Berita Viral
Nasib Nurhadi Ditangkap KPK Padahal Baru Sehari Bebas Bui, Lagi-lagi Kasus Korupsi: Pencucian Uang
Mantan sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi kembali ditangkap KPK meski baru sehari bebas dari bui karena kasus gratifikasi.
TRIBUNMADURA.COM - Nikmat bebas dari bui baru dirasakan Nurhadi selama satu hari.
Mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) itu kembali ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) begitu selesai menjalani hukuman penjara.
Dia diketahui bebas pada Sabtu (28/6/2025) lalu diciduk KPK pada Minggu (29/6/2025).
Untuk kedua kalinya Nurhadi terlibat kasus korupsi.
Dulu Nurhadi terbukti menerima gratifikasi miliaran rupiah dari perusahaan swasta untuk mengurus perkara di MA.
Kini dia diduga melakukan pencucian uang di lingkungan MA.
Penangkapan ini dikonfirmasi langsung oleh juru bicara KPK, Budi Prasetyo.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunMadura.com
Baca juga: Kejari Bangkalan Belum Tahan Tersangka Kedua Perkara Dugaan Korupsi Rp 1,35 M Penyertaan Modal BUMD
Sebagai informasi, pria bernama lengkap Nurhadi Abdurachman dinyatakan bebas dari Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung, Minggu.
Nurhadi kini kembali menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), pengembangan dari kasus suap dan gratifikasi yang sebelumnya telah menjeratnya.
Budi Prasetyo menyebut bahwa penahanan terhadap Nurhadi merupakan bagian dari strategi penyidikan agar proses hukum berjalan efektif.
"Penahanan seorang tersangka tentu merupakan kebutuhan penyidikan, di antaranya agar prosesnya dapat dilakukan secara efektif," kata Budi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (1/7/2025).
Budi juga membenarkan bahwa penangkapan dilakukan langsung di Lapas Sukamiskin saat Nurhadi selesai menjalani masa hukumannya.
"Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian melakukan penahanan kepada saudara NHD (Nurhadi) di Lapas Sukamiskin," ujar Budi pada Senin (3/6/2025).
Baca juga: Hendak Diperiksa KPK, Gubernur Jatim Khofifah Mangkir, Terungkap Sedang Ada di China

"Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan MA," lanjutnya.
Penangkapan ini ternyata mendapat ketidaksetujuan dari kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail.
Pasalnya, Maqdir menganggap penangkapan kliennya melanggar hak asasi manusia (HAM).
Budi lantas menegaskan bahwa keputusan itu sudah melalui berbagai pertimbangan.
"Setiap tindakan penyidikan, tentu sudah melalui pertimbangan dan kebutuhan dari penyidik, termasuk dengan kegiatan penangkapan dan penahanan," kata Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
"Tentu kita juga ingin proses penyidikan perkara ini juga dapat berjalan secara efektif, sehingga bisa dengan cepat, tepat, dan terukur, kemudian menyelesaikan perkara ini," sambungnya.
Budi mengatakan, pengenaan kasus TPPU tersebut juga bisa menjadi upaya KPK dalam pemulihan keuangan negara yang diduga dilakukan Nurhadi.
"Agar hasil-hasil dari tindak pidana korupsi yang telah dilakukan kemudian juga bisa kita rampas untuk optimalisasi asset recovery," ujarnya.
Lebih lanjut, Budi mengatakan, dalam perkara TPPU, KPK sudah menyita sejumlah aset milik Nurhadi seperti apartemen, rumah, lahan, dan lainnya.
"Dalam perkara itu, KPK sebelumnya telah melakukan penyitaan terhadap beberapa aset, seperti lahan sawit, apartemen, rumah, dan sebagainya. Tentu itu juga bagian dari upaya pembuktian dalam penyidikan, sekaligus langkah awal dalam asset recovery nantinya," ucap dia.
Baca juga: Daftar 12 Kades di Sumenep Dipanggil Kejati Jatim Terkait Dugaan Korupsi BSPS 2024
Sebelumnya, Nurhadi dijatuhi eam tahun penjara atas kasus suap dan gratifikasi dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
Ia terbukti menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto, untuk mengurus dua perkara hukum.
Selain itu, ia juga terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 13,787 miliar dari berbagai pihak yang berperkara di tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali.
KPK menduga uang yang diterima Nurhadi dari hasil suap dan gratifikasi tersebut disamarkan dalam bentuk aset atau benda bernilai ekonomi tinggi.
Hal inilah yang menjadi dasar penetapan tersangka atas dugaan kasus TPPU.
Kasus TPPU ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dalam putusan kasasi yang dijatuhkan Mahkamah Agung pada 24 Desember 2021, permohonan KPK untuk mengenakan uang pengganti sebesar Rp 83,013 miliar kepada Nurhadi ditolak.
Dengan demikian, hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta tetap berlaku.
Kasus korupsi lainnya, mantan gubernur membeli jet pribadi memakai uang negara.
Tak tanggung-tanggung, kerugian mencapai Rp1,2 triliun.
Pembelian jet pribadi itu diduga menggunakan metode cash.
Eks kepala daerah itu menyiapkan 19 koper berisi uang tunai demi bisa memiliki kendaraan mewah itu.
Hal tersebut diungkap langsung oleh juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Prasetyo.
Baca juga: Lagi Kejari Bangkalan Tahan 3 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Rp 14,8 M Dana Penyertaan Modal BUMD
Diketahui, mantan gubernur yang terlibat adalah Lukas Enembe.
Dia memimpin Papua sebagai gubernur periode 2013-2018 dan 2018-2023.
Meski sudah meninggal dunia, kasus korupsi Lukas Enembe terus diusut KPK.
KPK mengatakan bahwa tersangka Lukas Enembe dan Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua, Dius Enumbi, menyalahgunakan dana operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah.
Uang korupsi itu diduga digunakan untuk membeli private jet menggunakan uang tunai.
"Dalam transaksinya KPK menduga pembelian (private jet) tersebut dilakukan melalui tunai yang uangnya diduga dibawa dari Papua pada saat itu," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (16/6/2025).
Budi mengatakan, KPK menduga tersangka membawa sejumlah uang tunai untuk membeli private jet menggunakan pesawat.
Baca juga: Kades yang Dipanggil Kejati Jatim Soal Dugaan Korupsi BSPS 2024 Diminta Bersikap Koperatif

Dia mengatakan, uang tersebut disimpan di dalam 19 koper.
"Dari informasi yang kami terima bahwa tersangka membawa uang tunai untuk pembelian private jet tersebut menggunakan pesawat dan informasi yang kami terima sejumlah 19 koper untuk membawa uang tunai untuk pembelian private jet tersebut," ujarnya.
Meski demikian, Budi tak mengungkapkan identitas yang membawa belasan koper berisi uang tunai tersebut.
Dia mengatakan, KPK masih mendalami pembelian dari private jet tersebut.
"Pihaknya belum bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, dan perlu kami sampaikan juga bahwa KPK juga masih mendalami apakah pembelian private jet ini masih ada pembelian-pembelian lain," tuturnya.
Lebih lanjut, Budi mengatakan, KPK menduga private jet itu digunakan untuk kepentingan pribadi.
"Di antaranya untuk itu (kepentingan pribadi) untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi pihak-pihak terkait," ucap dia.
Dalam perkara ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, kerugian negara dalam kasus korupsi tersebut mencapai Rp 1,2 triliun.
Baca juga: Rasul Syok saat Dipecat dari Sekolah Tempatnya Mengajar di Sumenep, Fotonya Membongkar Kasus Korupsi
"Kerugian keuangan negara dalam perkara ini cukup besar, Rp 1,2 triliun," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Budi Prasetyo mengatakan, tersangka dalam perkara ini adalah Dius Enumbi (DE) selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua dan Lukas Enembe (almarhum) selaku Gubernur Papua.
Dia mengatakan, KPK mengupayakan perampasan aset dari pihak Lukas Enembe dalam rangka asset recovery atau pemulihan kerugian keuangan negara.
Kini KPK tengah melacak keberadaan jet pribadi itu.
"Yang pertama kami membutuhkan juga informasi dari masyarakat barang itu ada di mana, pesawat itu ada di mana, karena ini kami sedang juga melacak lah posisinya itu," kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto di Gedung C1 KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Setyo mengatakan, penyitaan jet pribadi itu mudah dilakukan apabila lokasi pesawat tersebut telah diketahui. KPK pun berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya untuk menyitanya.
"Barang bukti sekiranya memang bisa di sana, aman, bisa dititipkan, misalkan ada aparat negara atau aparat pemerintah di sana, apakah itu di luar negeri atau di mana, yang bisa dikerjasamakan dan menjamin bahwa secara status quo tidak ada berubah," ujarnya.
Setyo enggan menyebutkan kode detail dari private jet tersebut. Namun, dia mengatakan, penyidik mulai mendapatkan informasi terkait keberadaan pesawat tersebut.
"Ya, nanti detilnya saya enggak hafal kodenya tapi sementara sih kami sudah sedikit banyak sudah terinformasi, tinggal memastikan saja. Tapi sementara, ya statusnya masih kita rahasiakan. Ada di suatu tempat," ucap dia.
Baca juga: Pengelolaan Dana Desa Tidak Tertib, Inspektorat Sampang Tambah Jumlah Desa Anti Korupsi
Sebelumnya, KPK mengusut aliran uang kasus korupsi penyalahgunaan dana penunjang operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah Provinsi Papua tahun 2020-2022.
KPK menduga aliran uang hasil korupsi tersebut digunakan untuk pembelian private jet.
"Penyidik menduga aliran dana dari hasil tindak pidana korupsi tersebut salah satunya digunakan untuk pembelian Private Jet yang saat ini keberadaannya di luar negeri," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Kamis (12/6/2025).
Berdasarkan hal tersebut, KPK memanggil Presiden Direktur PT RDG Airlines Gibrael Isaak (GI) sebagai saksi dalam perkara tersebut pada hari ini, Kamis.
"Hari ini KPK memanggil saksi a.n Gibrael Isaak (GI) seorang WNA Singapura (pengusaha maskapai pribadi) untuk didalami terkait dengan pembelian atas pesawat private jet tersebut," ujarnya.
-----
Berita viral dan berita seleb lainnya.
TANGIS Orang Tua Tahu Foto Putrinya Diedit Tanpa Busana dan Diperjualbelikan: Itu Wajah Anak Kami |
![]() |
---|
Fakta Warga Temukan Potongan Kaki di Tempat Sampah Hotel Ternate, Polisi: Tukang Ojek yang Buang |
![]() |
---|
Keluarga Tak Sudi Terima Bingkisan Polisi yang Pukul Anaknya Sampai Kritis: Nanti Meringankan |
![]() |
---|
Ruangan Tetiba Penuh Tawa Usai Ahmad Dhani Sela Ariel di Rapat RUU Hak Cipta, Willy: Saya Ingatkan |
![]() |
---|
SMPN Diduga Tagih Siswa Rp700 Ribu Buat Laptop Kenang-kenangan, Disdik Bela: Namanya Orang Mau Viral |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.