Berita Sumenep

Sekolah Rakyat di Sumenep Pilu, Banyak Murid SD Mundur, Koordinator PKH: Mereka Sulit Beradaptasi

Sekolah Rakyat Terintegrasi (SRT) Kabupaten Sumenep menghadapi tantangan serius di tahun pertama pelaksanaannya.

Penulis: Ali Hafidz Syahbana | Editor: Januar
Kompas.com
Ilustrasi pelaksanaan Sekolah Rakyat 

Ringkasan Berita:
  • Sejak diluncurkan pada 30 September 2025, Sekolah Rakyat Terintegrasi (SRT) Sumenep mengalami penurunan jumlah murid, dengan sekitar 72 siswa mengundurkan diri, mayoritas dari jenjang SD.
  • Anak-anak SD kesulitan beradaptasi karena harus tinggal di asrama dan belum siap berpisah dari orang tua, sehingga faktor psikologis menjadi tantangan utama.
  • Pihak PKH terus mencari pengganti bagi siswa yang mundur, sementara SRT memperkuat pendekatan psikologis dan pembinaan

 

Laporan Wartawan TribunMadura.com, Ali Hafidz Syahbana

TRIBUNMADURA.COM, SUMENEP -Sekolah Rakyat di Sumenep mengalami nasib memilukan.
 
Sekolah Rakyat Terintegrasi (SRT) Kabupaten Sumenep menghadapi tantangan serius di tahun pertama pelaksanaannya.

Sejak resmi di-launching pada 30 September 2025 lalu, jumlah murid yang bertahan terus menurun.

Koordinator Kabupaten Program Keluarga Harapan (PKH) Sumenep, Hairullah menyebutkan hingga awal November 2025 tercatat sekitar 72 murid telah mengundurkan diri dari SRT. Sebagian besar di antaranya adalah murid dari jenjang sekolah dasar (SD).

Baca juga: Sekolah Rakyat di Pamekasan Tak Laku, 2 SRMP Mengundurkan Diri seusai Peresmian

"Mayoritas yang mundur itu anak-anak SD. Mereka memang masih sulit beradaptasi karena harus tinggal di asrama," kata Hairullah pada Selasa (4/11/2025).

Sejak awal peluncuran katanya, SRT dirancang sebagai lembaga pendidikan alternatif bagi anak-anak dari keluarga miskin yang kesulitan mengakses sekolah formal.

Pihak pendamping PKH telah aktif menyalurkan calon murid ke SRT dengan jumlah bervariasi setiap gelombang.

"Awalnya kami mendata 159 anak untuk masuk SRT. Tapi dari waktu ke waktu, jumlahnya menyusut karena sebagian memilih mundur," jelasnya.

Hairullah menegaskan, pendamping PKH terus berupaya mencari pengganti setiap murid yang keluar. Hal itu menjadi bagian dari tanggung jawab mereka untuk memastikan kuota SRT tetap terpenuhi.

"Kalau ada yang mundur, otomatis kami harus mencari calon baru. Itu sudah jadi komitmen kami," tegasnya.

Terpisah, Wakil Kepala Humas SRT Sumenep Meliana Risdiyanti membenarkan adanya gelombang pengunduran diri tersebut.

Faktor Utama

Pihaknya menyebut, faktor psikologis menjadi kendala utama, terutama bagi anak-anak SD yang belum siap tinggal jauh dari orang tuanya.

"Konsep sekolah berasrama memang masih baru bagi sebagian besar murid. Tidak mudah bagi anak-anak SD berpisah dengan keluarganya, itu tantangan yang kami hadapi," kata Meliana.

Meski demikian, pihak SRT optimistis program ini akan terus berkembang. Pihaknya kini fokus memperkuat pendekatan psikologis dan pembinaan karakter agar murid lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan sekolah berasrama.

"Kami terus berbenah. Ada pendampingan khusus supaya anak-anak merasa nyaman dan betah di asrama," terangnya.
 
 
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved