Rekonstruksi Carok 4 vs 2 Bangkalan

Breaking News, Rekonstruksi Carok 4 vs 2 Bangkalan, Ternyata Ini Motif Sebenarnya, Tak Bisa Dibantah

Satreskrim Polres Bangkalan menghadirkan kakak beradik tersangka carok, Hasan Basri (40) dan Wardi (35), warga Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi

|
Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Januar
TribunMadura/ Ahmad Faisol
Tersangka Hasan Basri dalam gelar rekonstruksi, Senin (26/2/2024) memperagakan adegan saat pertama kali melayangkan celurit ke arah tubuh korban tewas MTJ dalam peristiwa carok di Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi, Bangkalan pada 12 Januari 2024 

Laporan wartawan TribunMadura.com, Ahmad Faisol

TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN – Satreskrim Polres Bangkalan menghadirkan kakak beradik tersangka carok, Hasan Basri (40) dan Wardi (35), warga Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi dalam gelaraan rekonstruksi di jalur kembar Ringroad Barat Kota Bangkalan, Senin (26/2/2024).

Peristiwa carok itu menewaskan empat orang di lokasi kejadian, Desa Bumi Anyar pada 12 Januari 2024 malam.

Peristiwa carok bersenjata tajam jenis celurit dan pisau tersebut sempat viral di seluruh platform media pemberitaan maupun media sosial. Setelah lebih dari satu bulan, tersangka Hasan dan Wardi baru kali ini dihadirkan untuk gelaran rekonstruksi.

“Tidak ada peran pengganti, murni dua tersangka (Hasan-Wardi) sendiri didampingi pengacara, kepolisian, dan dari pihak kejaksaan. Untuk lokasi memang kami ganti karena mempertimbangkan sisi keamanan,” ungkap Wakapolres Kompol Andi Febrianto didampingi Kasat Reskrim AKP Heru Cahyo di lokasi gelar rekonstruksi.

Baca juga: Adik Hasan Busri Tertawa Kenang Ngerinya Peristiwa Carok Maut 2 vs 4 di Bangkalan: Ketinggalan Saya

Seperti diberitakan sebelumnya, empat korban meninggal dunia itu berinisial NJR (42), warga Desa Larangan Timur, kemudian MHF (45), warga Desa Bumi Anyar, serta MTJ (45 ) dan MTD (26), warga Desa Larangan Timur Kecamatan Tanjung Bumi. Dua nama korban terakhir berstatus sebagai kakak beradik.

Tiga korban tewas di lokasi dan satu korban tewas dalam perjalanan ke puskesmas.

Sementara untuk adegan empat korban, saksi, termasuk warga diperankan oleh para personel Satreskrim Polres Bangkalan

Adapun motif dari perkelahian dengan menggunakan senjata tajam itu, pihak kepolisian menyebut karena ketersinggungan hingga tercipta perang mulut antara pelaku Hasan Basri dan korban MTJ.

“Tidak ada bantahan dari pihak-pihak yang hadir karena memang sudah sesuai dengan peristiwa yang terjadi, termasuk keterangan dari tersangka,” pungkas Andi.

“Carok bukan lagi persoalan harga diri, tetapi nuansanya lebih ke persoalan politik bahkan hanya sekedar perebutan kekuasaan. Fenomena carok sekarang dilakukan dari belakang, bergerombol membunuh satu orang. Dari perspektif sejarah budaya Madura, itu sebenarnya bukan definisi carok,” ungkap Iskandar kepada Tribun Madura, Selasa (16/1/2024).

Ia menjelaskan, ada kepercayaan masyarakat Madura jaman dulu bagi pihak yang salah dan akhirnya kalah dalam duel carok maka tidak ada dendam.

Namun jika pihak yang benar ternyata kalah dengan posisi wajah menghadap ke atas, anak laki-laki atau saudara laki-laki dari pihak yang benar namun kalah harus melakukan balas dendam.

Dan apabila pihak yang benar meninggal dengan wajah menghadap ke bawah atau dengan tubuh tersungkur, itu berarti sudah ikhlas dengan kekalahannya.

Pihak pemenang dan benar akan mengantar jenazah lawan ke rumah keluarga pihak yang kalah, disitulah keikhlasan maksudnya. Di situ akhirnya muncul rasa kebanggan bahwa dia berada di pihak yang benar dan menang,

Iskandar memaparkan, apabila pihak yang salah kemudian kalah dalam carok kemudian jenazahnya diantar oleh pihak yang benar dan menang ke rumah keluarganya, itu sudah menjadi hal yang sudah biasa. Keluarga dari pihak yang salah menerima dengan ikhlas, arahnya lebih ke perilaku sportif. Hanya saja sekarang arahnya lebih dikriminalkan, akhirnya siapapun yang bawa senjata tajam akhirnya dianggap tindakan kriminal.

“Orang yang melakukan carok itu sudah siap semuanya, mulai bekal secara keilmuan, bekal keluarga mengikhlaskan dia ‘berperang’ karena ada rasa malu di keluarga. Kenapa rasa malu itu muncul, karena di Madura itu pola pemikirannya Tanean Lanjeng, itu erat juga juga kaitannya,” paparnya.

Konsep Tanean Lanjeng atau halaman panjang, lanjut Iskandar, merupakan sebuah konsep pemikiran masyarakat Madura yang menekankan setiap anak perempuan Madura yang sudah menikah harus menetap di rumah orangtua atau dibuatkan rumah di samping rumah oleh orang tua. Artinya pihak pria ikut menetap di rumah isteri, berbeda dengan Jawa di mana perempuan yang ikut lak-laki ketika sudah menikah.

Akhirnya terbentuklah konsep tanean lanjeng atau halaman panjang komplek keluarga dengan satu buah langgar atau mushola. Di situlah kenapa setiap rumah di Madura terdapat satu bangunan langgar atau mushola.

Iskandar menjelaskan, setiap tamu yang berkunjung memang tidak boleh langsung masuk ke rumah inti. Langgar atau mushola selain tempat ibadah juga sebagai tempat untuk tamu dengan harapan menghindari terjadinya perselingkuhan atau main mata.

“Ketika seorang perempuan ‘dinistakan’, di situlah perasaan malu atau aib bukan hanya ditanggung suami namun sudah mengusik harga diri keluarga besar. Jadi para anak perempuan meski sudah menikah harus kumpul dengan orang tua, tidak lepas. Karena itu, carok hingga saat ini masih kuat terjadi meski sudah jauh mengalami pergeseran dari arti sebenarnya,” tuturnya.

Disinggung terkait perihal apa saja yang bisa mengikis fenomena carok?, Iskandar menyebutkan peran kiai sangatlah kuat dalam memberikan pemahaman bahwa membunuh orang baik itu dalam asumsi benar atau salah merupakan tindakan yang tetap perlu dipersalahkan atau merupakan tindakan berdosa.

Pemerintah, lanjutnya, juga mempunyai peran besar untuk menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat melalui pendidikan. Apabila derajat pendidikan di Madura masih rendah dan masih banyak masyarakat buta aksara dan kemudahan mendapatkan akses informasi terkait pelanggaran hukum masih sangat terbatas, maka berakhirnya fenomena terjadinya kekerasan menggunakan sajam tidak akan pernah berakhir.

“Sehingga yang terjadi, melakukan pembunuhan itu masih dianggap sebagai tindakan kriminal biasa, padahal itu bisa dipenjara seumur hidup. Peran aparat kepolisian, kejaksaan, dan hakim juga harus diperkuat. Bukan kemudian ada main mata terkait vonis hukuman yang menyebabkan indeks kepercayaan terhadap APH (aparat penegak hukum) menurun. Sehingga kekerasan akan terus berulang,” pungkasnya.

Seperti diketahui, peristiwa perkelahian menggunakan sajam jenis celurit melibatkan 4 orang melawan dua orang terjadi di Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi pada Jumat (12/1/2024) sekitar pukul 18.30 WIB.

Dari peristiwa itu, tiga orang meninggal dunia di lokasi kejadian dan satu orang meregang nyawa saat perjalanan menuju puskesmas. Satreskrim Polres Bangkalan menetapkan kakak beradik sebagai tersangka, HB (40) dan WD (35), warga Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi. Keduanya dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman pidana penjara seumur hidup.

Setelah peristiwa berdarah itu, Polres Bangkalan berupaya meredam situasi dengan menerjunkan sejumlah personel gabungan yang terdiri dari anggota polsek, polres, hingga dukungan personel Polda Jatim. Dengan harapan tidak terjadi aksi balas dendam dari kedua belah pihak.

Kapolsek Tanjung Bumi, AKP Fery Riswantoro mengungkapkan, sedikitnya tiga banner bertulisan pesan imbauan, ‘Hilangkan Budaya Membawa Sajam, Membawa Sajam Tanpa Izin Dikenakan Pidana Hukuman 10 Tahun Penjara’ dipasang di tiga titik. Meliputi Jalan Raya Desa Tanjung Bumi, Desa Bumi Anyar, dan Desa Banyusangkah.

“Kami juga menggelar razia tadi malam dengan sasaran sajam, bahan peledak, hingga narkoba sebagai upaya cipta kondisi. Apalagi sekarang momen pemilu,” singkat Fery kepada Tribun Madura.

Kasus carok juga pernah terjadi di tempat lainnya beberapa waktu lalu.

Mat Halil, Warga Kecamatan Sumberbaru Jember tewas usai terlibat carok (berkelahi bawa clurit) dengan lima orang saudaranya, karena rebutan batas tanah pekarangan.

Pria asal Desa Gelang Kecamatan Sumberbaru Jember ini tewas dan mengalami luka bagian pinggang, usai dibacok oleh saudaranya.

Kanit Reskrim Polsek Sumberbaru Aiptu Susanto mengaku masih melakukan penyidikan, dan oleh Tempat Kejadian Perkara (TKP) lokasi perseteruan lima orang bersaudara ini.

"Kami di lapangan masih melakukan dan mengumpulkan barang bukti dan para saksi yang melihat kejadian tersebut," ujarnya, Senin (4/9/2023).

Namun, Susanto belum bisa menjelaskan kronologi kejadian tersebut. Hanya saja, katanya, sekarang pelaku dan korban masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Jatiroto Lumajang.

"Untuk pelaku dan juga korban masih menjalani perawatan di rumah sakit, " ungkapnya.

Sebatas informasi, peristiwa berdarah di ujung Barat Kabupaten Jember yang melibatkan 5 orang ini terjadi pada, Minggu (3/9/2023).

Kabarnya, saat itu saudara Mat Halil bernama Surip mendatangi rumah Hasim sambil membawa celurit, sekira pukul 9.30 waktu setempat.

"Semuanya ini masih bertetangga bahkan mereka masih ada hubungan saudara. Sarip itu datang ke rumah pak Hasim sambil membawa celurit. Saat itu Surip langsung membacok Hasim,"Kata salah satu warga yang tidak mau disebutkan identitasnya.

Aksi Sarip tersebut rupanya mengejutkan anggota keluarga Hasim yang mayoritas perempuan. Sehingga, kata sumber ini, para wanita tersebut langsung meminta tolong atas insiden itu.

"Mendengar Hasim minta tolong karena diserang, keluarganya langsung melempari Sarip dengan batu. Sehingga Sarip pun mengalami luka-luka di sejumlah tubuhnya," kata sumber ini.

Setelah mereka berkelahi, dua anak Sarip bernama Sali dan Hos mendatangi rumah Hasim, sambil membawa senjata tajam. Mereka ngamuk dan tidak terima kalau ayahnya dilempari batu.

Namun saat itu, dua anak Sarip ini ditemui oleh Mat Halil dan Istrinya yang merupakan mertua dari Hasim. Sehingga, mereka langsung menyerang mertua Hasim ini dengan senjata tajam.

Serangan Sali dan Hos tersebut,membuat Mat Halil dan Istrinya mengalami luka serius di bagian pinggang. Sehingga harus dilarikan di rumah sakit.

Namun ketika hendak perjalanan menuju rumah sakit. Mat Halil pun menghembuskan nafas terakhirnya dan Tim medis menvonis pria Jember tersebut meninggal dunia.

Sementara itu, Istri Mat Halil, Sarip, dan Hasim sekarang masih menjalani perawatan medis di rumah sakit Jatiroto Lumajang, untuk proses pemulihan.


Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved