Hikmah Ramadan 2025
Sudahkah Kita Menjadi Pribadi yang Fitri?
Gema adzan maghrib di penghujung Ramadhan 1446 H, menandai waktunya berbuka untuk yang terakhir karena Ramadhan telah berakhir
Hal ini bisa dilihat dari beragam menu makanan lezzat dan nikmat yang tersaji Ketika lebaran. Aneka kue lebaran juga terhidangkan dengan berbagaimacam variannya.
Tidak hanya sebatas makanan, Hasrat memperindah tampilan dengan pakaian dan celana baru dari brand ternama juga menjadi bagaian dari tradisi lebaran kebanyakan masyarakat.
Tampilan yang sudah maksimal tersebut masih dirasa kurang apabila tidak dilengkapi dengan perhiasan, handphone yang terbaru juga alat transportasi yang digunakan semuanya mengarah kepada sikap ujub dan takabbur atas kondisi yang dipertontonkan.
Momentum Lebaran dijadikan sebagai festival untuk mempertontonkan kesuksesan duniawi yang sungguh sangat menyipang dari tujuan puasa itu sendiri.
Melihat realitas ini, lebaran yang dikatan sebagai Iedul Fitri yang dimaknai Kembali kepada kesucian yang bebas dari noda dosa seakan tenggelam oleh gegap gempitanya pertunjukan yang mempertontonkan lakon pamer kesuksesan duniawi. Hal ini dapat terjadi karena penghayatan terhadap nilai-nilai spiritual puasa tidak dilakukan.
Puasa yang dilakukan hanya sebatas menahan diri untuk tidak makan dan tidak minum mulai munculnya fajar subuh hingga tenggelamnya matahari diwaktu magrib.
Puasa yang dilakukan tidak dibersamai dengan menahan diri dari sifat hasud, iri, dengki, ujub, riya’ takabbur dan semisalnya. Puasa yang demikian itu tentunya tidak akan membawa kepada idul fitri karena pada hakekatnya mereka tidak melakukan puasa.
Mereka hanya mengatur pola dan merubah jam makan serta minum saja tanpa jihad untuk berperang dalam mengendalikan nafsunya secara substantif.
Menjadi Pribadi yang Fitri
Ada ungkapan yang menarik dari Imam Ali bin Abi Thalib yang mengatakan setiap hari di mana kamu tidak melakukan maksiat kepada Allah SWT adalah hari raya.
Selaras dengan ungkapan tersebut lebih lanjut dikatan bahwa Idul Fitri bukan milik mereka yang berpakaian baru, akan tetapi milik mereka yang ketaatannya semakinmeningkat.
Idul fitri juga bukan juga milik mereka yang membaguskan busana dan kendaraannya, akan tetapi milik mereka yang diampuni segala dosa-dosanya.
Dengan demikian ciri pribadi yang iedul fitri adalah mereka yang diampuni dosa-dosanya oleh Allah serta semakin meningkat ketaatannya kepada Allah setelah ramadhan berlalu.
Predikat Muttaqien merupakan gelar teologis yang disematkan kepada mereka yang telah menjalani puasa.
Firman sucipun menegaskan bahwa kewajiban puasa yang juga diwajibkan atas ummat terdahulu bertujuan untuk membentuk pribadi yang bertaqwa.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.