Berita Lumajang

Sejarah dan Mitos Gunung Lemongan Lumajang, Gunung Berapi Lama Tertidur, Juru Kunci Mbah Citro

Gunung berapi yang terletak di Desa Papringan, Kecamatan Ranuyoso, Kabupaten Lumajang tersebut menyimpan kesejarahan yang tak terlepas dari kisah Bega

Penulis: Erwin Wicaksono | Editor: Samsul Arifin
TribunMadura.com/Erwin Wicaksono
Sejarah dan Mitos Gunung Lemongan Lumajang, juru kunci Mbah Citro bawa misi perdamaian 

TRIBUNMADURA.COM, LUMAJANG - Terakhir meletus pada tahun 1898, Gunung Lemongan menjadi gunung berapi yang sudah lama 'tertidur' di Kabupaten Lumajang.

Gunung berapi yang terletak di Desa Papringan, Kecamatan Ranuyoso, Kabupaten Lumajang tersebut menyimpan kesejarahan yang tak terlepas dari kisah Begawan Citro Sridono Sasmito alias  Mbah Citro.

Juru Kunci Gunung Lemongan, Jaka (53) menyebut Mbah Citro merupakan sosok yang membuka jalur di hutan rimba Desa Papringan hingga akhirnya menemukan Gunung Lemongan kala itu.

Diceritakan Jaka, Mbah Citro memutuskan melakukan perjalanan ke Gunung Lemongan usai berjuang mengusir penjajah saat agresi militer Belanda II di Blitar sekitar tahun 1948.

Perjalanan Mbah Citro ke Lumajang tak luput dari saran leluhurnya yang menyarankan pria kelahiran 1902 tersebut.

Baca juga: Mau Healing ke Gunung Arjuno dan Gunung Welirang Saat Lebaran Harus Baca Ini

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

Awalnya, Mbah Citro dianjurkan bertapa di Gunung Lawu. Tirakat yang dilakukan Mbah Citro menemui sebuah petunjuk mengenai adanya padepokan supranatural yang konon berada timur pulau Jawa.

"Petunjuk tersebut mengarahkan Mbah Citro berjalan menuju Gunung Semeru. Di sana, selama 40 hari Mbah Citro melihat sinar biru keemasan dari arah Utara yang mengarah ke sebuah gunung (Lemongan)," ujar Jaka saat bercerita di Pos Pendakian Gunung Lemongan.

Perjalanan pun berlanjut hingga berhasil menyusuri hutan Desa Papringan. Jaka menuturkan jika kala itu hutan Desa Papringan merupakan hutan belantara yang begitu lebat.

"Konon katanya tidak ada yang berani menembus hutan tersebut," beber Jaka.

Menurut pemahaman Jaka, motivasi Mbah Citro melakukan berbagai perjalanan dan bertapa di berbagai gunung yakni karena semangat meraih petunjuk perdamaian.

Akhirnya langkah kaki Mbah Citro mengarahkannya menemukan Gunung Lemongan dan kemudian mendirikan sebuah padepokan di Gunung Fuji.

Baca juga: Kawasan Wisata Gunung Bromo Ditutup Selama Hari Raya Nyepi, Pengunjung Diimbau Tak Naik

Baca juga: Tradisi Bikin Ogoh-ogoh Umat Hindu di Lereng Gunung Semeru, Tampak Nyata dan Seperti Hidup

Sebuah dataran tinggi yang timbul akibat letusan Gunung Lemongan.

"Tempat ini di Gunung Fuji, Mbah Citro mendirikan sanggar pamujan tempat untuk berdoa. Mbah Citro memegang teguh semangat perdamaian dan kesejahteraan bagi rakyat," ungkapnya.

Setelah lama menetap di lereng Gunung Lemongan, Mbah Citro dikaruniai dua orang anak. Hingga akhirnya wafat dan dikebumikan di lereng Gunung Lemongan.

Makam Mbah Citro bersebelahan dengan makam istrinya.

"Mbah Citro wafat pada tahun 2016. Beliau ini asalnya dari Magetan Jawa Timur," terang Jaka.

Selama berbincang dengan Mbah Citro selama hidup. Jaka bercerita jika di Gunung Lemongan terdapat cerita rakyat yang hingga kini masih kental diyakini.

Konon Gunung Lemongan masih didiami sosok ghaib yang disebut Macan Danu. Sosok yang menyerupai hewan harimau tersebut disebut bisa menjelma sebagai manusia.

"Terkadang terlihat sebagai sosok pria yang tampan dan wanita yang sangat cantik," papar Jaka.

Alhasil, kata Jaka, terdapat beberapa pantangan yang harus dipatuhi ketika mendaki Gunung Lemongan. Salah satunya tidak bersikap remeh dan jumawa saat mendaki gunung setinggi 1.651 meter di atas permukaan laut itu.

"Meski gunungnya hanya 1.600an meter masih lebih tinggi dari Semeru, pantangan utama tidak boleh meremehkan. Banyak hal buruk yang menanti ketika sudah meremehkan seperti tersesat dan bahkan hilang," jelasnya.

Menyusuri Gunung Lemongan juga bukan perkara mudah. Pantauan di lokasi pendakian trek di Gunung Lemongan berkontur terjal dan berbatu.

Material letusan ratusan tahun silam masih berserakan di sepanjang trek jalanan. Butuh waktu 4 jam untuk menapaki puncak Gunung Lemongan. Panorama kawah vulkanis terhampar luas ketika sudah mencapai puncak.

"Mendaki dilarang pikiran kosong, dalam kecapekan, pemikiran kosong itulah dipindahkan sama makhluk lain," pesannya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved