Hikmah Ramadan
Puasa dan Kesalehan Sosial
Ramadhan identik dengan puasa dan aktivitas amaliah ibadah lainnya, mulai dari tadarus, wirid, tarawih, megengan, beramal, bahkan menyuburkan empati
Selebihnya kandungan al-Qur’an berbicara mengenai persoalan sosial, kisah-kisah masa lalu, dan petunjuk sebagai pelajaran bagi umat.
Memang perlu kita sadari bahwa, kandungan Al-Qur’an berisi dua rumah besar, yaitu konsep keberagamaan yang sifatnya mahdhah dan sosial.
Terma ini pada umumnya yang pada akhirnya dikenal dengan Hablun min Allah dan Hablun min al-Annas.
Kedua aktivitas ini tidak lain pada hakikatnya bernilai ibadah jika diniatkan kepada Sang Khalik sebagai bentuk pengabdian kepada-Nya.
Secara jelas hubungan antar sosial dalam literatur Islam terdapat dalam QS. Ali Imran ayat 112.
Yaitu “dhuribat alaihim al-aldzillah aina ma tsuqifu illa bi hablin min Allah wa hablin min al nas”.
Menusia sendiri sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari aktivitas hubungan dengan manusia yang lain dengan saling berinteraksi.
Dalam perspektif sosiologi, seorang sosiolog abad ke-19 dan 20 bernama George Herbert Mead dan Erving Goffman menyatakan bahwa interaksi sosial sebagai bentuk aktivitas individu yang dapat menjadi faktor pembentuk kepribadian dari setiap orang.
Proses interaksi sosial tidak hanya satu arah semata, namun juga dapat saling timbal balik (interstimulasi).
Melihat konteks ini, aspek penting dalam mengaktualisasikan nilai-nilai keagamaan secara kontekstual dan tidak terjerumus pada kubangan supremasi, adalah dengan meningkatkan kualitas keimanan, puasa dan hubungan sosial dengan penuh akhlakul karimah.
Oleh karenanya, puasa sebagai media yang pada dasarnya bersifat mahdhah, namun juga dituntut untuk menahan diri agar tidak terbawa arus hawa nafsu, kedengkian, sifat mencelakakan orang lain, brutalitas, intoleran, bahkan merendahkan satu sama lain.
Hakikatutama dari puasa adalah menahan diri lahir-batin dari perbuatan yang dilarang syariat, dan sebagai sarana untuk membersihkan hati dari sifat sombong, riya, dan penyakit hati lainnya.
Dalam konteks hablun min al-nass ini, jika merujuk pada al-Qur’an, standarnya adalah dengan suka memberikan sebagian harta yang dicintainya kepada fuqara’ dan masakin (sedekah, beramal, berinfaq), mencakup anak yatim, musafir, dan orang peminta-minta, memerdekakan hamba sahaya, menepati bila berjanji, bersabar dalam kesempitan,
penderitaan dan peperangan (QS. al-Baqarah ayat 77).
Aspek sedekah di atas sejalan dengan Hadits Nabi Muhammad, bahwa: ayyu alshadaqati afdhalu? Qala al-shadaqatu fii Ramadhan (HR. Tirmidzi).
Jika ditarik pada konteks berkeluarga, bersosial dan bernegara, maka upaya meng-upgrade kesalehan sosial dengan cara menjaga keharmonisan rumah tangga, meminimalisir gesekan konflik, saling menerima perbedaan pendapat, tidak saling merasa superior atau benar, menjaga keutuhan negara dari keterpecahbelahan dengan menjaga Ukhuwwah Islamiyyah, Ukhuwwah Wathaniyyah dan Ukhuwwah Insaniyyah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.