Plus Minus Gaya  Menyerang Secara Vulgar dan Provokatif Dalam Debat Pilkada

Debat pilkada adalah salah satu panggung elektoral yang mulai mendapat perhatian serius di era baru politik virtual dan digital

Editor: Taufiq Rochman
Tribun Jatim Network/Habiburrahman
Debat publik ketiga Pilgub Jatim 2024, Senin (18/11/2024) malam, di Grand City Surabaya. 

Sering saya sampaikan dalam berbagai kesempatan bahwa para kandidat harus bisa memahami dan merasakan betul perbedaan antara memukul dan mencubit manakala menyampaikan kritik, memberi evaluasi dan masukan.

Hal ini penting karena sesuai dengan budaya tinggi (high context) masyarakat kita.

Bahkan di era politik virtual digital, para kandidat harus bisa mengembangkan komunikatif emphatik sesuai dengan kebutuhan konteks politik virtual digital saat ini.

Komunikasi yang tidak mengurui dan mendikte, tetapi lebih banyak menginspirasi dan mencerahkan. 

Sebagai panggung depan yang dibatasi waktu, para kandidat tentu saja harus hati-hati didalam menyampaikan pandangan, khususnya terkait dengan pemilihan diksi kata, memberi penilaian dan kritik terhadap lawan.

Jangan membuat konflik baru dan polarisasi dalam masyarakat. 

Panggung debat pilpres 2024 memberi pelajaran berharga kepada kita semua.

Jika kandidat tidak hati hati dalam memberi respons negatif seperti memberi penilaian dan skore.

Jika hal itu dilakukan secara serampangan dan negatif maka bisa membuat publik antipati.

Jadi hati hati jangan terjebak kepada pancingan untuk memberi score nilai kepada lawan yang ekstrim. Hal itu ternyata bisa memukul balik kandidat. 

Dalam konteks budaya tinggi masyarakat Indonesia yang didominasi budaya Jawa perlu untuk mengemas komunikasi publik dibungkus agar tidak kasar, bisa menjadi elegan dan emphatik. 

Komunikasi publik yang empatik dan impresif mensyaratkan adanya kemampuan memahami logika dan psikologi massa secara komprehensif.

Termasuk bisa memertimbangkan kondisi dan situasi kebatinan audiens.  

Kemampuan komunikasi emphatik ini tentu berkaitan dengan konteks dimana debat itu digelar.

Dalam konteks sosio budaya masyarakat timur ada unggah ungguh dalam komunikasi debat publik yang tentu berbeda konteks dengan masyarakat barat.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved