Madura Terpopuler
Madura Terpopuler: Harga Cabai Rawit di Sampang Turun hingga Kapolres Pamekasan Minta Maaf
Inilah kumpulan berita Madura Terpopuler Rabu (9/4/2025). Dari Harga cabai di Sampang turun, hingga Kapolres Pamekasan minta maaf ke
TRIBUNMADURA.COM, MADURA- Inilah kumpulan berita Madura Terpopuler Rabu (9/4/2025).
Dari Harga cabai di Sampang turun, hingga Kapolres Pamekasan minta maaf ke wartawan.
1. Usai Lebaran, Harga Cabai Rawit di Sampang Madura Turun
Harga cabai rawit di Kabupaten Sampang, Madura kembali mengalami penurunan, Selasa (8/4/2024).
Sebelumnya, harga cabai mengalami kenaikan drastis saat mendekati Hari Raya ldul Fitri 1446 H bahkan, harganya tembus di Rp 120 ribu per-Kg.
Salah satu warga asal Desa Daleman, Kecamatan Kedungdung, Sampang Lilis mengatakan bahwa, merasakan turunnya harga cabai rawit kali ini setelah, membeli di pasar dekat rumahnya.
"Turunnya tidak signifikan, tadi saya beli di pasar seperapatnya hanya Rp 22 ribu, berarti kalau perkilonya tidak sampai seratus ribu, hanya kisaran Rp. 88 ribu," ujarnya.
Meski harga turun kata dia, kualitas cabai rawit yang dibeli cukup bagus, kondisinya segar.
"Mudah-mudahan harga cabai terus turun dan kembali normal seperti di harga biasanya," ungkapnya.
Sementara, Kepala Diskoprindag Chairijah, menyampaikan kenaikan harga cabai sebelum lebaran dipicu karena ketersedian cabai rawit di wilayah kerjanya habis.
"Begitupun yang menjadi kendala naiknya harga cabai di Sampang juga tidak adanya import dari luar yang masuk kesini," terangnya.
Terkait kejelasan ketersediaan barang atau cabai rawit dan kendalanya, pihaknya tidak bisa menjalankannya mengingat, tupoksinya Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Disperta KP) Sampang.
"Mungkin ketersediaan cabai rawit habis karena musim hujan," pungkasnya.
2. PWI Apresiasi Sikap Ksatria Kapolres Pamekasan Minta Maaf ke Wartawan, Harap Responsif Dihubungi
Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pamekasan, Moh Ali Muhsin mengapresiasi sikap kesatria Kapolres Pamekasan, AKBP Hendra Eko Triyulianto yang meminta maaf kepada wartawan.
Permintaan maaf AKBP Hendra yang disampaikan saat halal bihalal dengan wartawan pada Selasa (8/4/2025) itu, lantaran sangat jarang mengangkat telepon dan membalas pesan WhatsApp (WA) wartawan, karena kesibukannya.
Selain memberikan apresiasi, Muhsin meminta agar momentum tersebut menjadikan AKBP Hendra bisa lebih responsif ke depannya.
Tujuannya, terang Muhsin, produk jurnalistik di wilayah hukum Pamekasan bisa berimbang seperti yang telah tertera dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Serta, sikap responsif juga mempermudah kerja wartawan.
"Ke depan, Kapolres Pamekasan diharapkan lebih responsif lagi ketika dihubungi oleh teman-teman wartawan, apalagi berkenaan dengan kepentingan konfirmasi pemberitaan, yang berkaitan dengan wilayah hukum di Pamekasan," pintanya.
Permintaan tersebut tidak terlepas dari pengibaratan Muhsin terkait kapolres dan wartawan layaknya sepasang suami-istri, yang harus selalu intens berkomunikasi, serta saling pengertian.
"Kalau salah satu dari dua pihak ini tidak baik komunikasinya, maka ini akan terjadi pasangan atau hubungan, yang tidak harmonis," jelas Muhsin.
Lebih lanjut, menurut wartawan yang baru melepas masa lajangnya itu, pihaknya memastikan bahwa wartawan akan selalu menghargai kesibukan Kapolres, yang tidak sebatas melayani konfirmasi wartawan.
Namun, dia meminta agar menyampaikan kesibukannya dan saat senggang menghubungi wartawan kembali.
"Lebih baiknya jika dalam kondisi tersebut bisa menyampaikan kepada wartawan, dan setelah itu bisa menghubungi kembali," pungkasnya.
3. Mengenal Taneyan Lanjhang, Permukiman Tradisional Madura yang Sarat Makna Keluarga
Pulau Madura, yang terletak di timur laut Provinsi Jawa Timur, merupakan wilayah yang dihuni oleh suku Madura.
Suku ini dikenal luas karena kekayaan norma dan budaya yang dimilikinya.
Salah satu ciri khas budaya mereka adalah bentuk permukiman tradisional yang disebut Taneyan Lanjhang, yang juga merupakan sebutan untuk rumah adat Madura.
Mengacu pada buku Etnomatematika Budaya Madura (2020) karya Moh Zayyadi dan Durroh Halim, istilah Taneyan berarti halaman, sedangkan Lanjhang berarti panjang. Maka, Taneyan Lanjhang dapat diartikan sebagai “halaman panjang”.
Yang menarik, permukiman ini terdiri atas rumah-rumah yang dibangun berdekatan, dan penghuninya biasanya berasal dari satu garis keturunan atau keluarga besar.
Taneyan Lanjhang merupakan bentuk permukiman khas Madura yang terdiri atas beberapa rumah dari satu rumpun keluarga.
Secara umum, susunan permukiman ini berbentuk persegi panjang, mengikuti bentuk lahan yang tersedia.
Berikut penjelasan lengkap lainnya mengenai Taneyan Lanjhang, dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Mengenal Asal Usul Suku Madura dari Budaya hingga Ciri Khas yang Melegenda
Ciri Khas Taneyan Lanjhang
Permukiman tradisional khas Madura memiliki keunikan tersendiri, terutama dalam penataan bangunannya yang mengitari halaman memanjang di tengah.
Agar bisa membentuk Taneyan Lanjhang, diperlukan lahan yang cukup luas sebagai dasar pembangunan.
Rumah pertama yang didirikan dikenal sebagai rumah induk (roma tongghu), yaitu tempat tinggal yang menjadi titik awal dari sebuah keluarga.
Kompleks permukiman ini biasanya dilengkapi dengan langghar atau surau di bagian barat, kandheng atau kandang di sisi selatan, serta dapur.
Namun demikian, ukuran rumah yang dibangun akan menyesuaikan dengan luas lahan yang dimiliki oleh keluarga tersebut.
Struktur Rumah dalam Taneyan Lanjhang
Rumah-rumah di Taneyan Lanjhang dibagi menjadi dua area utama, yaitu bagian depan (amper) dan bagian belakang (delem).
Area depan menghadap ke arah halaman dan berfungsi sebagai tempat berteduh sekaligus ruang untuk menerima tamu atau berinteraksi sosial.
Adapun beberapa komponen utama dalam rumah Taneyan Lanjhang antara lain:
Halaman (Tanean)
Taneyan atau halaman pada permukiman ini memiliki ukuran yang cukup luas dan biasanya berbentuk persegi panjang.
Namun, pembangunan rumah di sekitar halaman ini akan disesuaikan dengan luas lahan milik keluarga.
Masyarakat Madura memiliki beberapa istilah untuk menyebut ukuran tanah, seperti sakapling, dukapling, salokke, dulokke, dan satabun.
2. Langghar
Langghar adalah simbol religius yang menunjukkan tingkat ketaatan masyarakat Madura terhadap ajaran agama Islam.
Bangunan ini biasanya terletak di sisi barat rumah karena arah tersebut sesuai dengan kiblat.
Selain digunakan untuk beribadah, langghar juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil pertanian atau ternak seperti burung.
3. Rumah Utama
Rumah utama dalam permukiman masyarakat Madura umumnya berbentuk persegi panjang dengan arah memanjang ke samping.
Ukurannya biasanya sekitar 6,6 meter untuk lebarnya dan 11 meter untuk panjangnya.
Mengacu pada buku Ethnomatematika Budaya Jawa Timur (2019) karya Mega Teguh Budiarto dan Rini Setianingsih, rumah induk atau rumah utama ini bisa dikenali dari adanya ornamen jengger ayam di bagian atap.
Rumah ini ditempati oleh anggota keluarga tertua yang disebut kepala somah.
Kepala somah ini memiliki peran sentral dalam keluarga, layaknya seorang "raja kecil", terutama dalam pengambilan keputusan penting seperti urusan pernikahan.
Struktur rumah diatur berdasarkan hirarki keluarga, di mana arah barat ke timur menggambarkan urutan usia, dari yang tertua hingga termuda.
Pola penataan semacam ini memperkuat hubungan antaranggota keluarga sedarah, meski hubungan antar kelompok yang berbeda bisa jadi renggang karena lokasi permukiman yang terpencar.
Di ujung barat umumnya terdapat langghar, sementara rumah-rumah di bagian utara disusun sesuai dengan garis keturunan.
Urutan rumah dari barat ke timur meliputi tempat tinggal orang tua, anak, cucu, hingga cicit, terutama dari garis keturunan perempuan.
4. Dapur
Dapur dalam rumah adat Taneyan Lanjhang memiliki ukuran yang cukup besar, yaitu 3,8 meter × 6,6 meter.
Karena biasanya digunakan secara bersama oleh beberapa keluarga inti dalam satu kompleks Taneyan, dapur ini dibuat luas dan ditempatkan di bagian belakang rumah induk (roma).
Model Rumah Taneyan Lanjhang
Secara umum, bentuk rumah adat di Madura dipengaruhi oleh gaya arsitektur Jawa, khususnya pada desain atapnya.
Adapun beberapa jenis bentuk rumah dalam Taneyan Lanjhang antara lain:
Baca juga: Kenapa Suku Madura Bukan Termasuk Suku Jawa, Terungkap Asal-usul Suku yang Dikenal Ulet dan Perantau
Trompesan
Jenis rumah ini memiliki atap yang menyerupai model rumah Jawa tipe Srotongan, lengkap dengan tambahan cukit atau teritis di kedua sisi atapnya.
2. Bangsal
Rumah tipe bangsal menampilkan atap yang mirip dengan rumah Jawa tipe Joglo.
Bagian kiri dan kanan atap biasanya dipotong, dengan puncaknya dihias ornamen menyerupai kapal atau naga.
3. Pegun
Tipe rumah ini memiliki atap yang menyerupai bentuk limasan pacul-gowang, yaitu salah satu model rumah tradisional Jawa.
4. Pacenan
Rumah model pacenan umumnya ditemukan di wilayah Surabaya, yang letaknya berdekatan dengan Madura.
Rumah ini dimiliki oleh keturunan Tionghoa, sehingga juga dikenal sebagai rumah Pacenan atau Surabayan.
Salah satu perbedaan mencolok antara rumah adat Madura dan Jawa terletak pada lebar bagian teritisan (atap yang menjorok ke luar).
Selain itu, perbedaan lainnya terlihat pada sistem konstruksi bangunannya.
Rumah adat Madura cenderung memiliki desain tertutup, dengan jumlah ventilasi yang minim serta lantai yang ditinggikan dari tanah untuk menghindari kelembapan.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com
Madura Terpopuler: Kecelakaan Truk Molen di Sampang hingga Keributan Karapan Sapi di Bangkalan |
![]() |
---|
Madura Terpopuler: Siswa Bangkalan Dapat MBG Basi hingga Nelayan Kangean Usir Kapal Survei Seismik |
![]() |
---|
Madura Terpopuler: Jumlah Penderita Campak Pamekasan Melonjak hingga Sopir Tergeletak di Bangkalan |
![]() |
---|
Madura Terpopuler: Gadis Kalianget Sumenep Dilaporkan Hilang hingga Kurir JNT Kehilangan Motor |
![]() |
---|
Madura Terpopuler: Penangkapan Pembacok di Bangkalan hingga Sumenep Gudang Pekerja Migran Ilegal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.