"Itu banyak masyarakat yang berpikir demikian. Ini yang perlu dicarikan solusinya," keluh Yayak.

Solusinya, lanjut Yayak, dalam setiap tahunnya, jumlah kuota pemberian beasiswa kedokteran harus ditambah.

Sehingga para orang tua dan siswa yang baru lulus sekolah akan berlomba - lomba untuk mendapatkan beasiswa kedokteran tersebut dan tidak pusing memikirkan biaya selama belajar di Fakultas Kedokteran yang dinilai mahal.

"Tetapi dengan pemberian beasiswa kedokteran itu harus ada ikatan kontrak. Kalau setelah lulus harus mengabdi ke daerah asal, kalau perlu PNS di daerah itu. Itu harus tertulis kontraknya," saran Yayak lagi.

Kemudian, lanjut Yayak, setelah para mahasiswa ini lulus, jangan sekadar disuruh bekerja sebagai dokter saja.

Namun insentifnya juga diperhatikan, terutama bagi dokter yang bekerja di pelosok.

Pengalaman Yayak, selama ini di RSUS Waru Pamekasan, sekitar 10 tahun lebih kekurangan dokter, terutama kekurangan dokter spesialis.

Ini diakibatkan, setiap terdapat dokter yang ditempatkan tugas bekerja di RSUD Waru tersebut, sekitar dua bulan mengajukan pindah kerja ke RSUD kota.

"Hampir semuanya begitu karena insentifnya tidak setimpal dengan jarak tempuh dan tanggung jawab besar pekerjaan yang penuh risiko di daerah pelosok," urainya.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved