Hikmah Ramadan

Ramadan dan Penguatan Ketahanan Keluarga di era Digital

Gegap gempita dunia digital berpotensi mengusik ketahanan keluarga, khususnya bagi pasangan muda

Editor: Taufiq Rochman
Istimewa
Prof Dr Hj Muslihati, S.Ag., M.Pd, Sekretaris Komisi Pemberdayaan Perempuan, Keluarga dan Remaja, Guru Besar Bimbingan dan Konseling FIP Universitas Negeri Malang 

Pasangan suami istri perlu memiliki mindset bahwa rizki adalah karunia dan amanah dari Allah SWT perlu dimanfaatkan menjadi infrastruktur ibadah untuk mencapai kesejahteraan hakiki berupa keberkahan keluarga dan Ridho Ilahi.

Jangan sampai harta yang berlimpah menjadi boomerang bagi pasangan, memicu pertengkaran apalagi perpisahan.

Pilar keamanan, kenyamanan dan kedilan nampaknya lebih banyak bertumpu pada pola komunikasi antar pasangan dan anggota keluarga.

Proses komunikasi yang penuh respek akan menguatkan ketahanan keluarga.

Keluarga yang membangun pola komunikasi saling terbuka, memberikan kesempatan anggotanya untuk menyampaikan pendapat secara terbuka, memberikan respon emptik dan respek akan menghadirkan kehangatan dan kenyamanan.

Banyak ahli menyebutkan bahwa sebagian besar kehidupan berkeluarga berupa proses komunikasi.

Hal ini melibatkan upaya untuk saling memahami, menghargai, dan berempati terhadap keunikan pasangan.

Hal ini relevan dengan pandangan yang menyatakan bahwa sejatinya, pernikahan adalah persandingan dua pribadi yang berbeda baik pandangan, kebiasaan maupun karakter.

Kedua pribadi berkompromi atas dasar cinta dan kasih yang membuat keduanya saling menerima dan menghormati kekurangan masing-masing.

Tentu diperlukan proses penyesuaian yang terus menerus sepanjang kehidupan pernikahan.

Konflik dapat tersulut mana kala salah satu memiliki cara pandang, sikap dan perilaku yang berbeda pada pasangannya.

Teori konseling Analisis Transaksional yang dicetuskan Eric Berne dapat digunakan untuk menganalisis kondisi ini.

Terdapat tiga pola relasional yang mungkin terjadi yaitu (1) I am Ok- You are Ok, (2) I am Ok-You are Not Ok dan (3) I am not Ok-You are Ok.

Pola relasi pertama akan melahirkan relasi penuh hormat, respek dan empati karena masing-masing memandang pasangannya secara positif.

Pola relasi tidak seimbang terjadi pada pola kedua dan ketiga, pada pola ketiga salah satu bersikap superior sehingga berpotensi memunculkan sikap merendahkan, melecehkan dan tidak menghormati pasangan, sedangkan pada pola ketiga berupa sikap inferior atau rendah diri pada salah satu pasangan.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved