Hikmah Ramadan
Puasa dan Kesalehan Sosial
Ramadhan identik dengan puasa dan aktivitas amaliah ibadah lainnya, mulai dari tadarus, wirid, tarawih, megengan, beramal, bahkan menyuburkan empati
Maka untuk menciptakan hubungan sosial yang didasari dengan sense of social, maka perlu menciptakan lingkup sosial yang berkualitas dan tidak keluar dari rel nilai-nilai luhur agama.
Jika dikaji pada aspek keberagamaan pada level tasawwuf, maka ibadah sosial yang berkualitas, ideal, dan selaras dengan ajaran Nabi adalah dengan menjaga lisan, menata hati, berhubungan sosial diniatkan untuk ibadah dan selalu menerima apa yang telah ditetapkan Allah SWT semasa hidup di dunia.
Hingga pada akhirnya, aktivitas ini dikenal dengan tasawuf sosial, yaitu tetap mengamalkan amaliah-amaliah ibadah di tengah kehidupan dan tidak meninggalkan aspek hubungan sosial.
Dalam konteks Indonesia, salah satu Ulama NU yang mempopulerkan terma ini adalah almaghfurlah KH. Sahal Mahfudz.
Aspek kedua yaitu, puasa sebagai momentum untuk meningkatkan ketakwaan aspek spiritual.
Aspek ini tidak kalah penting untuk diimplementasikan dalam setiap detak detik waktu supaya terus tersambung kepada Allah SWT.
Selain dilipatgandakan pahala, diampunidosa-dosa, dan mustajab ketika berdoa, output dari melakukan aktivitas puasa Ramadhan diharapkan mampu meningkatkan kesalehan spiritual seorang muslim. Sebagaimana dalam salah satu ayat QS. Al-Dzariyat ayat 16-18: “orang yang bertakwa selalu berbuat kebaikan, sedikit sekali istirahatnya di malam hari lantaran sibuk mengingat Allah, dan pada waktu sahur memperbanyak istighfar”.
Dalam perspektif fadhilah bulan Ramadhan, menghidupkan siang dan malam dengan mendekatkan diri kepada-Nya memiliki keutamaan sendiri.
Betapa banyak orang yang senantiasa melewatkan momentum penuh berkah Ramadhan dan tidak memanfaatkannya untuk dzikrullah, tadarrus, atau bahkan beristighfar di waktu malam.
Mengasah kemampuan atau ketajaman spiritual adalah bekal perjalanan kehidupan menuju kehadirat Tuhan.
Maka terdapat Ulama seperti Imam Ghazali dalam bahasan Tartib al-Aurad wa Tafshil Ihya’ al-Lail yang juga dituangkan dalam karya fenomenalnya Ihya ‘Ulumuddin, bahwa beliau menuliskan tips supaya menghidupkan malam ramadhan terutama di sepertiga malam.
Setidaknya terdapat dua aspek penting, yaitu persiapan jasmani dan rohani.
Persiapan jasmani meliputi: 1). Tidak banyak makan, namun memperbanyak minum air putih;, 2) Tidak terlalu kelehanan di siang hari melakukan aktivitas yang berat; 3). Berusaha membiasakan diri tidur siang (Qailullah); 4). Tidak berbuat dosa di siang hari.
Lalu persiapan rohani meliputi: 1). Senantiasa menjaga qolbu supaya terhindari dari penyakit hati dan berlebihan dalam kegelisahan materi dunia; 2). Membiasakan hati untuk mengingat hari akhir; 3). Yakin terhadap kemuliaan dan keutamaan shalat malam; 4). Menancapkan rasa keimanan hakiki kepada Allah SWT, sebab malam hari adalah waktu yang utama untuk bermunajat kepada-Nya.
Dalam perspektif ini oleh Imam Ghazali menegaskan bahwa pada dasarnya juga dilakukan oleh Nabi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.