Berita Madura

1300 Nakes Akan Kepung Kantor DPRD Pamekasan, Layanan Kesehatan Dihentikan, Tolak RUU Kesehatan

Nakes dari berbagai profesi ini akan berdemonstrasi dan orasi di depan Kantor DPRD Pamekasan tersebut

|
Penulis: Kuswanto Ferdian | Editor: Samsul Arifin
TribunMadura.com/Kuswanto Ferdian
Suasana saat Forum Komunikasi Organisasi Profesi Kesehatan menggelar konferensi pers di Kantor IBI Pamekasan. 

Laporan Wartawan TribunMadura.com, Kuswanto Ferdian 

TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Sebanyak 1.300 tenaga kesehatan (nakes) akan mengepung Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pamekasan, Madura, Senin (8/5/2023).

Nakes dari berbagai profesi ini akan berdemonstrasi dan orasi di depan Kantor DPRD Pamekasan tersebut.

Ini merupakan aksi nasional dan serentak di seluruh Indonesia sebagai bentuk penolakan pembahasan RUU Kesehatan Ominbus Law.

Anggota Pengurus Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Jawa Timur Bidang Kesejahteraan, dr Syaiful Hidayat mengatakan, demonstrasi yang akan dilakukan oleh Nakes di Pamekasan ini merupakan gabungan dari 5 profesi.

Nantinya seluruh nakes yang betugas di Puskesmas, Klinik dan Rumah Sakit di Pamekasan akan turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan RUU Kesahatan.

Baca juga: Pengurus PDPI Jatim Minta Pembahasan RUU Kesehatan Dihentikan, Dinilai Merugikan Profesi Dokter

"Peserta aksi nanti dari seluruh anggota organisasi profesi kesehatan yang tidak sedang bertugas di unit pelayanan darurat, ICU, ICCU, NICU, PICU, ruang operasi, ruang persalinan, ruang peawatan pasien dan lokasi bencana," kata dr Syaiful Hidayat, Sabtu (6/5/2023).

Menurut dokter yang akrab disapa Yayak ini, saat demonstrasi berlangsung, juga akan dihentikan pelayanan sementara di 45 fasilitas layanan kesehatan.

Yang terdiri dari 21 Puskesmas, 16 Klinik, dan 8 Rumah Sakit.

Penghentian pelayanan kesehatan tersebut dimulai pukul 10.00 - 11.00 WIB.

Sedangkan bagi Nakes yang terjadwal melakukan praktik, diwajibkan mengenakan pita hitam di tempat kerjanya masing-masing.

Pendapat Yayak, hangatnya pembahasan RUU Kesehatan ini mengancam hak berdemokrasi, hak sehat rakyat, hak kesejahteraan dan perlindungan profesi kesehatan.

Ia meminta pemerintah dan DPR RI jangan memaksakan pembahasan RUU Kesehatan yang kental kepentingan kapitalis di sektor kesehatan.

Sebab pembahasan RUU Kesehatan itu telah mengorbankan hak rakyat, dan mengorbankan hak profesi kesehatan.

"Kami juga protes sikap pemerintah yang membungkam suara-suara kritis terhadap kebijakan dan memberhentikan salah satu guru besar Prof Dr. Zaenal Muttaqin melalui Direktur RSUP Kariadi Semarang," protesnya.

Keponakan Mahfud MD ini juga meminta pemerintah agar masa depan kesehatan jangan dipolitisir dan diserahkan kepada pengelolaan asing.

Pendapat dia, proses penyusunan RUU Kesehatan telah menciderai proses berdemokrasi, cacat prosedur penyusunan perundang-undangan, dan sangat terburu-buru serta sembunyi-sembunyi dalam pembahasannya.

"Proses public hearing yang diselenggarakan oleh pemerintah tidak menjalankan partisipasi bermakna yang sebenarnya dan hanya formalitas belaka," sesalnya.

Yayak juga mengamati, daftar isian masalah (DIM) yang diajukan pemerintah tidak memuat yang disuarakan oleh organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kredibiltas dan kompetensi dalam memberi masukan.

Justru ia menilai pemerintah banyak mengakomodasi organisasi-organisasi yang tidak jelas bentukannya dan sangat nyata proses disintegrasi profesi kesehatan yang diperlihatkan dalam proses public hearing.

"Pembungkaman suara-suara kritis yang dilakukan secara formal oleh pemerintah khususnya kementerian kesehatan telah melanggar hak konstitusional warga negara yang dilindungi oleh UUD 1945," kecamnya.

Bahkan, lanjut Yayak, pemberhentian guru besar Prof Dr. Zaenal Muttaqin ini merupakan bukti nyata power abuse yang berdampak bagi hak individu warga negara dan mengganggu proses pendidikan kedokteran.

Ia mencontohkan, adanya kasus kekerasan yang terjadi di Lampung Barat dan beberapa daerah lain yang dialami oleh tenaga medis maupun tenaga kesehatan lain yang memperlihatkan adanya keterlibatan organisasi profesi setempat.

Saran dia, masalah ini harus dipandang sebagai upaya hadirnya organisasi profesi sangat penting untuk membantu pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan.

"Pembahasan RUU Kesehatan sangat memperlihatkan upaya pemerintah menghapus keberadaan organisasi profesi yang telah lama mengabdi bagi negeri," keluhnya.

Penuturan Yayak, seluruh dokter di Indonesia saat pandemi Covid-19 mewabah, telah menunjukkan bukti pengabdian yang nyata.

Namun setelah pandemi berakhir, ada upaya untuk menghilangkan peran dokter.

Bahkan ada upaya disintegrasi yang dilakukan pemerintah terhadap profesi kesehatan.

"Hal ini tentu tidak sejalan dengan Pancasila yaitu sila persatuan Indonesia," tutupnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved