Plus Minus Gaya  Menyerang Secara Vulgar dan Provokatif Dalam Debat Pilkada

Debat pilkada adalah salah satu panggung elektoral yang mulai mendapat perhatian serius di era baru politik virtual dan digital

Editor: Taufiq Rochman
Tribun Jatim Network/Habiburrahman
Debat publik ketiga Pilgub Jatim 2024, Senin (18/11/2024) malam, di Grand City Surabaya. 

Mengutip elemen retorika dari Aristotles (2018), para kandidat dalam debat harus bisa memenuhi 3 elemen gabungan agar bisa berbicara persuasif yaitu memenuhi ethos yaitu etika atau kredibilitas.

Kemudian logos yaitu logika atau fakta dan pathos yaitu emosi atau perasaan.

Pada intinya makin tinggi kredibilitas etis komunikator maka makin tinggi daya persuasi dan penerimaan pesan. 

Dalam konteks ini kita bisa memahami mengapa kadang debat publik bisa menghasilkan impact yang berbeda.

Yang nampak jago berdebat belum tentu selalu bisa mendapat simpati publik.

Jadi jangan heran kalau ada kandidat terlihat cerdas, pintar, tetapi kalau kandidat tsb gagal memahami konteks etika komunikasi maka ia bisa gagal mendapatkan perhatian publik dan tone positif dari media.

Dengan demikian, kandidat harus bisa menyesuaikan dengan konteks lingkungan, sosio budaya, lingkungan,dan logika publik.

Komunikasi publik benar benar diuji agar sesuai baik di level mikro, meso maupun makro.

Konten dan konteksnya seyogyanya sesuai, pas dengan momentum ruang dan waktu yang ada.

Inilah tantangan sesungguhnya dalam debat pilkada sebagai sebuah panggung politik.

Bagaimana kandidat bisa menampilkan komunikasi politik yang impresif  persuasif kepada pemilih sehingga mendapat tone positif.

Olah karena itu dalam komunikasi publik sesungguhnya para kandidat dituntut bisa tampil secara elegan, bijak dan positif.

Dalam bahasa yang sederhana, mereka bisa memahami, memiliki modal etik, modal sosial sopan santun dalam komunikasi publik.

Kandidat tidak merendahkan kandidat lawan, tidak menyerang personal, tetapi elegan bisa memberi masukan dengan baik.

Mereka bisa memahami prinsip mikul dhuwur mendem jeru, praktik budaya jawa. Dengan demikian debat bisa inklusif dan beretika. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved