Aksi Demo Sopir Truk Jatim di Surabaya

Demo Sopir Truk Bentangkan Bendera Merah Putih Sepanjang 1 Km, Arak Keranda Mayat dari Bundaran Waru

Massa demontran mengatasnamakan diri sebagai Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) mulai berdatangan di Jalan Frontage A Yani, Surabaya

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Januar
tribunmadura.com/ Luhur Pambudi
DEMONTRASI SOPIR TRUK-Massa aksi membawa bendera sepanjang 1 Km di Jalan Frontage A Yani, pada Kamis (19/6/2025). 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi

TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA-Massa demontran mengatasnamakan diri sebagai Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) mulai berdatangan di Jalan Frontage A Yani, Surabaya, sekitar pukul 12.00 Kamis (19/6/2025). Mereka mulai berdatangan dari lokasi titik kumpul awal di jalanan Puspa Agro, Jemundo, Taman, Sidoarjo. 

Lokasi depan Mal Cito, menjadi lokasi titik kumpul kedua, sebelum mereka menggelar aksi long march membentangkan kain Bendera Merah Putih sepanjang satu kilometer sebagai salah satu teatrikal mewarnai untuk rasa kali ini. 

Seraya membawa bendera panjang tersebut, massa demontran bakal berjalan long march untuk berorasi di depan Gedung Dishub Jatim lalu berlanjut ke Mapolda Jatim. 

Tak cuma membentangkan kain bendera panjang itu, massa juga melakukan teatrikal arak-arakan keranda mayat berselimut lain putih yang bertuliskan kalimat satir bermuatan pesan bahwa kondisi para sopir tidak sedang baik-baik saja. Tulisannya; Turut Berduka Matinya Keadilan Bagi Sopir. 

Bendera Merah Putih sepanjang satu kilometer itu, membentang dari Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) hingga depan Gedung Kantor Dishub Jatim. Ratusan orang perwakilan dari massa aksi tersebut memegang pinggiran bendera tersebut seraya berorasi mengikuti lantunan musik yang dinyalakan speaker truk komando demontran. 

Ketua Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) Angga Firdiansyah mengatakan, aksi long march melibatkan 785 truk, bertujuan menyuarakan berbagai macam aspirasi seluruh kalangan sopir truk dari 84 elemen yangg tersebar se-Jatim. 

Aspirasi yang dimaksud, terutama mengenai adanya kampanye mengenai Over Dimension and Over Loading (ODOL) dari aparat berwajib yang belakangan dianggap mereka kurang tepat sasaran. 

Karena, Pasal 277 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) cuma sebatas mengatur perubahan fisik kendaraan, bukannya mengatur terkait over dimension muatan. 

Selain itu, lanjut Angga, perlu adanya revisi pasal tersebut agar penerapannya juga menempatkan pihak pengusaha atau pengguna jasa angkutan logistik bertanggung jawab, atas apa yang dialami oleh sopir di jalanan. 

"Semua yang tertuang dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 secara keseluruhan itu yang terdampak langsung adalah teman-teman sopir. Sedangkan pihak pengusaha atau penyedia muatan itu tidak pernah tersentuh," ujarnya saat ditemui TribunJatim.com, di depan Gedung Dishub Jatim, pada Kamis (19/6/2025). 

Termasuk, menuntut adanya regulasi khusus dari Pemerintah untuk mengatur nilai besaran minimal ongkos muatan logistik, yang wajib dipatuhi oleh para pengusaha atau perusahaan pengguna jasa angkutan truk. 

Karena, biang permasalahan, sopir truk di jalanan kerap dianggap melanggar Pasal 277, karena pihak pengusaha semena-mena menentukan tarif ongkos pengangkutan dan pengiriman muatan. 

"Karena selama ini yang terjadi di lapangan pihak yang punya barang selalu seenaknya sendiri bawa muatannya harus banyak dan ongkosnya seenaknya sendiri," katanya. 

Selain itu, lanjut Angga, pihaknya juga berharap aparat berwajib memberantas aksi premanisme yang kerap menargetkan para sopir di jalanan. 

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved